Wednesday, 24 April 2024, 21:46

gaulislam edisi 764/tahun ke-15 (14 Dzulqa’dah 1443 H/ 13 Juni 2022)

“Intinya mereka saingan bikin konten, jadi misalnya temannya bikin dia lebih ini jadi ada namanya Tiktok itu tagnya “Malaikat Maut”. Jadi kayak seolah-olah dia mau ditabrak kemudian lompat,” ujar Kasatlantas Polres Metro Bekasi, AKBP Argo Wiyono, setahun lalu (11/7/2021) saat mengomentari kasus tewasnya remaja di daerah Cikarang saat mengadang truk demi konten.

Sampai awal bulan Juni tahun 2022 ini, remaja yang tewas tertabrak truk demi konten konyol itu, masih berlanjut. Kamu bisa cari sendiri deh beritanya. Ngeri. Video viralnya udah tersebar banyak. Nggak tega sih lihatnya. Awal Juni ini yang di Tangerang, ada 2 kejadian, tanggal 3 dan tanggal 7 Juni. Aduh, ngapain sih mereka nge-BM begitu? Pasang badan untuk menghentikan laju truk itu membahayakan. Nggak mudah sopir truk ngerem mendadak. Adu nyali demi konten? Itu namanya nyari mati. Konyol pula. Cerdas dikit, ngapa. Aduh, kok jadi misuh-misuh gini, sih. Astaghfirullah.

Sobat gaulislam, nggak kebayang deh gimana perihnya hati orang tua remaja yang tewas tersebut. Diasuh sejak bayi, diberikan perhatian di masa kanak-kanak, ketika remaja salah gaul. Sedih sudah pasti. Perlu empati juga kepada sopir truk yang mendapati kondisi kayak gitu. Serba salah. Direm mendadak bisa bahaya, nggak direm ya jadinya nabrak anak yang nekat mengadang truknya yang sedang melaju.

“Hanya ingin membuat konten mereka menghadang truk di jalan tanpa mempertimbangkan keselamatan jiwa. Ini merupakan perbuatan konyol yang perlu menjadi perhatian kita semua. Apalagi ini kejadian yang kesekian kalinya yang berujung maut korban meninggal dunia,” kata Pemerhati Masalah Transportasi dan Hukum, Budiyanto dalam keterangannya, Rabu (8/6/2022).

Purnawirawan polisi lalu lintas berpangkat terakhir Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) ini mengatakan dari sudut pandang sopir, mengemudikan kendaraan besar tidak bisa langsung berhenti. Perlu jarak dan waktu yang cukup.

“Apabila dilakukan pengereman mendadak dengan beban yang berat dapat berisiko truk terguling, dan bisa menabrak kendaraan yang ada di sekitarnya. Demikian juga seandainya dibuang ke kanan atau ke kiri juga sangat berisiko sekali dan menimbulkan kerugian yang besar,” jelas Budiyanto (oto.detik.com, 8/6/2022)

Kalo niatnya mau bikin konten, cari konten yang menginspirasi kebaikan, bukan malah yang membahayakan diri dan orang lain. Jangan cuma ngejar agar viral tapi nggak memperhatikan faktor keselamatan. Udah deh, adu nyali itu perlu pertimbangan dan apa yang akan diujinya. Bukan berujung kematian yang sia-sia seperti fenomena ini.

Nyali yang nyar’i

Kata Bang Haji Rhoma Irama, “darah muda, darahnya para remaja.” Masa remaja memang sedang bergairah untuk banyak hal. Enerjik, kuat, nyali besar, berani, dan pengen nyoba banyak hal, dan tentu juga suka tantangan. Namun, bukan berarti bebas gitu aja, sih. Perlu pengarahan agar “darah muda” para remaja ini mengalir kepada hal-hal yang membuatnya berharga. Melalui apa? Berani berkarya. Tunjukkan semangat untuk menghasilkan karya terbaik yang bermanfaat bagi banyak orang.

Bagi remaja yang encer otaknya, bisa bikin karya ilmiah. Kalo yang suka ‘kerja otot’, jadilah olahragawan. Senang otomotif dan bersaing di jalanan, salurkan jadi pembalap sungguhan aja di sirkuit, jangan balapan liar. Bagi remaja muslim yang taat syariat, semangatlah untuk belajar dan juga berdakwah. Sebab, belajar dan dakwah juga butuh nyali. Butuh keberanian melawan rasa malas dan berani untuk berkorban demi tegaknya Islam dan kemuliaan kaum muslimin. Dakwah itu edukasi, jadi memang perlu nyali untuk mau terjun di dalamnya. Nah, ini salah satu nyali yang nyar’i (baca: syar’i alias sesuai syariat).

Omong-omong tentang dakwah dan dakwah butuh nyali, saya jadi ingat tentang buku yang pernah saya tulis dan diterbitkan. Kalo nggak salah tahun 2005. Buku kecil sih, ukuran saku. Judulnya: Romantisnya Pejuang Kebenaran.

Saya kutipkan sebagian aja, ya. Sekadar untuk menceritakan bahwa pejuang kebenaran di jalan dakwah juga butuh nyali besar untuk berani dan siap berkorban. Begini isi tulisannya di buku tersebut:

Suatu hari ketika saya mengisi acara di Unpad Bandung, teman saya yang juga sama-sama menjadi pembicara di acara itu, memberikan sebuah bacaan berupa majalah ukuran mini. Dan memang tertulis “minimagz” dengan huruf kecil di cover majalah itu. Kebetulan ia mengelola penerbitan “minimagz” itu. OpenMind namanya.

Nah, yang menarik adalah tulisan pengantar di majalah edisi itu. Tentang cinta. Ya, tentang cinta, bahkan dalam tulisan itu dikutip tiga kalimat (entah puisi, entah nyanyian, karena saya kurang begitu paham) dari Lover Concerto, “Aku sedang jatuh cinta. Rasanya sakit sekali. Tapi aku ingin merasakan sakit selamanya.” Wah, bagus sekali bukan? Demi cinta ia rela untuk merasakan sakit selamanya, bahkan semakin sakit, semakin besar cintanya, dan semakin indah rasanya.

Setelah membaca lead tulisan di pengantar minimagz itu, saya langsung nggak sabar ingin membaca isi selanjutnya. Penjelasan tentang pecinta kebenaran. Di situ tertulis, “Mereka, para pejuang kebenaran adalah orang-orang paling romantis. Betapa tidak?! Hidupnya dikelambui cinta, cinta akan kebenaran. Tidak ada yang sanggup menandingi kesediaan mereka dalam berkorban demi cintanya akan kebenaran. Mereka sanggup menahan perih dalam mencinta. Dari telapak tangan mereka mengepul asap dan tercium bau hangus daging terbakar karena mengenggam bara kebenaran. Di dada mereka, mendidih magma cinta yang mengguncangkan sekelilingnya. Hatinya dibakar api rindu, rindu akan berkibarnya kebenaran bagi semesta alam. Dirasuki cinta akan kebenaran. Sakit. Tapi ingin merasakan sakit selamanya.”

Menurut saya, ini nyali yang nyar’i. Nggak mudah juga untuk mau belajar lalu menumbuhkan keberanian untuk berdakwah. Sakit, jelas. Namun, pengorbanan dalam menegakkan kebenaran akan berbalas pahala berlimpah.

Bagaimana dengan remaja yang nge-BM mengadang truk demi konten? Aduh, jelas beda kelas. Nyali mereka malah untuk nyari mati konyol. Nggak baik dijadikan contoh. Semoga remaja yang belum menjadi korban, jangan meniru kekonyolan tersebut. Sadar diri, lalu perbaiki cara pandang dan cintai ilmu. Belajar dan dapat ilmu, lalu mengamalkan ilmunya untuk kebaikan diri dan menebar manfaat bagi sesama. Ini baru keren!

Pencarian identitas diri

Sobat gaulislam, saya sih prihatin banget dengan fenomena remaja yang nge-BM mengadang truk untuk memberhentikannya demi sebuah konten yang akan diunggah ke media sosial. Mungkin mereka menyangka, ketika aksi mengadang truk dan sopir truk bisa menghentikan kendaraannya, dirinya akan dianggap sebagai hero. Berani. Namun, cobalah berpikir cerdas, bahwa itu sangat berisiko. Gimana pun juga, mengadang truk yang sedang melaju (meski kecepatan lambat atau sedang) itu membahayakan. Gimana kalo remnya blong, gimana kalo sopirnya nggak sempat ngerem? Iya, kan? Udah banyak tuh akhirnya tertabrak dan nggak sedikit yang tewas mengenaskan. Lalu, siapa yang salah? Kalo itu dianggap uji nyali, siapa yang akan peduli? Paling banter hanya jadi obrolan di antara mereka saja. Itu pun obrolan yang nggak ada gunanya. Kebanggaan yang absurd. Jika pun ngejar viral, apa iya harus nekat dan konyol? Pikirkan, Bro! Kamu nggak hidup di tengah kawan ‘seperjuanganmu’ yang punya cara pandang begitu. Kamu masih punya orang tua, ada guru, ada sopir truk, ada masyarakat lainnya, ada masa depan kamu yang perlu diraih.

Apa betul mereka yang nge-BM dengan cara seperti itu butuh perhatian dari orang di sekitarnya? Butuh pengakuan dari lingkaran pertemanan mereka sehingga harus membuktikan agar mereka peduli? Bagaimana dengan kasih sayang orang tua mereka? Saya nggak tahu pasti. Hanya saja, mesti ada yang perlu diluruskan dalam cara berpikir remaja yang model begitu.

Kalo dari informasi yang pernah saya baca, remaja itu ada di posisi pencarian jati diri, mencari identitas diri. Apa yang pas buat mereka dan bagaimana penilaian lingkungan terhadap pilihan hidup mereka. Memang ada pengaruh signifikan dari stimulus sosial terhadap pembentukan identitas remaja. Kalo remaja yang hidup di lingkungan yang positif, baik keluarga maupun masyarakatnya, maka dia akan cenderung memilih identitas seperti yang dibentuk lingkungannya. Artinya pula, buruk lingkungan maka kecenderungan untuk melakukan keburukan jadi berpeluang besar.

Teori psikososial-nya Erik Erikson, menjabarkan bahwa ada suatu tahapan bernama identity vs role confusion yang dialami oleh remaja. Pada tahapan ini, remaja akan cenderung memikirkan bagaimana tampilan diri mereka dan bagaimana anggapan orang lain terhadap mereka. Di tahapan ini, ego remaja memegang peran krusial. Remaja memiliki kecenderungan untuk melakukan upaya pencarian identitas diri dan menilai keunikan apa yang ada di dalam dirinya. Ketika keinginan tersebut tidak tercapai, maka akan muncul suatu ketimpangan peran.

Itu sebabnya, tren nge-BM dengan cara mengadang truk ini bisa jadi memang itu yang ingin mereka cari identitasnya. Agar dianggap keren, dinilai berani, apalagi jika berhasil memberhentikan truk dengan aksinya itu mendapat like, pujian, dan jadi viral ketika videonya diunggah ke media sosial. Padahal, yang melihat fenomena remaja seperti itu bukan cuma teman main mereka doang, tetapi ada orang lain yang nggak setuju dengan cara hidup mereka. Sebab, apa yang dilakukannya bisa membahayakan orang lain juga, bukan cuma dirinya. Beneran lho, emang kalo sopir truk nggak bisa mengerem saat dihadang remaja model gitu, nggak ada risikonya bagi mereka? Ada. Takut nabrak, takut dipolisikan.

“Saya bunyikan klakson terus, mereka enggak mau menepi malah melototin dan memaki. Satu dari kelompok mereka lempar batu. Untung enggak kena kaca. Pokoknya saya klakson sampai mereka menepi,” pengalaman salah satu sopir truk yang diwawancarai di sebuah media massa.

“Mainnya nyawa, bertaruh nyawa. Gila. Apa tujuannya sih? Apa tidak mikir itu berbahaya. Bukan mereka saja, pengguna jalan lain juga bahaya,” sambung sopir lainnya.

Yuk, udahan ya main-main yang membahayakan tersebut. Ini tren unfaedah. Bagi kamu yang muslim, ada larangan lho membahayakan diri dan juga orang lain.

Dari Abu Said Sa’ad bin Malik bin Sinan al-Khudry radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Tidak boleh melakukan sesuatu yang berbahaya dan menimbulkan bahaya bagi orang lain.” (Hadits hasan diriwayatkan oleh Ibnu Majah,  ad-Daruquthni dan lainnya dengan sanad bersambung. Diriwayatkan juga oleh Malik dalam al-Muwatha’ dari Amr bin Yahya dari ayahnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam secara mursal karena menggugurkan (tidak menyebutkan) Abu Sa’id. Hadits ini memiliki beberapa jalan yang saling menguatkan). Penjelasan di laman haditsarbain.com.

Selain edukasi agar remaja yang belum melakukan aksi maut seperti itu nggak melakukan hal serupa, juga tentu kudu ada peran negara dan masyarakat dengan cara pencegahan dan pemberian sanksi terhadap pelaku aksi membahayakan tersebut. Jaga diri, jaga orang lain. Jangan adu nyali yang malah nyari mati. [O. Solihin | IG @osolihin]