Monday, 4 November 2024, 20:58

  gaulislam edisi 252/tahun ke-5 (2 Syawwal 1433 H/ 20 Agustus 2012)

Nggak terasa ya, kita udah mengakhiri Ramadhan dan dilanjut merayakan Idul Fitri kemarin. Yups, ini juga berarti datangnya saat-saat istimewa yang paling kita nantikan selama Ramadhan. Ya, benar saja. Horee! Itu saat dimana kita udah bebas makan enak sepuasnya, saat dimana kita bakar-bakar petasan dan kembang api, saat kita lomba gokil-gokilan pesan SMS tentang lebaran, saat dimana kita bisa nogkrong dengan lebih bebas bareng temen-temen, dan tentunya begadang bisa lebih nyaman! Hihihi…

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam, pokoknya banyak banget kesenangan yang udah lama kita nantikan selama Ramadhan, yakni di lebaran kemarin. Gimana nggak? Setelah sebulan lamanya nahan perut yang terus saja menjerit tersiksa (‘tersiksa’ terdengar lebih dramastis, hehe) menahan hawa nafsu kita yang paling berat, yakni nafsu makan. Padahal di hari normal bisa menguras aset persediaan makan rumah hingga berkilo-kilo jumlahnya, bisa jadi orang paling merana se-kampung, tuh. Ketika Ramadhan mengharuskan kita mengekang hawa nafsu kita yang meluap-luap, sengsara pun segera menjadi teman terdekat yang nggak dijemput atau diundang kedatangannya. Tapi saat lebaran… Yes! Sengsara itu segera pergi tanpa diminta, dan doi pun nggak minta diantar. (Lho? Kok malah jadi kayak jelangkung: datang tak dijemput, pulang tak diantar?)

So, jadilah. Katanya nih, yang namanya anak muda tuh…(jiaah…) paling suka sama yang hepi-hepi. Penderitaan yang merupakan pelajaran penting saat menghadapi Ramadhan, seketika meluap dengan kesenangan-kesenangan yang kita rakit bareng temen-temen. Udah lupa deh, ama pelajaran penting saat Ramadhan. Jadi sebenarnya, kalau dipikir-pikir, penting nggak sih, semua tradisi yang udah disebutkan di paragraf pertama tadi? Masih bingung, ya? Okay, let’s check it out!

 

Ramadhan sebagai momen perbaikan

Did you know my friends? Kita tuh sebenarnya diberi Ramadhan, bukan untuk menyiksa kita, tapi pada hakikatnya, puasa Ramadhan diwajibkan atas kita, supaya kita menjadi manusia yang lebih baik, dalam hal takwanya tentu. Coba simak surat al-Baqarah ayat 183 ini (artinya): Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.

Nah, kan udah jelas banget tujuan kita diwajibkan berpuasa. Allah Swt. telah mewajibkan kita berpuasa agar kita menjadi orang yang lebih baik setelah berpuasa, yakni menjadi orang yang bertakwa. Inilah nilai penting yang dapat diperoleh dari Ramadhan. Jika kita menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan dan mengerjakan amalan-amalan sunnah dengan hati ikhlas semata mengharap ridha dari Allah, maka insan yang terbentuk saat Idul Fitri menjelang adalah insan yang meningkat keimanan dan ketakwaannya kepada Allah, telah bersih dari dosa-dosanya yang pernah dia lakukan, hati dan catatan amalnya kembali suci, sehingga sampai diumpamakan seperti bayi yang baru aja dilahirkan.

Kalau hal-hal yang kita lakukan saat lebaran tidak mencerminkan perbaikan dalam diri kita setelah melewati sebulan ujian, pertanyaan besar dengan tanda tanya segede baliho pun terpampang menantang. Apakah ibadah Ramadhan kita sudah bisa menjadi momen perbaikan? Nah, sekarang coba kalian jawab sendiri, yah… (entar dikumpulin deh ke guru masing-masing. Lho hubungannya apa?)

Banyak hal menyenangkan di saat lebaran yang hal-hal itu sebenarnya perbuatan sia-sia, yang seringkali kita tidak menyadarinya. Coba deh, kalian lihat tradisi kita turun temurun saat malam-malam Ramadhan mulai mendekati Idul Fitri. Pasti kampung kalian berisik banget, kan? Jedar jedor sana sini, bikin orang jantungan semakin berkurang umurnya (hee… lagi lebay). Emang sih, kalau main petasan itu asyik banget. Apalagi, petasan yang disulut bukan cuma keluar suara ‘jedor’, tapi juga bisa menghasilkan warna-warni yang sangat indah ditatap mata. Belum lagi, kalau kita lagi kumpul rame-rame nih, biasanya bakal ada main perang petasan. Wuih!

Tapi, pren… coba deh, dipikirin lagi. Memang, petasan itu asyik buat yang main. Tapi efek sampingnya? Radiasinya? (idiiih… kaya nuklir aja, yah?) Orang-orang sekomplek pasti akan sangat terganggu dengerin suara-suara petasan kita yang mengagetkan sekaligus memekakkan kuping, yang tentunya menghancurkan konsentrasi orang lain. Mending, kalau orang yang keganggu itu pecah konsentrasinya saat dia ngelamun. Nah, kalau orang yang terpecah konsentrasinya itu sedang mbenerin listrik? Waduh, bisa kesetrum deh tuh orang! Gimana juga kalo orang yang dikagetin suara petasanmu tuh lagi sakit gigi, bisa-bisa kamu disumpahi agar 32 gigimu dicabutin semua ama dokter gigi sekali berobat. Bahkan yang lebih fatal lagi, bagaimana kalau orang yang terganggu itu sedang shalat? Jeng..jeng…jeng! Dosa menanti Anda!

Nyundut petasan itu baru salah satu dari tradisi di sekitar kita yang meresahkan. Sebenarnya masih banyak lagi kegiatan-kegiatan yang sebenarnya sih nggak perlu banget dilakuin saat sambut Idul Fitri. Tapi, yakin deh, kalian pasti udah pada dewasa semua, kan? Nah, pasti udah pada bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.

 

Saat Idul Fitri, apa aja sih yang harus dilakuin?

Hehe.. ini emang udah lewat sehari dari Idul Fitri. Nulisnya sih sebelum Idul Fitri, tapi karena buletin kesayangan kamu ini terbitnya setiap Senin, jadinya ya kita sesuaikan jadwalnya. Meski demikian, nggak apa-apa deh tetap ditulis subjudul ini, semoga bisa dimanfaatkan di momen berikutnya tahun depan. Insya Allah.

Bro en Sis, pada bagian ini nih, yang tentunya masih banyak membingungkan para remaja, terutama yang sampai saat ini masih belum punya kesempatan untuk mempelajari Islam lebih dalam. Sebenarnya, dalam pandangan dan jalur ajaran Islam, apa saja sih yang kudu disiapin saat Idul Fitri menjelang? Okay, here we go!

Pertama, bangun awal. Hayo, siapa di antara kalian yang masih suka molor abis sahur? Nggak usah pada ngaku, yah. Kita dianjurkan untuk bangun pagi, agar kita bisa mempersiapkan banyak hal menjelang Idul Fitri. Bukankah dengan bangun lebih pagi, persiapan kita akan lebih baik?

Kedua, mandi dan dianjurkan berhias. Ya, dong, kalau nggak mandi, bau atuh! Masa’ pada hari dimana semua orang berusaha tampil seindah mungkin, kita malah tampil lecek ditambah aroma badan yang sangat mendukung? Hoeek… jorok banget, deh. Oh, iya. Berhias itu dianjurkan untuk kaum lelaki, sedangkan bagi kaum hawa, boleh juga berhias, asalkan tidak memakai parfum dan bermewah-mewahan.

Ketiga, makan sebelum shalat. Ini nih, yang kadang kita keliru mengamalkannya. Beberapa dari kita seringkali menahan makan sebelum shalat Idul Fitri, supaya nanti bisa ngicipi semua makanan yang ada. Padahal, Rasulullah mengajarkan agar kita makan dahulu sebelum berangkat shalat, meski cuma beberapa biji kurma. Hikmah makan sebelum shalat Ied adalah agar tidak ada yang mengira bahwa harus terus berpuasa sampai shalat Ied dimulai.

Keempat, mengambil jalan yang berbeda saat berangkat dan pulang dari shalat Ied. Rasulullah tuh ya, sampai detail banget menjelaskan amal-amalan sunnah yang bisa kita kerjakan, sampai-sampai jalan yang harus ditempuh pun diberitahu oleh beliau. Kenapa, yah, kita disuruh mengambil jalur yang berbeda? Hikmahnya, agar kita bisa mengucap salam kepada banyak orang yang berbeda, dan menunjukkan syi’ar Islam.

Sebenarnya, masih banyak sunnah-sunnah lain yang diajarkan Nabi kepada kita semua. Seperti bertakbir saat menuju tempat shalat, mengucapkan selamat hari raya, sampai hal-hal yang perlu dihindari ketika Idul Fitri. Tapi tenang aja, sobat semua bisa menemukan semua itu dengan mudah di buku-buku dan internet. Di tulisan ini, seperlunya aja ya.

 

Pandangan salah remaja akan Idul Fitri

Teman-teman, ternyata masih banyak, loh, temen-temen kita yang salah dalam memaknai Idul Fitri. Mereka belum tahu makna dari Idul Fitri, dan kadang yang memperparah keadaan ini adalah dengan banyaknya remaja yang menganggap perspektirnya yang salah sebagai hal yang benar.

Sebagai contohnya, nih. Ada seorang pemuda, sebut aja Si R. Dia selama ini menganggap bahwa Idul Fitri adalah hiburan sejenak dari Allah setelah Dia menyiksa manusia dengan sebulan penuh pengekangan. Aduh, anggapan yang amburadul banget, yah? Kagak ada dalilnya!

Friends, sebagai seorang muslim, kita nggak boleh berprasangka jelek sama Allah Swt dan Nabi kita, nggak boleh beranggapan jelek terhadap agama kita. Islam adalah agama yang telah mengatur segala sesuatu dengan sempurna, sehingga setiap yang diwajibkan dan disunnahkannya memiliki nilai positif. Allah Swt. ingin menguji kita saat bulan Ramadhan, dengan mewajibkan puasa sebulan penuh agar kita menjadi orang bertakwa. Itu hikmahnya.

Ada juga Si A, yang menganggap ibadah puasa di bulan Ramadhan merupakan rutinitas yang menjanjikan dan berakhir menyenangkan. Sebab, sesudah Ramadhan ada hari raya Idul Fitri.

Ihihihihihi…. Lucu ya, pendapat ini? Ramadhan bukan ‘rutinitas yang menjanjikan’, mai plen! Kalau kita masih menganggap Ramadhan itu sekadar ‘rutinitas yang  menjanjikan’, yang kita dapatkan dari berpuasa hanyalah rasa lapar dan haus. Gimana nggak, puasa kali ini udah nggak diniatkan untuk mendapat ridha dan pahala dari Allah, melainkan hanya rutinitas yang harus dijalani dengan sabar. Aduh, rugi buangett, ya?

Ssst… coba masih ingatkahkamu, malam Idul Fitri kemarin, di luar sana, takbir bersahut-sahutan dikumandangkan. Bau-bau roti kering tercium nyaman di hidung. Anak-anak kecil berlarian senang. Ramadhan telah pergi meninggalkan kita, dan Idul Fitri datang sebagai momen putih yang menghilangkan dosa-dosa kita semua. Insya Allah. Selamat tinggal Ramadhan, sampai jumpa tahun depan ya…

So, momen putih (baca: Idul Fitri) udah berlalu sehari kemarin. Tetapi sisanya masih merembes di hati dan pikiran kita. Di tanggal 2 Syawwal 1433 H ini, kita sudah merasakan momen putih itu dan berlalu. Kita udah saling berkirim pesan, menyapa teman di situs jejaring sosial, saling berkunjung di antara kerabat, bercerita banyak hal tentang diri kita. Semoga silaturahmi di keluarga tetap terjalin utuh, pun demikian dengan ukhuwah di antara kaum muslimin tetap terikat-kait dengan kuat agar kebersamaan di antara kita menggetarkan nyali musuh-musuh Islam. Semoga kita berjumpa lagi dengan Ramadhan dan Idul Fitri tahun depan, dalam suasana yang berbeda. Yakni, susana saat syariat Islam yang kita perjuangkan selama ini sudah tegak di seluruh dunia dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiyah. Insya Allah. [Hawari | Twitter: @hawari88]