Tuesday, 8 October 2024, 03:01
lisantangan

gaulislam edisi 783/tahun ke-16 (28 Rabiul Awwal 1444 H/ 24 Oktober 2022)

Kayaknya nasihat ini udah sering banget ya kita dengar. Di rumah, di sekolah, di pesantren, di lingkungan kita sendiri. Ceramah soal ini pun bejibun banget di media sosial. Baik tulisan maupun video. Intinya, udah banyak banget yang menyarankan untuk berbuat baik. Khususnya dalam menjaga lisan dan menjaga tangan kita. Menjaga dari apa? Tentu, menjaga lisan kita supaya nggak asal ngomong. Jangan sampe memaki, menyakiti, mencela, berbohong. Baik kepada diri sendiri, apalagi kepada orang lain. Begitu juga tangan kita. Harus dijaga agar nggak asal mukul, nggak asal ngemplang orang. Nggak asal jemari kita nulis berita bohong atau berisi kata-kata jorok dan kasar. Berat. Namun memang harus kita jalani proses dan aturannya.

Memang agak sulit untuk menghentikan kebiasaan buruk terkait lisan dan tangan bagi kamu yang udah terpapar pergaulan dalam lingkungan yang terbiasa berkata kasar, ngomogin jorok, mudah memaki dan mencela, terbiasa berbohong, mudah memukul dan menggunakan jemarinya untuk menuliskan kata-kata tak senonoh, kasar, dan sejenisnya. Namun, bukan berarti nggak bisa lepas dari kebiasaan tersebut. Insya Allah bisa asalkan ada niat dan upaya sungguh-sungguh untuk berubah menjadi baik serta memohon pertolongan Allah Ta’ala agar dimudahkan prosesnya. Itu kembali kepada kita sendiri. Mau nggak menjadi baik?

Sobat gaulislam, dalam Islam udah ada aturannya, lho. Ada adabnya. Bahkan khusus untuk lisan dan tangan yang digabung ini ada juga haditsnya.

Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Seorang muslim adalah seseorang yang orang muslim lainnya selamat dari ganguan lisan dan tangannya” (HR Bukhari, no. 10)

Hadits di atas juga diriwayatkan oleh Muslim no. 64 dengan lafaz (yang artinya): “Ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapakah orang muslim yang paling baik ?’Beliau menjawab, “Seseorang yang orang-orang muslim yang lain selamat dari gangguan lisan dan tangannya”.

Menukil dari laman almanhaj.or.id, dijelaskan bahwa al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani menjelaskan hadits tersebut. Beliau berkata, “Hadits ini bersifat umum bila dinisbatkan kepada lisan. Hal itu karena lisan memungkinkan berbicara tentang apa yang telah lalu, yang sedang terjadi sekarang dan juga yang akan terjadi saat mendatang. Berbeda dengan tangan. Pengaruh tangan tidak seluas pengaruh lisan. Walaupun begitu, tangan bisa juga mempunyai pengaruh yang luas sebagaimana lisan, yaitu melalui tulisan. Dan pengaruh tulisan juga tidak kalah hebatnya dengan pengaruh tulisan.”

Itu sebabnya, dalam sebuah sya’ir disebutkan:

Aku menulis dan aku yakin pada saat aku menulisnya. Tanganku kan lenyap, namun tulisan tangannku kan abadi.

Bila tanganku menulis kebaikan, kan diganjar setimpal. Jika tanganku menulis kejelekan, tinggal menunggu balasan.

So, jelas ya. Islam udah mengatur soal ini dengan sangat gamblang. Jadi, kita kudu hati-hati dalam menjaga lisan dan tangan kita. Nggak sembarangan berucap dan menggerakkan tangan (termasuk jemari kita). Jangan sampe yang diucapkan atau dituliskan adalah keburukan. Nggak banget!

Adab menjaga lisan

Lisan merupakan nikmat yang bisa dipakai untuk kebaikan atau keburukan. Barang siapa yang menggunakannya untuk kebaikan maka dia akan mendapatkan keberuntungan yang besar di dunia dan akhirat. Sebaliknya, barang siapa yang menggunakannya untuk keburukan maka lisannya ini dapat menyebabkan dirinya mendapatkan kesengsaraan di dunia dan akhirat, maka jagalah lisan, Bro en Sis.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka berkatalah yang baik atau diam.” (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)

Dalam hadits lain, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Sesungguhnya seorang hamba benar-benar mengucapkan kata-kata yang mendatangkan keridhaan Allah namun tidak disadarinya, padahal dengannya Allah meninggikan beberapa derajat untuknya. Dan seseorang benar-benar mengucapkan kata-kata yang mengundang kemurkaan Allah namun tidak disadarinya yang membuatnya jatuh ke dalam neraka Jahannam.” (HR Bukhari dari Abu Hurairah)

Kamu perlu tahu juga lho, bahwa gara-gara salah ngomong atau mengucapkan kata-kata yang buruk maka akan menjerumuskan pelakunya ke dalam neraka. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Sesungguhnya seorang hamba ada yang mengucapkan kata-kata yang tidak dipedulikannya, padahal karenanya ia jatuh ke dalam neraka yang jauhnya lebih jauh daripada antara timur dan barat.” (HR Muslim)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersabda kepada Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu (yang artinya), “Maukah kamu aku beritahukan penopang semua (amal) itu? Mu’adz menjawab, “Mau wahai Rasulullah.” Maka Rasulullah berisyarat ke lisannya dan bersabda, “Jagalah ini.” Aku berkata, “Wahai Nabi Allah, apakah kita akan disiksa karena ucapan yang kita sampaikan?” Beliau bersabda, “Bagaimana kamu ini, bukankah yang menyebabkan orang-orang terjungkil balik di atas wajahnya di neraka–atau kata Beliau: di atas hidungnya–karena ulah lisan-lisan mereka.” (HR Tirmidzi, ia katakan, hadits hasan shahih)

Imam Syafi’i rahimahullah berkata, “Jika engkau hendak berbicara, maka berfikirlah dahulu sebelum berbicara. Apabila ada maslahatnya barulah bicara, jika ragu-ragu, maka tunggu dengan tidak berbicara sampai jelas (maslahatnya).” (Disebutkan oleh Imam Nawawi dalam al-Adzkar)

Sobat gaulislam, apa aja sih adab terkait menjaga lisan ini? Secara singkat saya tuliskan, ya. Semoga menjadi tambahan wawasan buat kamu semua. Saya rangkum dari berbagai sumber bacaan yang pernah saya baca.

Pertama, berbicaralah yang baik, seperti untuk memberi nasihat, berzikir, menyampaikan kebaikan, mengajak orang lain membantu saudaranya, dan mendamaikan orang yang bertengkar. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Barang siapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.” (QS an-Nisaa [4]: 114)

Kedua, hindari banyak bicara, karena banyak bicara adalah kunci pembuka pintu dusta, pintu ghibah (menggunjing), dan namimah (adu domba) serta pintu-pintu maksiat lisan lainnya. Semua akan dimintai pertanggungan jawabnya kelak. Ingat lho, firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Tidak ada suatu ucapan pun yang  diucapkan seseorang  melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS Qaaf [50]: 18)

Ketiga, jangan gampang sebar informasi. Nggak baik bagimu selalu menyampaikan setiap berita yang kamu dengar. Saring sebelum sharing. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Cukuplah seseorang berdusta ketika menyampaikan setiap yang didengarnya.” (HR Muslim dari Abu Hurairah)

Keempat, berbicaralah untuk hal yang mengandung manfaat. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Di antara tanda baiknya keislaman seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak berguna.” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah, dishahihkan oleh al-Albani)

Kelima, hindari sikap mengejek, mengolok-olok dan memandang rendah lawan bicara. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk setelah beriman. Barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS al-Hujurat [49]: 11)

Oya, maksud “jangan mencela dirimu sendiri” adalah mencela antara sesama mukmin karena orang-orang mukmin seperti satu tubuh.

Sedangkan maksud “panggilan yang buruk” adalah gelar yang tidak disukai oleh orang yang digelari, seperti panggilan kepada orang yang sudah beriman dengan panggilan “Hai fasik, Hai kafir,” dan sebagainya.

Keenam, hindari berkata kotor, mencela, dan melaknat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Orang mukmin bukanlah orang yang suka mencela, melaknat, berkata keji, dan berkata kotor.” (HR Bukhari dalam al-Adabul Mufrad dan dishahihkan oleh al-Albani)

Ketujuh, jauhilah berdebat meskipun kita berada di posisi yang benar, dan jangan bercanda yang dusta.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Aku menjamin istana di sekitar surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan meskipun benar, dan menjamin istana di tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meskipun bercanda, serta aku menjamin istana di bagian atas surga bagi orang yang baik akhlaknya.” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah, dihasankan oleh al-Albani)

Kedelapan, menjauhi ghibah (gosip) dan namimah (mengadu domba). Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.” (QS al-Hujurat [49]: 12)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Tahukah kalian ghibah itu?” Para sahabat berkata, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau bersabda, “Yaitu ketika engkau menyebut tentang saudaramu hal yang tidak disukainya.” Lalu ada yang bertanya, “Bagaimana jika memang demikian keadaan saudaraku?” Beliau menjawab, “Jika demikian keadaan saudaramu, berarti engkau telah mengghibahinya, dan jika tidak demikian keadaan saudaramu maka berarti engkau telah berkata dusta terhadapnya.” (HR Muslim)

Banyak juga, ya. Ini versi ringkasnya, lho. Masih banyak adab lainnya terkait menjaga lisan ini. Saya sekadar menuliskan beberapa saja untuk menjelaskan betapa pentingnya menjaga lisan.

Itu sebabnya, sebaiknya kita jaga lisan kita dan kita gunakan untuk kebaikan seperti untuk membaca al-Quran, zikir, ber-amar ma’ruf dan nahy munkar, bershalawat kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, beristighfar, memberi nasihat, berdakwah, dsb. Yuk, kita bisa.

Bagaimana dengan tangan? Di awal sudah ada sih hadisnya, ya. Jadi penjelasan tambahannya, kalo ingin disebut muslim yang baik, maka gunakan tangan untuk hal-hal kebaikan. Jangan asal pukul, jangan mencuri, jangan digunakan untuk nge-bully teman (misalnya ngeplak kepalanya dsb), atau jemari kita digunakan untuk mengetik kata-kata bohong, makian, celaan, dan menghina orang lain, apalagi kalo sampe menghina ajaran Islam dan kaum muslimin. Itu malah lebih parah, sih. Miris, belum lama ada orang yang ngakunya muslim tetapi menghina syariat Islam melalui berbagai cuitannya di Twitter. Itu bukan saja keterlaluan, tetapi bisa terkategori menjadikan dia munafik atau malah murtad dari Islam. Ngeri.

Itu sebabnya jaga lisan, jaga tangan. Nggak boleh sembarang digunakan. Ada aturan mainnya. Ada pahala dan dosa. Pahala bagi yang menggunakannya untuk kebaikan. Dosa bagi yang menggunakannya untuk kemaksiatan. Begitu. Cate, ya! [O. Solihin | IG @osolihin]