Sunday, 3 November 2024, 07:23

gaulislam edisi 409/tahun ke-8 (9 Dzulqa’dah 1436 H/ 24 Agustus 2015)

 

Bukan bola dalam pengertian bentuk bolanya ya. Bukan pula yang dimaksud musim berarti merujuk pada suatu masa dimana bola banyak yang bergelantungan di pohon atau dijual kayak musim mangga atau musim rambutan. Ini kiasan aja. Maksudnya, musim pertandingan sepak bola. Musim kompetisi di beberapa negara di Eropa mulai hot lagi setelah liburan musim kompetisi sebelumnya selama dua bulan lebih. Jadi pertengahan Agustus ini musim bola kembali tiba. Artinya? Artinya ya kamu yang doyan nonton pertandingan sepak bola bakalan rajin mantengin televisi untuk menyaksikan pertandingan sepak bola dari klub-klub kesukaanmu. Bisa juga kelayapan nyari café atau tempat nongkrong lainnya yang menayangkan nobar alias nonton bareng. Selain itu, berita-berita seputar pertandingan di liga-liga Eropa nggak bakalan ketinggalan untuk kamu baca. Baik di koran, majalah, tabloid, termasuk di internet. Malah, kalo di media online saya sering lihat perang komentar antar fansboy klub-klub elit sepak bola Eropa. Hadeeeuuh.. mereka yang maen dan dapetin duit dari hasil bertanding, kenapa elo pade malah ribut komen di media online lokal? Aya-aya wae!

Sobat gaulislam, mungkin ada juga di antara kamu yang merasa heran kok yang kayak gini dibahas sama gaulislam sih? Hehehe.. jangan salah Bro en Sis, justru ini masalahnya. Perlu juga dibahas supaya kamu yang doyan banget nonton pertandingan sepak bola jangan sampe kebablasan. Gimana pun juga, hobi tetap kudu dikendalikan. Nggak bisa dibuat bebas sesuka kamu menginginkannya.

Oya, kalo urusan hobi yang dibiarkan liar, bisa jadi malah ujungnya nyandu alias ketagihan. Misalnya aja hobi melihara burung. Nah, saban hari yang dipikirin pasti burung. Udah melihara satu, pengen melihara dua atau lebih banyak lagi. Apalagi kalo ujungnya dari hobi melihara burung itu ada duitnya, semangat jadi berkobar-kobar buat terus melihara burung. Ada burung buat diadu suaranya di kontes suara burung yang berpeluang dapat hadiah duit, ada juga burung yang buat koleksi aja karena senang dengan kicauannya yang merdu. Malah, banyak juga yang memang melihara burung buat dijual kepada orang-orang tertentu yang ‘gila’ burung. Harganya pun kadang nggak masuk akal. Kalo hobi yang kemudian nyandu dalam pengertian yang positif dan ada manfaatnya sih boleh-boleh aja. Apalagi kemudian jadi ladang nyari usaha dalam rangka nyari nafkah. Namun, tetap ingat juga, jangan sampe ngelupain kewajiban kamu untuk ibadah.

Bagaimana dengan batu akik? Hahaha.. ini nih yang juga sebenarnya perlu dikritisi. Bagi bapak-bapak dan kamu yang cowok yang doyan ‘melihara’ batu, eh, kok melihara sih? Emangnya ayam dan burung? Hehehe.. maksudnya hobi yang kemudian jadi nyandu ngurusin mulu soal batu. Sampe-sampe banyak kerjaan yang semestinya selesai malah jadi terlantar nggak dikerjakan. Bahaya tuh. Lebih bahaya lagi kalo urusan batu akik kemudian jadi merembet ke urusan mistik. Idih, jangan sampe deh kamu kebawa-bawa pengaruh buruk dari fenomena hobi batu akik ini. Kalo sampe ada orang bilang, nih batu bacan punya pengaruh bisa bikin kamu tambah disuka banyak orang. Jadi semacam pengasihan gitu. Apalagi yang ngayal sampe bikin cerita palsu kalo yang pake batu akik ini dan itu bisa terbang (hehehe.. mungkin kalimatnya belum selesai, bisa terbang kalo pake pesawat terbang. Hahahaha..).

Itu dua contoh yang awalnya hobi tapi bisa jadi masalah kalo sampe kebablasan alias nggak dikendalikan. Bahwa kamu suka pertandingan sepak bola di televisi, lalu kamu mantengin nonton pertandingannya, ya boleh-boleh saja. Cuma, sama seperti hobi lainnya, jangan sampe kebablasan. Hanya karena hobi nonton pertandingan sepak bola, lalu kewajiban shalat kamu tinggalin, atau kamu tunda-tunda. Itu nggak benar. Belum lagi kalo efeknya merembet ke yang lain, misalnya kamu juga jadi hobi judi bola. Misalnya, taruhan sama teman kamu tentang hasil akhir dalam pertandingan Liga Inggris antara klub Manchester City lawan klub Manchester United. Kamu milih salah satu klub tersebut dan temanmu juga begitu dengan berharap dapetin duit dari hasil taruhan tersebut. Nah, taruhan kan masuk kategori judi. Kalo sampe kayak gitu, berarti itu parah banget. Bahaya malah. Ati-ati Bro.

 

Sewajarnya saja

Sobat gaulislam, kalo kamu suka dengan sesuatu, termasuk hobi nonton sepak bola, maka kudu memperhatikan sisi kewajarannya. Maksudnya, perlakukan semua hobi sebagai sebuah kesenangan belaka yang tetap kudu merhatiin kegiatan lainnya. Kudu mempertimbangkan prioritasnya. Mana yang paling penting, penting, kurang penting, dan mana yang tidak penting bagi keberlangsungan hidup kamu. Kalo udah bisa merunut dan membagi prioritas, kamu bisa mengatur hobi kamu di tempat yang pas. Boleh aja nonton sepak bola. Tetapi masa’ iya setiap pertandingan sepak bola yang ada selalu kamu tonton? Nggak juga kan? Gimana kalo bentrok dengan kegiatan lainnya yang sebenarnya dari segi prioritas lebih penting? Tentu saja mendahulukan yang penting. Iya nggak? Sebab, nonton sepak bola nggak penting.

Itu sebabnya nih, sewajarnya saja kalo pun kamu suka nonton pertandingan sepak bola. Jangan sampe kebablasan jadi nyandu atau ketagihan. Lalu lupa diri karena ngebet banget dengan urusan tersebut. Parahnya lagi, kalo sampe ‘gila’ membela klub sepak bola yang kamu sukai dengan cara berantem dengan teman kamu yang menyukai klub sepak bola lainnya. Idih, malu dong. Emang kamu dapat apa sampe kudu berantem dengan teman kamu? Padahal, yang maen kan mereka di belahan bumi lain yang pastinya mereka nggak kenal kamu. Wah, berat urusannya kalo sampe kayak gitu.

Ketika musim bola tiba yang pastinya bakalan bertahan hingga 10 bulan ke depan, kamu kudu bisa jaga diri dan ngatur waktu. Meski kalo urusannya hobi kadang sulit dikendalikan, namun kamu harus tetap berpikir jernih. Jangan sampe pusing pala barbie kayak orang jatuh cinta. Kalo cinta udah di ubun-ubun, konon katanya tai kambing bentuknya bulat-bulat, eh emang gitu ya? Maksudnya, tai kambing bisa serasa coklat. Waduh, saking udah klepek klepek dirajam cinta. Waspada!

Jangan terlena

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Nonton pertandingan sepak bola di televisi boleh saja. Namun jangan sampe kamu terlena dan melupakan kewajiban lainnya. Jadikan sekadar sarana refreshing yang nggak boleh jadi nyandu atau ketagihan. Sama kayak maen game, kalo kebanyakan jadinya nggak wajar. Malah masuknya sebagai kategori terlena bin melalaikan. Bahaya Bro en Sis.

Sebagai seorang muslim, tentu saja hidup ini bukan cuma untuk mencari hiburan semata. Kita harus bisa memilih dan memilah setiap perbuatan yang bakal kita lakukan. Jangan sampai kita melaku­kan aktivitas yang tak banyak manfaatnya. Apalagi kalo harus melakukan perbuatan yang dilarang Allah Ta’ala dan Rasul-Nya.

Nonton sepak bola di televisi memang tak sampai jatuh kepada perbuatan haram alias nggak berdosa nonton pertandingan sepak bola di televisi. Hanya saja, bila hal itu dilakukan sampai melupakan aktivitas yang lain, terlebih bila nonton pertandingan sepak bola itu menyedot perhatian kita dari kewajiban. Bisa berabe! Sabda Nabi Shallallhu ‘alaihi wa sallam, “Di antara kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat” (HR. Tirmidzi no. 2317, Ibnu Majah no. 3976)

Jangan sampai kita diganjar dosa oleh Allah Ta’ala gara-gara asyik nonton pertandingan sepak bola sampai lupa sholat, misalkan. Atau kita betah berjam-jam sampai lupa sekolah. Wuih, keterlaluan banget! Itu sebabnya, perlu kesadaran dalam diri kita dalam menyikapi persoalan ini. Nggak bisa main-main.

Kesadaran seperti apa? Nah, ini baru pertanyaan. Begini sobat. Sebagai seorang remaja muslim kita dituntut untuk selalu menjadi yang terbaik dalam hidup ini. Berperilaku sopan, menjaga kehormatan dan kesucian diri.

Memang, bukan hanya remaja yang dituntut kesadaran tinggi, tapi semua orang. Kita pribadi, orang tua, masyarakat (termasuk pengelola televisi yang menyediakan hiburan pertandingan sepak bola), dan negara harus bekerja sama untuk menciptakan kondisi yang baik. Bukan malah menciptakan situasi yang bikin nggak karu-karuan. Soalnya, kalo ini terjadi secara massal alias meng­global, maka akibatnya juga lebih besar dan lebih gawat. Kita menjadi masyarakat malas dan tidak produktif! Ih, serem amat!

Sobat gaulislam, nonton pertandingan sepak bola di televisi, bisa saja tergolong sebagai hiburan, namun hiburan juga kudu ada aturannya. Nggak sesuka kita, sebab khawatir masuk lebih jauh sebagai lahwun yang nggak dibenarkan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Hendaklah kalian senantiasa berlatih memanah, karena ia sebaik-baik lahwun”. (HR al-Bazzar dan ath-Thabarani dari Sa’ad). Arti lahwun di sini adalah permainan. Tuh, mending berlatih memanah ketimbang nonton petandingan sepak bola. Hehehe…

Oya, arti yang mencakup seluruh makna lahwun di dalam al-Quran dan al-Hadis adalah: Menyibukan diri dalam mengerjakan sesuatu yang dilarang (haram/makruh) atau melakukan permainan yang mubah yang mengakibatkan seseorang menjauh dari aktivitas melakukan perkara yang wajib dan sunnah. Nonton pertandingan sepak bola bisa saja masuk kategori ini lho.

Sementara itu Imam asy-Syathibi menyatakan: “Hiburan, permain­an, dan bersantai adalah mubah atau boleh asal tidak terdapat suatu hal yang terlarang.” Selanjutnya beliau menambahkan, “Namun demikian hal tersebut tercela dan tidak disukai oleh para ulama. Bahkan mereka tidak menyukai seorang lelaki yang dipandang tidak berusaha untuk memperbaiki kehidupannya di dunia dan tempat kembalinya di akhirat kelak, karena ia telah menghabiskan waktu­nya dengan berbagai macam kegiatan yang tidak mendatangkan suatu hasil duniawi dan ukhrawi.”

Tuh, ayo, jangan ngetem mulu depan televisi nonton sepak bola. Bangkit dan berkarya untuk kebaikan kamu di dunia dan juga di akhirat. Jadi, bagi kamu yang masih maniak nonton pertandingan sepak bola, selain perlu ditumbuhkan kesadaran bahwa kamu sebagai seorang muslim yang harus bergaya hidup islami, juga wajib disadari bahwa meski nonton pertandingan sepak bola sebagai sarana hiburan terse­but hukumnya mubah alias boleh, namun jangan sampai lupa diri. Bahkan menjerumuskan diri ke dalam kemaksiatan karena meninggalkan kewajiban untuk dunia dan akhirat. Waspada! [O. Solihin | Twitter @osolihin]