Saturday, 27 April 2024, 15:49

gaulislam edisi 857/tahun ke-17 (15 Ramadhan 1445 H/ 25 Maret 2024)

Bagi kita, kaum muslimin, Islam adalah agama kita. Kita yakini kebenarannya, kita amalkan syariatnya. Kita laksanakan perintahnya, kita jauhi larangannya. Nama-nama orang Islam banyak yang islami. Tentu ada tujuannya, selain doa bagi yang memiliki nama tersebut, juga sekaligus menjadi identitas. Ya, nama-nama islami cenderung mudah diidentifikasi bahwa pemilik nama tersebut adalah beragama Islam. Nggak salah. Itu memang seharusnya demikian. Kamu bisa cek deh nama kamu, nama saudaramu, temanmu, dan kaum muslimin secara umum yang kamu tahu namanya.

Ajaran Islam terus berkembang, para pendakwah dan mubaligh tentu tak terhitung jumlahnya, karena saking banyaknya. Para ulama di masa lalu hingga sekarang tetap ada, yang mampu menghafal al-Quran secara keseluruhan (30 juz) juga bejibun. Tak terhingga hitungan jumlahnya dengan yang membaca al-Quran saban harinya. Banyak sekolah dan perguruan tinggi yang identik dengan Islam. Baik namanya, maupun muatan pelajarannya. Sudah pasti itu menjadi ciri khas dan sebagai bukti bahwa Islam punya jejak di dunia ini.

Sejak masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabatnya, tabi’in, pengikut tabi’in, dan terus melintasi waktu ratusan bahkan beribu tahun hingga kini. Selalu ada orang yang beriman, berilmu, dan berjuang. Mempertahankan agama Islam, menunjukkan syiarnya, bahkan menerapkan akidah dan syariat Islam dalam institusi negara. Itu semua pernah diterapkan dan bahkan Islam mencapai masa keemasannya ketika ilmu pengetahuan berkembang, kesejahteraan rakyat berhasil diwujudkan, penakulukan-penaklukan yang gemilang, dan penerapan aturan Allah Ta’ala bagi seluruh kaum muslimin, dan menginspirasi yang belum menjadi muslim.

Lalu, bagaimana dengan saat ini? Islam memang tetap ada, bahkan di beberapa negara jumlah pemeluknya kian hari kian bertambah banyak. Syiar Islam dengan beragam cara dan gaya terus bermunculan membawa keberkahan. Islam tetap hadir sebagai sebuah agama yang dianut kaum muslimin. Ini patut kita syukuri. Bergembiralah.

Namun, di sisi lainnya, ketika Islam terus berkembang dan menjadi daya tarik banyak orang di beberapa negara, ternyata banyak juga kaum muslimin, khususnya di negeri kita, malah berusaha meredupkan cahaya Islam. Lihatlah, bagaimama ukhuwah antara sesama muslim mulia kendor, bahkan bisa putus. Padahal, sesama muslim itu bersaudara dan pengikatnya adalah akidah dan syariat Islam yang biasa kita kenal ukhuwah islamiyah. Persaudaraan Islam. Gara-gara beda pilihan politik, pilihan capres/cawapres, berantemnya tak berujung. Terus dinyalakan entah sampai kapan.

Individu-individu muslim banyak yang nggak taat menjalankan ajaran agama. Pacaran di kalangan remaja (termasuk di hampir semua jenjang usia) seperti sudah jadi tradisi. Padahal, Islam mengatur dan membatasi interaksi antar lawan jenis bagi seorang muslim. Eh, ditabrak juga aturannya. Belum lagi yang biasa berkata kasar, menghina, mencela, berbohong, berbuat keji, ringan saja saat mencaci maki. Padahal, itu dilakukan oleh orang Islam dan dengan sesama muslim. Coba, apa nggak bikin heran?

Di bulan Ramadhan ini, suasana yang berpuasa hanya terasa di rumah, di pondok pesantren, di lingkungan warga yang memang taat terhadap syariat. Bagaimana di jalanan, di pasar, di tempat-tempat lainnya. Banyak kok kaum muslimin yang nggak berpuasa. Beragam alasan, beragam motif. Mungkin di antara kita masih bisa berprasangka baik bahwa itu mungkin orang yang sedang dalam perjalanan (musafir) yang memang boleh berbuka, atau jika itu wanita, mungkin sedang ada halangan bulanan, atau bisa jadi ada yang memang sakit. Banyak hal. Sulit kita terka dan deteksi. Sebab, puasa itu ibadah yang hanya diketahui pelakunya dan tentu saja Allah Ta’ala. Kita nggak bisa mengetahui, apalagi menilai. Paling banter adalah mengedukasi yang masih belum tercemar beragam pemikiran yang bertentangan dengan Islam. Kalo mau amar makruf dan nahi munkar, ya silakan. Namun, sesuaikan dengan kondisi kemampuan agar tak terjadi bikin makin runyam bagi orang awam dalam memandang Islam dan umatnya. Khawatir salah paham sehingga salah menebar berita.

Tetaplah beramal shalih setiap hari sepanjang hayat. Said bin Jubair rahimahullahu berkata, “Ketahuilah, setiap hari yang seorang mukmin hidup padanya adalah ghanimah (kesempatan emas untuk menambah bekal amal shalih).” (dalam Hilyatul Aulia, jilid 4, hlm. 276)

Muslim tapi tak islami

Sobat gaulislam, sudah sepantasnya kita bersyukur menjadi muslim. Sebab, Islam yang kita anut selama ini adalah satu-satunya agama yang Allah Ta’ala ridhai. Islam secara etimologi (bahasa) berarti tunduk, patuh, atau berserah diri. Adapun menurut syari’at (terminologi), apabila dimutlakkan berada pada dua pengertian.

Pertama, apabila disebutkan sendiri tanpa diiringi dengan kata iman, maka pengertian Islam mencakup seluruh bagian agama, baik ushul (pokok) maupun furu’ (cabang), juga seluruh masalah ‘aqidah, ibadah, keyakinan, perkataan dan perbuatan. Jadi pengertian ini menunjukkan bahwa Islam adalah mengakui dengan lisan, meyakini dengan hati dan berserah diri kepada Allah Azza wa Jalla atas semua yang telah ditentukan dan ditakdirkan, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang Nabi Ibrahim Alaihissallam, “(Ingatlah) ketika Rabb-nya berfirman kepadanya (Ibrahim), ‘Berserahdirilah!’ Dia menjawab: ‘Aku berserah diri kepada Rabb seluruh alam.’” (QS al-Baqarah [2]: 131)

Allah Azza wa Jalla juga berfirman, “Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” (QS Ali ‘Imran [3]: 19)

Dalam firman-Nya yang lain, “Dan barang siapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi.” (QS Ali ‘Imran [3]: 85)

Oya, ada penjelasan dari para ulama yang pernah saya dapatkan di kajian, bahwa pengertian Islam adalah berserah diri kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya, tunduk dan patuh kepada-Nya dengan ketaatan, dan berlepas diri dari perbuatan syirik dan para pelakunya.

Kedua, apabila kata Islam disebutkan bersamaan dengan kata iman, maka yang dimaksud Islam adalah perkataan dan amal-amal lahiriyah yang dengannya terjaga diri dan hartanya, baik dia meyakini Islam atau tidak. Sedangkan kata iman berkaitan dengan amal hati. (dalam Mufradaat Alfaazhil Qur-aan, hlm. 423, bagian سَلِمَ karya al-‘Allamah ar-Raghib al-Ashfahani).

Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla, “Orang-orang Arab Badui berkata, ‘Kami telah beriman.’ Katakanlah (kepada mereka), ‘Kamu belum beriman, tetapi katakanlah, ‘Kami telah tunduk (Islam),’ karena iman belum masuk ke dalam hatimu. Dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikit pun (pahala) amalmu. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.’” (QS al-Hujuraat [49]: 14)

Sungguh aneh bin ajaib sih, kalo ada orang Islam, ngakunya muslim, tetapi nggak islami perilakunya. Nggak mencermin sebagai muslim. Misalnya, shalat nggak pernah dilakukan atau jarang melakukan, masih doyan berjudi, bahkan biasa berzina, korupsi udah budaya sehari-hari, pacaran getol, puasa Ramadhan nggak pernah dikerjakan (tapi lebaran paling heboh ikut merayakan), berbohong tiap saat, mencaci maki sesama muslim justru paling doyan, sedekah ogah, dan beragam bentuk pelaksanaan syariat Islam malah sebagian besar nggak dilakukannya. Ini berarti muslim yang nggak taat. Harus segera sadar dan bertaubat.

Oya, sepertinya udah hilang rasa malu, bahkan rasa takut kepada Allah Ta’ala. Kalo orang yang punya rasa malu dan rasa takut kepada Allah Ta’ala, pasti dia nggak akan hidup semaunya sesuai jalan pikirannya yang dikuasai hawa nafsu. Sebab, rasa takut kepada Allah Ta’ala akan mencegah dia dari berbuat maksiat. Sebaliknya, akan kian taat.

Syaikhul Islam Imam Ibnu Taimiyah rahimahullah memberikan suatu faedah yang belum tuliskan dalam Majmu’ al-Fatawa, jilid 7, hlm. 24, “Rasa takut pada Allah membuat seseorang takut pada-Nya. Rasa takut ini membuat ia semakin mengenali Allah. Ilmu ini membuatnya semakin khasyah (khawatir akan siksa Allah). Lantas khasyah inilah yang mengantarkan pada ketaatan pada Allah. Jadi orang yang takut pada Allah pasti akan selalu menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Inilah yang dimaksudkan pertama kali. Yang menunjukkan hal ini adalah firman Allah Ta’ala, “Oleh sebab itu berikanlah peringatan karena peringatan itu bermanfaat, orang yang takut (kepada Allah) akan mendapat pelajaran, dan orang-orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya. (Yaitu) orang yang akan memasuki api yang besar (neraka)” (QS al-A’laa [87]: 9-12)

Sobat gaulislam, kita bisa muhasabah diri, introspeksi. Udah jadi muslim sejati atau belum. Atau levelnya udah naik jadi mukmin belum, sih. Mestinya ini yang dijadikan muhasabah. Malu banget kalo ngaku muslim tak perilaku nggak islami. Ada upaya nggak untuk menjaga harga diri sebagai muslim, lebih keren lagi kalo jadi mukmin? Seperti apa upayanya, bagaimana kendalanya, apa solusinya. Nah, jika setiap muslim berpikir demikian, rasa-rasanya lebih mudah mengaturnya. Sayangnya, nggak begitu konsepnya. Manusia itu tempat salah dan lupa. Bahkan ada yang doyan berbuat dosa. Nggak mempan diingatkan sekali, nggak langsung sadar kalo dinasihati. Sebab, manusia memang begitu karakternya, bukan mesin yang bisa di-setting sesuai keinginan dan target kita.

Namun, secara fakta memang ada orang muslim, karena kebodohannya maupun karena ketidakmauan untuk berpikir, akhirnya banyak yang berperilaku nggak islami, bahkan jauh dari akidah dan syariat Islam.

Yuk, mumpung di bulan Ramadhan, bagi kamu yang masih merasa belum islami, meski memiliki nama yang identik dengan Islam, bisa berani untuk sadar. Memulai dari awal, dan berbenah menjadi mukmin terbaik. Jangan malah menjadi penyumbang keburukan, yakni memberikan gambaran buruk kepada Islam dan kaum muslim melalui cara berpikir dan cara berperilaku yang nggak islami. Ngakunya bergama Islam, ngakunya muslim, tetapi bulan Ramadhan malah sengaja nggak puasa dengan alasan yang dibuat-buat. Aduh, kok gitu sih alasannya? Sudahi, jauhi, dan bersemangatlah dalam mengamalkan ajaran Islam dengan seutuhnya, semaksimal kita bisa, dan berdoalah kepada Allah Ta’ala agar dimudahkan. [O. Solihin | IG @osolihin]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *