Sunday, 28 April 2024, 02:37

gaulislam edisi 602/tahun ke-12 (1 Ramadhan 1440 H/ 6 Mei 2019)

Assalaamualaikum Bro en Sis. Gimana kabarnya semua? Semoga masih punya semangat untuk hijrah dan berdakwah ya. Ngomong-ngomong nih Bro en Sis, ada yang suka nonton film? Atau mungkin udah jadi hobi kali ya. Kalau Bro en Sis suka banget nonton film, pasti pernah denger dong film satu ini judulnya ‘Kucumbu Tubuh Indahku’ karya Garin Nugroho. Eh, atau malah pernah menontonnya? Ih, ati-ati, ya!

Garin Nugroho memproduksi film ini bersama dengan menantunya, Ifa sebagai produser. Film ini mendapat penghargaan Cultural Diversity Award under the patronage of UNESCO pada Pasific Screen Awards ke-12 di Brisbane, Australia. Sebelumnya, film ini juga mendapat penghargaan Bisato D’Oro Awards 2018 dari Venice Independent Film Critic awal September 2018 dan Best Film di Festival Des 3 Contintens di Nantes, Perancis. Kelihatannya film ini bagus banget ya sampe dapat penghargaan-penghargaan bergengsi, menjanjikan gitu isi filmnya? Konon labarnya, film ini juga bakalan mampir di Amerika Serikat, Meksiko dan Jepang, loh.

 Film ini menceritakan tentang Juno sejak kecil sampai dewasa ketika dia menjadi penari di sebuah desa di Jawa Tengah yang terkenal dengan seni tari Lengger Lanang. Tarian ini menampilkan penari laki-laki yang menyerupai penampilan perempuan. Para penari Lengger harus menyatukan sisi maskulin dan feminin ketika menari.

Juno harus pindah dari desa ke desa lainnya karena banyak kekerasan yang muncul. Juno sendiri sudah hidup tanpa kedua orangtua sejak kecil. Juno tinggal di rumah guru tari Lenggernya, kemudian pindah ke rumah bibinya. Akhirnya Juno tinggal bersama pamannya dan kehidupannya mulai tertata. Di sinilah Juno bertemu seorang petinju desa setempat dan berakhir dengan sebuah hubungan romantis.

Tapi semua berakhir dengan meninggalnya si petinju karena ginjalnya dijual oleh bandit desa karena kalah dalam pertarungan dan pamannya yang meninggal sambil bersandar di atas kursi. Akhirnya Juno pindah tempat lagi dan tinggal dengan orang-orang dari paguyuban seni Lengger. Konflik muncul kembali dari seorang bupati yang menganggap Juno sebagai jimat kemenangan untuk pemilihan Pilkada dan memendam perasaan kepada Juno.

Karena tahu sedang diperalat Juno mencari perlindungan kepada seorang warok dan berakhir dengan murka sang bupati. Sang bupati pun membalaskan dendamnya dengan menghancurkan paguyuban seni Lengger. Merinding nggak sih, Bro en Sis? Ditambah ada beberapa hal dan mungkin hampir semua perlu digaris-bawahi.

Tentu saja film ini mendapatkan banyak sekali pro dan kontra saat akan ditayangkan di Indonesia. Bahkan muncul petisi penolakan film yang dalam bahasa Inggris berjudul ‘Memories of My Body’ ini. Petisi ini ditanda tangani lebih dari 5.800 orang dan ditujukan kepada Komisi Penyiaran Indonesia. Isi petisi itu sendiri untuk memboikot film ini karena dinilai mendukung LGBT. Hiiyy…serem nggak sih, Bro en Sis?

Sobat gaulislam, sejumlah kalangan juga khawatir kalau film ini akan memicu efek negatif untuk masyarakat khususnya para remaja. Kamu tentu ingat dong LGBT sempat menjadi perbincangan panas di Tanah Air selama beberapa bulan belakangan ini.

Mungkin di Indonesia belum ditetapkan hukum tentang LGBT seperti di sejumlah negara yang menetapkan hukuman mati untuk kaum LGBT seperti Brunei, Afganistan, Iran, Sudan, Nigeria, Yaman, Arab Saudi, Qatar dan Somalia. Tapi tetap saja itu adalah hal yang tabu untuk masyarakat dan pastinya tidak sesuai dengan Islam.

Kabarnya, Garin Nugroho sendiri tidak keberatan kalau ada pihak yang tidak menyukai filmnya selama pihak tersebut sudah menonton sendiri filmnya. Menurutnya, tema maskulin dan feminin jarang sekali diangkat menjadi film, tema gender sendiri menyatu dalam kesenian dan film ini jauh dari hal-hal yang bersifat vulgar.

Produser film ‘Kucumbu Tubuh Indahku’ juga yakin kalau film ini tidak secara khusus membahas mengenai LGBT, tapi mengenai manusia itu sendiri dengan traumanya. Dan bagi Ifa, film ini berbicara mengenai kemanusiaan karena yang dialami oleh Juno juga dirasakan oleh orang lain. Ah, fakta atau asal klaim pendapat? Tetapi yang pasti pembuat film ini sedang menggiring opini agar masyarakat memaklumi adanya kelainan orientasi seksual tersebut. Bahaya!

Ada unsur LGBT, kok bisa lolos?

    Nah, inilah yang harus dipertanyakan. Padahal jelas sekali loh di film ini menceritakan tentang seorang laki-laki yang menyerupai perempuan ditambah ada adegan dimana sepasang lelaki saling menyukai (dalam pengertian lebih dari sekadar suka), kalau bukan LGBT, apalagi?

    Garin Nugroho menyayangkan ajakan pemboikotan itu dan menyebutnya sebagai tindakan yang mencederai kebebasan berkarya. Dia percaya film ini mempunyai kekuatan hukum karena sudah lulus sensor. Hehehe kalo yang tukang sensornya seide dengan apa yang sedang disensor, ya lolos, lah! Hati-hati lho, kita memang boleh mengekspresikan kebebasan berkarya kita tapi ingat, harus sesuai dengan Islam.

Kenapa harus sesuai dengan Islam? Jelas dong, bagi seorang muslim dan muslimah memang harus taat dengan perintah Allah Ta’ala. Model pendapat-pendapat seperti Garin Nugroho dan menantunya, Ifa harus dikritisi dan dilawan dong. Karena kebebasan berkarya bukan dengan cara seperti itu. Meskipun film ini dinyatakan telah lolos sensor, tetap saja ada beberapa hal yang tidak bisa ditoleransi.

Misalnya, ada adegan Juno sama petinju pelukan terus disensor tapi adegan Juno berdandan dan menari seperti perempuan tetap diperlihatkan, bukannya itu sama saja? Apalagi jika yang melihat film ini adalah orang-orang awam, pikiran mereka bisa teracuni dan terbiasa dengan LGBT, lalu membolehkan dan malah mendukung LGBT. Bahaya pisan itu mah!

Mungkin di film ini memang tidak blak-blakan mengatakan, “Kamu LGBT ya?”,”Aku sebenarnya gay,” dan lain-lain tapi hal itu ditunjukkan secara halus melalui perilaku dan interaksi para tokoh. Film ini juga menunjukkan bahwa mereka cenderung mendukung LGBT dengan alasan kemanusiaan dan kebebasan berekspresi.

Hati-hati ya, Bro en Sis, jangan sampai pemikiran seperti ini mampir ke benak kita, karena pemikiran inilah yang bisa merusak kehidupan masyarakat, apalagi film ini juga bertentangan dengan Islam.

Berkarya rasa Islam

Sobat gaulislam, pasti kamu tahu kalau semua yang ada di dunia ini ada aturannya, bahkan memasak air juga ada aturannya. Maksudnya, apapun yang kamu lakukan harus sesuai dengan aturan Islam. Jangan diabaikan apalagi sampai dilanggar, termasuk ketika berkarya. Jangan karena mengikuti apa yang sedang viral, mencari sensasi apalagi sengaja menentang aturan Islam. Ih, nggak banget deh! 

Why? Karena hal ini bukan sekadar hal sepele seperti “Oh cuma film kok,” tapi ini menyangkut peraturan Islam. Tapi jangan salah sangka ya, Islam memberikan aturan-aturan itu bukan tanpa alasan. Justru aturan-aturan itu akan menyelamatkan umat manusia dari berbagai masalah. Boleh-boleh saja kok kalau kamu mau berkreasi dengan karya-karyamu. Syaratnya, selama karya itu tidak melanggar peraturan Islam, ya.

Nah, balik lagi ke topik kali ini, kenapa film ‘Kucium Tubuh Indahku’ ini bisa lolos sensor? Selain alasan di atas, hal ini terjadi karena kurangnya pengawasan dari individu, masyarakat dan negara. Banyak banget ya yang harus ngawasin? Oh tentu saja Bro en Sis, karena dampaknya bisa mempengaruhi mulai dari individu, masyarakat, sampai negara. Luar biasa kan efeknya?

Nah, karena hal ini bisa membahayakan kehidupan umat manusia, negara wajib memberikan sanksi atau hukuman. Kenapa harus negara? Karena negaralah yang mengatur kehidupan masyarakatnya, mana yang perlu diterima dan mana yang harus ditidak-lanjuti. Jadi kamu harus banyak berdoa dan ikhtiar supaya aturan Islam bisa diterapkan di Indonesia dan seluruh dunia, sehingga film-film seperti ini tidak akan meracuni umat manusia, setuju nggak? Harus setuju dong.

Dikritisi, bukan dinikmati

So, film ini adalah sampah. Karya yang tidak pantas untuk dilihat, sama sekali tidak ada manfaatnya dan tidak berguna. Mungkin kedengerannya agak kasar ya, tapi itulah faktanya. Lebih baik dijauhi jangan sampai dijadikan salah satu film favoritmu. Sebab, kalo kamu sampai ada yang menyukai film ini berarti ada yang harus diperbaiki di dalam diri kamu. Beneran!

Kalao kamu mau dan mampu sih, bikin deh karya terbaik untuk menandingi film ini, buat karya kekinian yang tidak lepas dari Islam. Jangan takut karena melihat sederet penghargaan yang didapat film ini, karena itu hanya bersifat dunia dan semu. Mungkin agak terlihat sulit untuk dilakukan, tapi jangan menyerah. Terus berusaha mengembangkan karya-karya dan bakat yang dimiliki.

 Jadi, untuk sementara ini, sambil membuat karya untuk menandingi film tersebut kamu cukup mengkritik film tersebut dan memberikan petisi penolakan ya, agar film tersebut tidak menyebar luas. Bagi kamu yang udah terlanjur nonton film ini, tetap harus dikritisi bukan dinikmati. Dan, bagi kamu yang khawatir akan tergoda dengan film ini, pastinya jangan coba-coba nonton, cukup baca sinopsis ceritanya aja, ya.

Itu sebabnya, sesuai judul buletin edisi kali ini, kami menolak siapa pun dan dalam media apa pun yang berjualan konten LGBT. Beneran, lho. Jangan diem bae lihat kemaksiatan tersebar kayak sekarang.

Membiarkan, apalagi menyebarkan karya seperti ini, sama saja dengan menumbuh-suburkan keburukan dan kemaksiatan. Jika itu yang dipilih atau dibiarkan, maka tunggulah malapetaka berikutnya. Bukan menakut-nakuti, tapi jika maksiat sudah merajalela dan dibiarkan bahkan diberikan tempat istimewa, konsekuensinya memang mendatangkan azab Allah Ta’ala.

Dari Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu ia berkata (yang artinya): “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kalian benar-benar membaca ayat ini ‘Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk’ (Al-Maidah:105), karena sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Sungguh manusia bila mereka menyaksikan orang zhalim namun tidak menghentikannya, dikhawatirkan Allah akan menjatuhkan hukuman-Nya pada mereka semua’” (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi dan lainnya)

Semoga hadits ini cukup menjadi penyemangat kita untuk menolak kemaksiatan, termasuk kemaksiatan yang dikemas dalam media yang diklaim sebagai karya seni. [Zulfa AR | IG @rifalnazar]