Friday, 29 March 2024, 01:56

gaulislam edisi 749/tahun ke-15 (27 Rajab 1443 H/ 28 Februari 2022)

Ini tentang kondisi kita, kaum muslimin. Termasuk kamu para remaja muslim. Suka atau duka, kitalah hari ini. Hari di mana kita harus mengakui apa yang menjadi ‘nasib’ kita. Apa adanya aja, sih. Why? Supaya kita bisa memperbaiki keadaan ini. Bukan malah “kapalang jeblog” alias terlanjur kotor, sehingga jadi alasan nggak mau berubah dari kondisi saat ini. Jangan berpikir begitu, ya Bro en Sis. Bahaya.

Umat Islam hari ini, sengaja dijadikan judul pada buletin kesayangan kamu ini. Ya, ini sih sebenarnya sebagai muhasabah kita. Introspeksi. Mengakui apa yang sedang terjadi pada kita kaum muslimin. Tentu ada kondisi baik dan kurang baik, bahkan buruk. Kalo udah tahu kondisinya, satu per satu bisa kita coba perbaiki kondisinya. Tujuannya, tentu kita ingin baik-baik saja. Iya, kan?

Itu sebabnya, kita coba nilai dengan jujur, apa yang sedang terjadi saat ini. Meski kamu sebagai remaja, tetapi diharapkan level berpikirmu juga meningkat, lho. Buang jauh-jauh imej bahwa kalo remaja itu masanya bebas berbuat apa saja sesuka hati dengan fokus pada diri sendiri, dan nggak boleh memikirkan urusan orang lain, apalagi umat ini. Wah, kalo masih beranggapan begitu, berarti cara berpikirnya masih keliru. Justru di masa remaja ini, harus terus dilatih dan diarahkan dengan cara berpikir yang benar dan baik, sesuai tuntunan Islam. Harus, itu.

Sobat gaulislam, apa aja sih problem yang sedang kita hadapi? Lalu, apa solusinya agar bisa lepas dari problem ini? Bagaimana cara pandang yang benar atau masalah yang mendera kaum muslimin, termasuk di dalamnya para remaja muslim? Ini perlu mendapatkan jawaban, dan solusinya.

Oke, kita coba bahas pelan-pelan dan nggak semuanya langsung sekaligus, ya. Berat. Sebab, kalo mau dirunut ya banyak banget masalahnya. Namun, untuk dibahas dalam buletin ini, kita batasi aja biar nggak melebar ke mana-mana dan malah nggak tuntas karena saking banyaknya.

Apa batasannya? Baik, kita bagi tiga aja sementara, ya. Pertama, problem individu umat Islam. Kedua, problem internal masyarakat muslim. Ketiga, problem eksternal yang mengganggu kaum muslimin. Duh, tiga problem ini aja sebenarnya udah berat untuk dibahas. Namun, kita coba bahas pelan-pelan, ya. Intinya sih, kita coba menimbang-nimbang masalah dan mencari solusinya. Mudah-mudahan bisa selesai. Kalo nggak selesai, ya memang di dunia ini nggak ada yang selesai. Bisa jadi karena nggak mau diselesaikan, atau karena kita keburu datang ajalnya.

Kita pecundang?

Duh, ngenes amat sih dikatain pecundang? Hmm… tapi mau bagaimana lagi, kalo secara fakta individu memang ada kesan pecundang. Oya, ini yang dimaksud adalah “yang kalah” atau “dikalahkan”. Sebab, arti pecundang menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) banyak. Selain yang sering dipahami, yakni pecundang sebagai orang yang kalah atau dikalahkan, juga ada arti lainnya, yakni orang yang menghasut. Selain itu, ada juga pengertian pecundang adalah orang yang menipu. Nah, itu menurut kamus, ya.

Secara umum, masyarakat muslim, insya Allah kita bukan pecundang. Namun, jika melihat fakta secara individu per individu, memang ada yang menjadi pecundang (tentu tidak semuanya). Kalah dan dikalahkan, lalu tak mau berbenah tak mau berjuang untuk bangkit. Misalnya nih, bisa karena kalah bersaing dalam mendapatkan sumber penghasilan. Mengapa bisa begitu? Ada penyebabnya tentu. Misalnya faktor pendidikan. Banyak juga lho teman kita yang tidak bisa sekolah sampai tuntas. Ada yang putus di tengah jalan karena malas belajar lalu tak mau sekolah lagi, ada juga yang karena habis bahan bakarnya, yakni secara ekonomi kekurangan biaya. Akhirnya putus asa, lalu hidup sesukanya sambil mengutuki keadaan. Mereka gagal dan menyalahkan keadaan. Jika dengan sadar mereka menyalahkan keadaan, lalu tidak mau mengubah kondisinya. Mengutuki keadaan itu level tertentu dari ketidakmauan untuk memperbaiki kondisi hidupnya. Itu artinya mereka gagal dan layak dikatakan pecundang.

Why? Sebab, ada banyak juga kondisi individu yang senasib dengan mereka, tetapi masih berpikir jernih. Kondisinya memang kalah dan dikalahkan dalam berbagai sisi kehidupan. Namun, mereka mau untuk bangkit. Mau berusaha walau tertatih-tatih. Masih punya harga diri, masih memiliki semangat dan tanggung jawab untuk mengubah kondisi diri mereka. Ini ada, walau jarang.

Itu sebabnya, umat Islam hari ini, ketika problem diri mereka masih belum terselesaikan, kita akui sebagai sebuah fakta, dan itu harus diubah. Kaum muslimin yang model begitu, perlu diarahkan dan dibimbing oleh kaum muslimin lainnya yang sudah berpikir lebih baik. Prinsipnya, jika kalah jangan menyerah. Lakukan introspeksi, berikan waktu untuk evaluasi, lalu berusaha bangkit kembali. Ini yang diperlukan.

So, kita ini umat terbaik. Itu sebabnya, mestinya “tahan banting” dalam segala kondisi. Nggak layak jadi pecundang. Tugas kita yang ngerti untuk membimbing dan mengarahkan teman kita yang belum paham. Bersyukur sekarang banyak lembaga sosial yang dikelola kaum muslimin yang fokus memberikan solusi bagi saudara kita yang kalah dan dikalahkan, misalnya secara ekonomi, sehingga sulit meraih akses kepada sumber penghasilan untuk memperbaiki kondisinya. Mereka diberikan solusi untuk meraih pendidikan dan keterampilan, yang diharapkan memiliki keahlian dalam mendapatkan akses sumber ekonomi. Agar secara mandiri bisa menghidupi diri dan tak menjadi beban keluarganya.

Selain itu, ada juga problem pribadi dalam hal mental. Banyak remaja dan juga orang dewasa dari kalangan kaum muslimin yang memiliki mental yang lemah. Tanggung jawab, disiplin, daya juang, dan karakter yang nggak bagus. Ini juga problem, walau tidak semua tetapi banyak. Harus ada yang membantu mencarikan solusinya. Bersyukur saat ini banyak kaum muslimin yang memiliki ilmu dan mau membantu memberikan solusi. Bisa melalui tulisan, bisa melalui tayangan video, atau bisa juga secara lisan dalam membina dan membimbing mental kaum muslimin yang ‘dikalahkan’ tersebut agar mau bangkit menjadi lebih baik. Sebab, sejatinya, kaum muslimin itu bukan pecundang.

Sesama muslim berantem?

 Sobat gaulislam, sebenarnya dan semestinya emang malu. Sesama muslim kok berantem, kayak nggak ada lawan yang sesungguhnya aja. Namun, ini fakta yang terjadi saat ini. Umat Islam hari ini dibuat sibuk dengan urusan yang semestinya tak perlu dibahas. Malu aja sih, sesama muslim bertikai, hanya karena berbeda pilihan politik, atau berbeda ormas dan organisasi dakwah.

Apakah ini kenyataan seperti di dunia bisnis? Sesama penjual yang nggak berpikir islami itu biasanya perang dingin bahkan saling jegal untuk mendapatkan pelanggan. Maka, kita saksikan tempo hari viral video pembongkaran papan nama ormas Islam di sebuah daerah yang konon kabarnya basis ormas Islam lainnya. Kan nggak lucu, kok bisa sesama muslim harus begitu sikapnya? Sementara ada juga ormas Islam yang malah baik banget sama agama lain (orang kafir) sampe rela jagain tempat ibadahnya.

Ini sudah terbalik. Mestinya sesama muslim itu bersaudara, saling menjaga saling mengasihi. Bukan malah memerangi. Kepada orang-orang kafir yang memusuhi Islam dan kaum muslimin, mestinya bersikap keras, bukan malah djadikan teman. Ini salah satu problem kedua, yakni sebagian masyarakat muslim bermasalah secara internal. Berantem sesama muslim untuk urusan yang tak perlu.

Padahal Allah Ta’ala sudah befirman (yang artinya), “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.” (QS al-Fath [48]: 29)

Tentu saja, sebagai problem yang pertama, problem kedua ini juga harus diselesaikan. Dicarikan solusinya. Solusi apa yang bisa disodorkan? Kaum muslimin lainnya yang paham tentang agama wajib memberikan edukasi, sampaikan dakwah melalui lisan dan tulisan, termasuk tayangan video untuk mengajak kaum muslimin yang masih musuhan dengan saudaranya agar sadar diri. Alhamdulillah, ini sudah dilakukan dan cukup banyak kita saksikan hari ini. Hanya saja, memang butuh waktu dan proses. Semoga dimudahkan.

Tak bersatu melawan musuh

Problem ketiga adalah adanya gangguan dari pihak luar (eksternal) terhadap kaum muslimin. Ini ada dan harus diakui sebagai sebuah fakta. Kita evaluasi mengapa hal ini bisa terjadi. Bisa jadi karena faktor kelemahan kita, yang sudah disebutkan dalam dua problem sebelumnya. Bisa juga murni kekuatan yang ingin men-delete kaum muslimin dari peradaban saat ini. Sayangnya, kita tak bersatu melawan musuh tersebut. Inilah kondisi umat Islam hari ini. Meski sesama muslim satu ikatan, tetapi karena batasan imajiner bernama bangsa dan wilayah negara, akhirnya kita hanya bisa berteriak protes atau mengutuk perilaku zalim musuh-musuh Islam di negeri lain dimana kaum muslimin menjadi minoritas.

Padahal Allah Ta’ala sudah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (QS ash-Shaff [61]: 4)

Oya, jangankan untuk melawan musuh-musuh Islam, sesama muslim aja yang kita lihat di sini malah musuhan. Aneh, kan? Banget!

Gimana juga mau berjuang membela kehormatan saudara di negeri lain, di negeri ini saja banyak remaja yang menggadaikan kehormatan dan kemuliaannya sebagai muslim dengan cara menjadikan budaya selain Islam sebagai gaya hidupnya. Bisa dilihat sendiri, deh. Banyak yang gandrung dengan segala hal bernuansa Korea, tetapi dalam waktu bersamaan ogah menjadikan Islam sebagai jalan hidup. Syariat Islam nggak diambil secara totalitas. Hanya dipilih yang disuka dan dijauhi yang dibencinya. Waduh!

Kalo model gini sih berat. Jangankan untuk melawan musuh demi membela agama dan saudara seiman, melawan diri sendiri aja masih kedodoran. Jadi, problem pertama sampai ketiga yang dibahas dalam tulisan ini saling terikat-kait satu sama lain.

Bagaimana solusinya?

Sobat gaulislam, umat Islam hari ini sedang sakit. Perlu tabib dan obat. Siapa tabibnya? Umat Islam yang ngerti dan paham tentang agamanya. Apa obatnya? Akidah dan syariat Islam. Bagaimana cara mengobatinya? Harus kedua belah pihak berperan. Jangan cuma satu pihak aja. Persis kayak orang berobat ke dokter atau tabib untuk urusan penyakit fisik. Orang yang sakit kudu sadar bahwa dirinya sakit, perlu obat dan dokter atau tabib. Tabib dan dokter juga perlu kesadaran untuk memberikan edukasi dan solusi bagi pasiennya.

Nah, begitu pun dalam kondisi kehidupan kita. Kaum muslimin saat ini sedang sakit, bahkan sakit parah. Celakanya, masih ada di antara mereka nggak tahu kalo sedang sakit parah. Jadi, memang kudu ada yang menyadarkan dari kalangan kaum muslimin yang paham. Kudu dikasih tahu dan diberikan solusinya. Dakwah adalah salah satu cara mengedukasi untuk menyadarkan kaum muslimin yang sakit saat ini. Amar ma’ruf dan nahi munkar kudu digelorakan.

Alah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS Ali Imran [3]: 104)

Itu sebabnnya, perlu kerjasama antar ormas Islam, antar gerakan dakwah, antar tokoh umat Islam. Tugas yang  berat memang. Sebab, selain membereskan urusan internal kaum muslimin, juga harus bersiap siaga melawan serangan musuh-musuh Islam dari kalangan orang-orang munafik dan orang kafir. Semoga Allah Ta’ala memudahkan. Bismillah. [O. Solihin | IG @osolihin]