Monday, 29 April 2024, 01:46

gaulislam edisi 524/tahun ke-11 (17 Safar 1439 H/ 6 November 2017)

 

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam, tanggal 10 November, di Indonesia, lazim diperingati sebagai Hari Pahlawan. Namun sebenarnya, apa dan siapa sih sebenarnya pahlawan itu? Kenapa pahlawan itu selalu dielu-elukan, senantiasa dikenang dan dibanggakan?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pahlawan adalah orang yang menonjol karena keberaniannya dan pengorbanannya dalam membela kebenaran, atau pejuang yang gagah berani. Kata pahlawan berasal dari bahasa Sansekerta phala-wan.

Jadi jelas, bahwa ciri utama dari seorang pahlawan adalah berani dalam membela kebenaran. Ketika kebenaran dirongrong, maka para pahlawan ini biasanya nggak akan tinggal diam. Secara alamiah akan muncul ke permukaan, dengan gagah dan berani mempertahankan dan membela kebenaran dan nasib orang banyak apa pun risikonya. Jangankan waktu, tenaga, dan harta benda, bahkan nyawa, jika memang diperlukan, pun akan dikorbankan.

Oya, dulu, di negeri kita, tiga abad lamanya sebelum 17 Agustus 1945, penjajahan sungguh sangat menyengsarakan rakyat negeri ini. Terpuruk dalam kebodohan dan kemiskinan karena sumber daya alam yang seharusnya dinikmati pribumi, dirampas dan diangkut oleh para penjajah. Belum lagi teror fisik dan psikis, selalu menjadi momok yang menakutkan.

Tentu, para pahlawan nggak akan tinggal diam. Secara alamiah mereka bermunculan, merepotkan para penjajah. Para pahlawan ini sadar, bahwa manusia diciptakan bukan untuk saling menjajah, melainkan untuk saling memuliakan, menghormati hak masing-masing. Maka penjajahan seharusnya enyah dari Indonesia, bahkan juga harus enyah dari belahan bumi mana pun.

Para pahlawan ini pun bangkit mengangkat senjata. Banyak dari mereka yang gugur. Namun demikian, berkat keringat dan darah mereka, kita semua setidaknya kita bisa lepas dari tekanan moncong-moncong senjata penjajah.

 

Mencari pahlawan

Sobat gaulislam, kita mengenal indahnya Islam pun nggak terlepas dari jasa para pahlawan. Dulu, ketika pertama kali Islam turun, ia begitu kecil dan tertindas oleh kekejaman kaum Quraisy. Para pahlawan pun nggak tinggal diam. Mereka mulai bermunculan, sepenuh hati mendampingi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam memperjuangkan Islam. Harta, bahkan nyawa, mereka korbankan demi melihat kejayaan Islam di atas muka Bumi. Malah, setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam wafat, semangat mereka nggak ikut padam. Para pahlawan Islam ini terus berjuang, melalui generasi ke generasi, hingga akhirnya Islam bisa sampai ke hadapan kita semua saat ini.

So, menjadi pahlawan itu jelas dibuktiktikan dengan tindakan nyata. Nggak cuma ngaku-ngaku. Petantang-petenteng bilang ke semua orang, minta diakui sebagai pahlawan. Hmm… kalo yang beginian bisa sih dibilang pahlawan. Tapi lengkapnya adalah pahlawan kesiangan. Ibarat orang tidur lagi mimpi, kerjanya hanya ngigau, tanpa dibarengi kerja nyata.

Oya, sebenarnya menjadi pahlawan itu nggak susah susah amat. Nggak harus sekolah tinggi ke luar negeri. Nggak harus nyogok sana-sini. Cukup bisa memberi manfaat kepada orang lain, sebenarnya itu sudah bisa disebut pahlawan. Para pahlawan bangsa, mereka berjuang mengusir penjajah, itu artinya, mereka memberi manfaat pada anak cucu bangsa. Para pejuang Islam, mereka memperjuangkan Islam, mereka memberikan manfaat, sehingga kita, dengan memeluk Islam, bisa selamat dunia akhirat. Seorang guru, mengajarkan muridnya cara menghitung dan membaca, itu bermanfaat buat masa depan muridnya. Itulah mengapa kita sering pula mendengar ungkapan, ‘guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa’.

Jadi sebenarnya, pahlawan itu memang nggak musti ada tanda jasanya. Jika kamu berjuang namun hanya untuk mengharapkan tanda jasa, itu namanya nggak ikhlas. Jika nggak ikhlas, maka sebenarnya, kamu belum layak jadi pahlawan. Kamu hanya berjuang demi mendapatkan tanda jasa, dengan kata lain, kamu berjuang bukan murni untuk membela kebenaran atau nasib orang lain. Jika nggak ada tanda jasa, kemungkinan besar perjuanganmu akan memble atau bahkan berhenti.

Sebut saja seorang ibu. Ia bisa juga dikatakan pahlawan. Seorang pahlawan bagi anak-anaknya. Ketika melahirkan, sang ibu sudah siap dengan pilihan antara hidup dan mati. Setelah melahirkan, perjuangan untuk membesarkan anak-anak juga kadang tidak gampang, hingga sang anak pada akhirnya bisa berdiri sendiri, dalam artian mampu hidup mandiri.

Kemudian, untuk segenap jasanya melahirkan dan membesarkan anak-anaknya, apakah sang ibu dianugrahi sebuah lencana tanda jasa? Sama sekali tidak. Namun demikian, di hati anak-anaknya, sang ibu akan selalu dikenang sebagai pahlawan terbaik sepanjang masa.

Kamu sendiri sebenarnya bisa menjadi pahlawan, Bro en Sis. Ya, pahlawan bagi siapa saja yang ada di sekitarmu. Tebarkan selalu kebaikan, kemurahan hati, dan cinta kasih kepada sesama, maka kamu akan menjadi pahlawan bagi siapa pun yang menerimanya.

Namun, yang penting jangan sebaliknya, ya. Alih-alih kebaikan, malah keburukan yang kamu berikan ke orang. Alih-alih pertolongan, kamu malah sering menyusahkan bahkan merampas hak-hak orang lain. Jika demikian, kamu mungkin juga akan dikenang. Tapi dikenang bukan sebagai pahlawan, melainkan pecundang atau pembuat onar.

Sobat gaulislam, seorang pahlawan bisanya juga akan diidolakan oleh orang lain yang menganggapnya pahlawan. Dan ketika seseorang mengidolakan orang lain, biasanya orang tersebut akan mengikuti atau meniru idolanya itu. Bisa jadi yang ditiru itu penampilannya, gaya bicaranya, gaya hidupnya, dan lain sebagainya.

Maka hati-hati ketika mengidolakan seseorang, ya. Lihat dulu siapa idolamu itu. Bagaimana perilakunya, gaya hidupnya, keimanannya, dan lain sebagainya yang baik-baik. Jika idolamu memiliki tabiat dan gaya hidup yang buruk, misalnya suka main perempuan, tinggalkan idola itu. Karena jika nggak kamu tinggalkan, maka kamu bisa saja terpacu untuk sama seperti dia yakni suka main perempuan. Naudzubillah.

Nah, sebaliknya, justru carilah dan idolakan orang-orang shalih. Maka insya Allah, kamu juga akan terpacu untuk ikut juga menjadi shalih. Akhirnya, berkat idolamu itu, kamu juga keikutan masuk surga.

Maka idola yang terbaik sebenarnya adalah Rasulullah Muhammad saw. Beliaulah tauladan terbaik bagi umat manusia, pahlawan yang sebenar-benar pahlawan. Pahlawan yang membawa keselamatan bagi kehidupan kita di dunia, lebih-lebih lagi di akhirat kelak.

 

Pahlawan di garda depan?

Pertanyaannya sekarang, apakah perlu menjadi seorang pahlawan di garda depan? Ataukah berjuang saja dari balik layar. Tentu saja, dua-duanya dibutuhkan, dua-duanya bisa disebut pahlawan.

Sobat gaulislam, tahukah kamu perihal jantung? Tentu saja tahu, karena kita semua memilikinya. Jantung, meskipun dalam keseharian ia nggak nampak alias hanya di belakang layar, tapi arti penting kehadirannya sungguh nggak pernah diragukan. Sebab jika jantung berhenti berdenyut, maka tamat sudah riwayat pemilik jantung yang bersangkutan.

Oke, itu sekadar perumpamaan, bahwa meskipun misalnya kamu berada di balik layar, belum tentu kamu nggak bisa menjadi pahlawan bagi semua orang. Jadi untuk menjadi pahlawan, kamu nggak musti harus tampil ke muka publik, pencitraan diri di medsos, dan lain sebagainya. Karena meskipun kamu berada di balik layar, kamu tetap bisa menginspirasi orang banyak dengan kebaikan meskipun mereka nggak melihatmu.

Karena yang terpenting adalah keikhlasan. Baik di depan layar ataupun di balik layar, keikhlasan itulah yang menjad tolak ukur apakah kamu seorang pahlawan sejati atau hanya sekedar cari sensasi. Jika sekiranya kamu mengenal dirimu adalah tipikal orang yang suka dipuji, senang mencari pujian, maka berjuang dari balik layar bisa jadi menjadi jalan untuk tetap memelihara keikhlasan.

Pernah, dulu seorang kawan cerita bahwa ia pernah nanya temannya, kenapa berdakwah di medsos tapi nggak pernah menonjolkan diri? Nggak pernah narsis, pasang foto diri?

Temannya itu nanya balik, apakah jika demikian itu bukan dakwah? Ada atau tidaknya foto saya di sana insya Allah nggak akan mempengaruhi pesan dakwah yang ada. Kan yang penting pesannya, bukan sayanya. Pesan dakwah itu insya Allah tetap menginspirasi banyak orang. Saya adalah tipikal orang gemar dipuji. Maka saya berusaha agar pembaca hanya memuji Allah Ta’ala saja, bukan memuji saya. Bagi yang kuat diuji dengan pujian dan sanjungan, silahkan saja.

Luar biasa! Subhanallah! Inilah salah satu contoh manusia yang selalu menjaga kualitas keikhlasan di dalam diri. Maka Bro en Sis, di mana pun kamu berada, keikhlasan itu adalah hal pertama yang perlu kamu tanyakan pada diri sendiri sebelum melakukan suatu amal. Sebab, betapapun hebat perjuangan yang kamu lakukan, jika itu ngga ikhlas, maka di hadapan Allah Ta’ala itu adalah nol besar.

Pertanyaan terakhir adalah, maukah kamu menjadi pahlawan? Pahlawan sejati yang berjuang dengan segenap daya dan keikhlasan? Tentunya ingin sekali ya. [Farid Ab | Twitter @badiraf]