Friday, 29 March 2024, 13:16

gaulislam edisi 488/tahun ke-10 (30 Jumadil Awal 1438 H/ 27 Februari 2017)

 

Hati-hati lho, antara percaya diri yang berlebihan dengan sombong itu beda tipis. Di medsos kamu memang bisa melakukan apapun yang kamu suka. Tetapi, harap diingat bahwa apa yang kamu sebar berupa tulisan, kata, gambar, dan suara akan memberi dampak bagi kamu dan juga orang yang menerima pesan kamu. Jika kita merasa bahwa apa yang kita sebar itu bermanfaat, jangan pula pada akhirnya kita jadi ngerasa paling berjasa, lalu menepuk dada sambil bilang, “gue, gitu lho!” Wah! (berharap pula ada decak kagum dari orang yang baca status kita). Hmm…

Sobat gaulislam, citra diri seseorang bisa dibangun dengan berbagai cara, termasuk melalui medsos. Sarana ini bisa menjadi peluang membangun brand image seseorang di hadapan orang lain. Sama seperti di dunia nyata. Itu sebabnya, kudu hati-hati. Jangan sampe nggak ikhlas. Jangan sampe wara-wiri di medsos karena kita mengejar popularitas dan berharap lebih banyak decak kagum orang lain memuji diri kita atas apa yang kita lakukan kepada mereka. Hati-hati nanti kamu kecebur penyakit hati bernama sombong. Dalam bahasa lain bisa diartikan ‘ujub atau berbangga diri. Tuh, jangan sampe kamu dengan sadar atau tanpa sadar bilang, “Gue, gitu lho!”

Wah, nih sikap bisa ngerusak keikhlasan kita, Bro. Bener. Sumpah. Gimana nggak, sikap ‘ujub alias berbangga diri atau bermegah diri, seperti ngerasa paling ganteng, ngerasa paling pinter, ngerasa paling gagah, ngerasa paling kuat, ngerasa paling senior, nganggap diri paling mulia di antara temen-temen lainnya, juga kebanggaan lainnya seperti dalam hal keluarga, kedudukan, harta, pangkat, jabatan, dan sejenisnya. Pokoknya, kalo kamu ngerasa paling alim pun dan dengan begitu ingin dianggap alim oleh orang lain, itu termasuk ‘ujub euy. Jadi emang kudu ati-ati banget. Apalagi nih, itu kamu pamerin di medsos.

Pernah lho, saya menyaksikan di medsos ada orang yang gemar mempublikasikan hal-hal terkait prestasi dirinya dalam berbagai hal. Entah kekayaan atau hal sejenisnya. Misalnya meng-upload sebuah foto mobil keren dengan merek terkenal. Di satu sisi orang ada yang percaya saja, tetapi di sisi lain, terutama temannya yang tahu betul kondisi orang yang meng-upload foto tersebut lengkap dengan tulisan berisi ungkapan syukur malah mempertanyakan. Ada orang yang saya kenal ketika melihat foto tersebut, dia iseng mendownload-nya kemudian diupload ke google image. Hasilnya? Ternya ada puluhan atau bahkan ratusan gambar serupa yang sudah ada di database google. Artinya? Artinya, orang yang meng-upload foto tersebut bisa dikatakan berbohong dengan statusnya di medsos karena sudah meng-upload foto lain yang sebenarnya sudah tersimpan di database mesin pencari, tetapi kemudian diberi caption berupa tulisan: “Alhamdulillah, rezeki dari Allah. Saya mendapatkan mobil ini dari sebuah proyek.” Menyedihkan, hanya karena ingin dianggap berhasil dan berharap ada like dari orang lain, syukur-syukur ada yang komentar sambil berdecak kagum kepadanya. Lalu dalam hatinya terbersit, “Gue, gitu lho!”

Sobat gaulislam, biasanya juga orang yang ‘ujub itu bisa tergelincir menjadi tidak takut dosa. Menganggap orang lain tak sekuat dan sepintar dirinya, akan memplesetkan dirinya menjadi orang yang sombong dan tidak takut kepada Allah Ta’ala. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): “Tiga perkara yang dapat membawa kepada kehancuran: pelit, mengikuti hawa nafsu, dan suka membanggakan diri.” (HR ath-Thabari)

 

Menggerus keikhlasan

Menurut Ustad Rachmat Ramadhana al-Banjari dalam bukunya yang berjudul Mengarungi Samudera Ikhlas, dijelaskan bahwa rasa bangga dan kagum atas kelebihan dan keutamaan yang diberikan oleh Allah Ta’ala kepada seseorang, sehinga ia lupa diri, terbagi menjadi tujuh macam, yaitu (1) ‘ujub kepada keindahan tubuhnya, kesehatannya, kekuatannya, dan ketampanannya; (2) ‘ujub dengan akal dan kecerdikan serta kepandaiannya dalam berbagai permasalahan, baik yang berkaitan dengan dunia ataupun keagamaannya; (3) ‘ujub karena mempunyai keturunan yang mulia; (4) ‘ujub karena silsilah raja (penguasa pemerintahan), bukan karena atas dasar ilmu dan ketakwaan; (5) ‘ujub karena banyak memiliki anak, banyak memiliki pembantu, keluarga, pengikut, dan sebagainya; (6) ‘ujub karena harta benda yang berlimpah; (7) ‘ujub dengan pendapat yang keliru.

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Kalo kamu ngerasa bangga karena punya wajah ganteng atau cantik dan memiliki tubuh yang proporsional antara tinggi dan beratnya, terus kamu merasa bangga dengan kondisi kamu itu, sembari merendahkan yang lain dan berharap pujian en decak kagum dari teman-teman kamu, itu udah masuk ke dalam kategori ‘ujub lho. Kudu ati-ati banget. Jangan sampe deh kamu upload foto-foto dirimu dengan kondisi seperti itu. Selain bisa membuat dirimu jadi ‘ujub, juga bisa membahayakan dirimu sendiri karena bisa jadi foto itu akan di-download orang kemudian dimodifikasi sesuai kepentingan orang tersebut dan disebar kembali ke medsos dengan tujuan jahat. Siapa yang rugi? Jelas kamu yang paling rugi.

Begitu pula jika kamu kebetulan dikasih sama Allah Ta’ala kecemerlangan otak dan daya pikir. Kamu jadi juara kelas, atau juara umum di setiap semester. Faktanya memang kamu begitu. Tapi, dengan kelebihan yang kamu miliki itu ternyata kamu merasa bangga secara berlebihan sambil berharap ada tepuk tangan dari kawan-kawanmu di dunia nyata maupun di medsos dan berusaha untuk mencari cara agar dianggap sebagai orang yang berilmu dan semua temanmu ngomongin kelebihan kamu. Sikap seperti ini, kalo dibiarin terus bisa tuh masuk kategori ‘ujub alias berbangga diri secara berlebihan sambil berharap pujian dari orang lain.

Oya, kadang ada juga lho teman kita yang ngerasa bangga berasal dari keturunan yang mulia atau kelas tertentu dari keluarga ningrat atau terhormat di kalangan masyarakat sekitar kita. Faktanya memang demikian, tapi jika kemudian merasa bangga secara berlebihan dengan kondisinya tersebut ia bisa aja jatuh kepada sifat ‘ujub. Misalnya aja gini, mentang-mentang kamu sebagai anak pejabat atau tokoh masyarakat, lalu tindakanmu udah berlebihan dan selalu membanggakan orangtua atau silsilah nasabmu. Supaya kawan-kawanmu merasa kagum dan kemudian memuji kamu. Wah, jangan sampe deh kamu (dan kita semua) dihinggapi penyakit ‘ujub ini. Bahaya banget dan bakal ngerusak keikhlasan kita ketika bergaul dengan kawan-kawan lainnya.

Nah, ketujuh kondisi yang bisa disebutkan sebagai sikap ‘ujub itu memang bisa ngerusak keikhlasan kita, Bro. Memang kita mudah ngerasa bangga jika kita memiliki kelebihan dibanding kawan lain. Sebagai ketua OSIS merasa paling terhormat di antara anggota OSIS yang lain. Sebagai ketua Rohis, kita ingin dianggap paling alim di antara kawan lainnya di sekolahmu. Wah, nggak banget deh. Walaupun faktanya memang seperti itu, tapi bukan untuk dijadikan kebanggaan yang bisa ngerusak keikhlasan perbuatanmu dalam bermualah dengan kawan-kawanmu.

Sikap ‘ujub ini emang bisa jadi nggak kerasa bisa masuk ke pikiran dan perasaan kita dengan sangat lembut dan bahkan seolah-oleh kita merasa harus membanggakan diri dengan segala kelebihan yang kita miliki. Termasuk nih, kalo kamu sampe tetep ‘ujub dengan pendapat yang keliru karena merasa bahwa kamulah paling pandai dan paling shalih. Padahal, faktanya orang pandai dan orang shalih pun bisa salah. Bisa berbuat dosa. Ok? Semoga pembahasan ini tambah bikin kamu jadi ngeh sifat-sifat yang bisa ngerusak keikhlasan kita, khususnya tentang ‘ujub ini. Semoga nggak ada yang berani bilang lagi, “gue, gitu lho!” [O. Solihin | Twitter @osolihin]