Saturday, 14 December 2024, 00:42
babsedih

gaulislam edisi 892/tahun ke-18 (23 Jumadil Awal 1446 H/ 25 November 2024)

Kita bahas topik yang serius, tapi penting banget. Ini soal angka kasus bunuh diri yang terus naik di Indonesia. Spoiler alert, angkanya serem banget. Saya coba rangkum dan sarikan informasinya dari beberapa berita yang beredar belum lama ini. Menurut komunitas Into The Light Indonesia, sepanjang 2024 aja tercatat 826 kasus. Itu aja yang tercatat, lho. Bayangin berapa banyak yang nggak masuk radar? Rizky Iskandar Sopian, konselor dari komunitas ini, bilang kalau kasus bunuh diri itu kayak gunung es: yang kelihatan cuma pucuknya, tapi yang tenggelam di bawah lebih serem lagi.

Dan nih, menurut Rizky, ada “gap” alias jurang antara data yang dilaporkan dengan kasus nyata. Bisa beda sampe… tiga kali lipat! Serius, 300 persen, Bro en Sis! Kenapa bisa gini? Ternyata, stigma di masyarakat jadi penghalang utamanya. Banyak keluarga korban takut melapor karena khawatir dicap buruk. Misalnya, ada keluarga korban bunuh diri. Mereka takut banget nanti tetangga ngomongin: “Ih, keluarganya nggak becus ngurus anak.” Padahal, siapa sih yang pengen tragedi kayak gini? Stigma kayak gini cuma bikin orang makin ngerasa sendirian. Bukannya ditolong, malah dituduh-tuduh. Kan sedih banget.

Sobat gaulislam, ini bukan soal yang bisa kita cuekin sambil nge-scroll meme receh di sosmed. Jadi sekali lagi, ini soal kasus bunuh diri di kalangan remaja lagi naik daun, tapi ini bukan prestasi yang harus dibanggain. Malah, ini alarm keras buat kita semua. Data lainnya bikin kita merinding juga. Kalo sebelumnya di tahun 2024, ini kita bandingkan dengan data dari Januari sampai Juli 2023 aja, ada 640 kasus bunuh diri di Indonesia. Itu artinya, rata-rata tiga nyawa melayang setiap harinya. Gimana nggak bikin kepala cenut-cenut dan hati berdebar?

Dua kasus tragis di awal Oktober 2024 jadi bukti nyata bahwa masalah ini deket banget sama kita. Satu kasus terjadi di Surabaya, seorang mahasiswa, dan yang satu lagi menimpa mahasiswa Universitas Tarumanegara di Jakarta Barat. Masih muda, masih punya jalan panjang, tapi memilih untuk menyerah. Kita nggak tahu pasti apa yang mereka alami, tapi ini nunjukin satu hal: ada yang salah, dan itu butuh perhatian kita.

Berdasarkan data Pusiknas Polri, angka bunuh diri naik 31,75 persen dibanding tahun lalu (2022, yakni sebanyak 486 kasus). Serius, ini bukan cuma angka di atas kertas. Ini adalah cerita pahit yang gagal tersampaikan, jeritan hati yang nggak sempat didengar, dan masalah yang nggak terpecahkan. Ada yang salah, baik di level individu, keluarga, sekolah, bahkan mungkin masyarakat.

Jadi, apa yang bisa kita lakuin? Setidaknya kita bisa mulai dari langkah kecil. Peka sama sekitar. Kadang, teman yang paling sering ketawa di depan kita bisa jadi yang paling rapuh di dalam dirinya. Jangan ragu untuk nanya kabar mereka, meskipun cuma sekadar, “Eh, lo baik-baik aja, kan?” Itu kecil, tapi bisa berdampak besar.

Terus, stop bikin stigma negatif soal kesehatan mental. Ini serius, bukan bahan bercandaan. Remaja yang ngerasa depresi atau cemas berat itu butuh dukungan, bukan di-judge atau dikatain lemah. Kalau kita sendiri nggak bisa bantu, minimal bantu mereka cari bantuan profesional.

Oya, kenapa kita harus peduli? Karena hidup itu berharga, dan nggak ada yang terlalu kecil untuk bikin perubahan. Kadang, cuma jadi teman ngobrol atau pendengar yang baik aja udah cukup untuk nyelametin satu nyawa. Dan siapa tahu, langkah kecil kamu bisa jadi awal buat turunin angka-angka menyeramkan itu.

Awas depresi!

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Siapa sih yang nggak kepingin populer? Followers rame, likes melimpah, semua orang muji-muji kamu. Tapi, eh, tunggu dulu! Ternyata popularitas nggak selalu manis kayak topping boba di minuman kamu. Ada sisi gelapnya yang serem banget.

Di layar medsos banyak di antara remaja yang kadang kayak hidup di bawah kaca pembesar. Semua gerak-gerik mereka dinilai, dikomentarin, bahkan dihakimi oleh sesama netizen. Di kehidupan nyata juga nggak jauh beda. Ada aja sesama remaja yang nge-bully. Nah, kalo pandangan itu mulai negatif, tekanan mental mereka jadi overload, kayak aplikasi HP yang kehabisan RAM.

So, jangan sampe tekanan mental bikin kamu down. Cobalah untuk melakukan konseling. Walau mungkin ada juga di antara kamu yang khawatir menjalani konseling karena takut dianggap “lemah” atau “gagal.” Mendingan kamu cerita ke orang yang bisa ngasih solusi. Kalo kamu merasa tertekan, jangan bersedih hati. Lakukan sesuatu yang bisa bikin kamu yakin dan hepi. Jangan berhenti di bab sedih, lanjut ke bab berikutnya dalam kehidupan kamu yang bikin bahagia.

Banyak di antara remaja yang bunuh diri karena nggak paham agama. Jadi, mereka seringkali kehilangan pegangan hidup pas lagi terpuruk. Bayangin aja, kayak naik roller coaster tapi nggak pake seatbelt. Hidup banyak ujian dan cobaan, tapi minim iman. Nggak ada pegangan atau tempat untuk berlindung. Ngeri banget, kan?

Menurut WHO, ada 50 ribu kasus bunuh diri setiap tahun di Indonesia, dan kebanyakan dilakukan oleh anak muda usia 15-24 tahun. Nah, ini yang serem: remaja putra lebih ‘berhasil’ saat bunuh diri dibanding remaja putri. Kenapa? Karena cowok biasanya pake cara yang lebih ekstrem, kayak gantung diri atau loncat dari tempat tinggi. Sedangkan cewek cenderung pake metode yang lebih ‘lembut’, kayak minum racun serangga—itu pun kalo racunnya nggak ketuker sama sirop rasa stroberi. Eh?

Eka Viora, pakar kejiwaan dari RS Marzuki Mahdi, Bogor, bilang bahwa jumlah percobaan bunuh diri memang lebih banyak dilakukan remaja putri. Tapi tingkat ‘keberhasilan’ (ini istilahnya serem banget ya) lebih tinggi di remaja putra. 

Depresi memang bisa bikin orang galau dan nekat. Secara umum bisa dikategorikan mereka yang merasa sendiri gara-gara putus cinta, ditinggal pacar nikah, penyakit yang nggak sembuh-sembuh, utang yang numpuk (apalagi kalo korban pinjol dan judol), sampai suami atau istri yang selingkuh. Semua itu jadi pemicu depresi yang bisa bikin seseorang ambil keputusan ekstrem.

Contohnya, ada tuh kisah tragis remaja yang bunuh diri cuma gara-gara pacarnya tiba-tiba ghosting. Ya ampun, ghosting emang nyebelin, tapi masa iya kamu rela ninggalin hidup cuma karena itu? Atau yang lebih ironis, ada juga yang putus asa gara-gara nggak lulus ujian. Helloooo, hidup itu bukan soal ujian doang, Bro en Sis! 

Jangan bunuh dirimu

Bunuh diri bukan solusi. Setiap masalah, pasti ada jalan keluarnya. Kalau hari ini terasa berat, percaya deh, esok bisa lebih ringan. Jadi, jangan menyerah, ya! Kamu nggak sendirian, dan kamu pantas untuk bahagia.

Pernah nggak sih kamu denger orang bilang, “Aku cinta banget sama diriku.” Tapi, eh, di saat ada masalah berat, mereka malah milih jalan pintas yang salah—bunuh diri. Wah, itu mah bukan cinta sama diri sendiri, tapi kayak ngasih “tiket neraka” buat diri sendiri. Serem, kan?

Firman Allah Ta’ala dalam QS an-Nisaa` ayat 29, Allah udah jelas banget melarang kita buat ngebunuh diri. “Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” Nggak cuma Allah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga ngingetin dengan tegas. Beliau bersabda (yang artinya), “Barang siapa yang mencekik lehernya, ia akan mencekik lehernya sendiri di neraka. Dan barang siapa yang menusuk dirinya, ia akan menusuk dirinya sendiri di neraka.” (HR Bukhari dan Muslim)

Kalau mau lebih lengkap, ada hadis lain yang ngejelasin konsekuensi menyeramkan dari bunuh diri, tergantung “metodenya.” Misalnya, kalau bunuh diri pakai racun, nanti bakal minum racun terus-menerus di neraka. Kalau loncat dari tempat tinggi, ya… siap-siap loncat lagi di neraka, tapi kali ini tanpa henti. Ngeri banget, kan? 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda (yang artinya), “Barang siapa bunuh diri dengan menggunakan besi yang tajam, maka alat yang digunakannya itu akan dihunjamkan ke dalam perutnya kelak di hari kiamat dalam api neraka; di dalamnya ia kekal abadi. Barang siapa bunuh diri dengan meminum racun, maka kelak dalam api jahanam racun tersebut akan diminum dengan tangannya; di dalamnya ia kekal abadi. Barang siapa yang terjun dari sebuah gunung (tempat yang tinggi) untuk bunuh diri, maka ia akan terjun di dalam api neraka; di dalamnya ia kekal abadi.” (HR Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah ra; dalam al-Fath al-Kabir, III/224)

Sobat gaulislam, hidup itu emang kadang kayak drama sinetron—penuh lika-liku, konflik, dan air mata. Tapi itu nggak berarti kita boleh menyerah. Bunuh diri tuh nggak menyelesaikan masalah. Malah, yang ada, nambah dosa. Kalau kamu pikir dengan mengakhiri hidup semua selesai, hmm, itu ilusi. Setelah mati, masih ada tanggung jawab besar di akhirat.

Jadi, yang bikin kita bisa bertahan apa, sih? Iman! Kalau iman kamu masih nyala—walaupun cuma kayak lampu hemat energi yang redup—kamu bakal tahu kalau hidup ini nggak selamanya susah. Allah itu Maha Penyayang, dan setiap ujian pasti ada jalan keluarnya. Bahkan di ayat lain Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Jangan berputus asa dari rahmat Allah. (QS az-Zumar [39]: 53)

Sekarang pertanyaannya: kamu beneran cinta sama diri sendiri, atau cuma ngaku-ngaku? Kalau beneran cinta, kamu nggak akan nyakitin diri sendiri, apalagi sampai bunuh diri. Karena cinta sejati itu bikin kita peduli, sabar, dan berjuang menghadapi tantangan. Sedangkan cinta palsu? Itu cuma drama. Ngomong cinta, tapi giliran ada masalah langsung ngibarin bendera putih. 

Hidup itu bukan cuma soal nyaman atau susah. Hidup itu adalah kesempatan buat ngejar ridha dan rahmat Allah Ta’ala. Jadi, kalo lagi ada masalah, jangan cari jalan pintas yang salah. Curhatlah kepada Allah Ta’ala. Minta solusi, doa, dan sabar. Percaya deh, semua itu bakal membuahkan hasil. 

Jadi kalo lagi sedih atau banyak tekanan dan bikin mental kamu down, curhat aja ke yang Maha Kuasa. Nggak ada yang lebih ngerti masalah kamu selain Allah Ta’ala. Kamu boleh juga cari teman atau konselor. Jangan pendam masalah sendirian. Teman baik atau konselor itu ibarat charger buat mental kamu. Berikutnya, hindari stres berlebihan. Setiap orang bisa mengalami stres. Tapi jangan sampe kebablasan atau berlebihan. Kalo lagi galau, nggak apa-apa kok rehat sejenak. Baca al-Quran, zikir dan doa. Jangan malah dengerin musik yang bikin galau. Boleh sesekali jalan-jalan, atau lakukan hal yang bikin kamu happy tapi tetap syar’i alias sesuai tuntunan syariat. Perlu diingat dan dipahami, bahwa hidup itu kayak jalan mendaki. Capek, iya. Tapi pemandangannya bakal keren banget kalau kamu berhasil sampai puncak. Jadi, nikmati prosesnya.

Sobat gaulislam, hidup emang nggak mudah, tapi itu bukan alasan buat menyerah. Ingat, kamu itu berharga, punya potensi. Dan yang penting, kamu nggak sendirian. Allah Ta’ala itu selalu dekat, jadi jangan ragu buat minta tolong. Jangan cuma ngaku cinta diri sendiri, tapi buktikan dengan menjaga dan menghargai hidupmu. Kamu itu penting, kamu itu keren, dan dunia ini lebih indah dengan kehadiranmu yang teguh memegang iman. Perjalanan hidup masih panjang. Itu sebabnya, jangan berhenti di bab sedih. [O. Solihin | IG @osolihin]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *