Thursday, 18 April 2024, 09:04

Nggak bisa dipungkiri kalau setiap hari kekejaman tentara Israel terhadap muslim Palestina kian mengganas. Perlawanan jelas wajib dilakukan. Salah satunya aksi pemboikotan produk AS.. Efektifkah?

Lord Marcus Sieff, salah seorang pimpinan Marks & Spencer terlama, pernah berkata bahwa salah satu prinsip obyektif perusahaannya adalah membantu pembangunan ekonomi Israel. Marks & Spencer memang salah satu perusahaan yang giat menyokong bangsa Yahudi. Setiap tahunnya perusahaan ini menyuplai dana lebih dari US$ 230 juta ke negara penjajah tersebut. Mereka tidak sendirian, masih banyak perusahaan asing yang terbukti ataupun diduga kuat melakukan konspirasi terhadap bangsa Israel. Coca Cola dan Pepsi juga melakukan kebijakan serupa. Pepsi, malah oleh sebagian orang sering diplesetkan sebagai akronim ‘Pay Each Penny to Save Israel’. Selain itu perusahaan Intel, Nokia, Levi menurut sebagian kalangan juga termasuk dalam perusahaan yang menyokong eksistensi bangsa Yahudi di tanah Palestina.

Boikot Produk Pro-Israel
Memang fatwa pengharaman produk-produk pro-AS dikeluarkan sekitar tiga tahun lalu. Namun seiring dengan kian agresifnya Israel melakukan aksi genocide terhadap umat Muslim Palestina fatwa tersebut masih relevan untuk dibahas karena masih nyaring terdengar. Awalnya adalah Dr. Yusuf Qardhawi, salah seorang tokoh Ikhwanul Muslimin terkemuka yang melontarkan fatwa tersebut. Pernyataan ini kemudian menggema ke seluruh penjuru dunia Islam.

Dalam dialog selepas shalat Jum’at di Masjid Umar bin Khaththab pada tanggal 27 Oktober 2000, Qardhawi menyatakan keterkejutannya dengan sikap sebagian kaum muslimin yang tidak bisa hidup tanpa produk-produk Amerika. Padahal menurutnya umat Muslim harus bersatu dalam menangani masalah Palestina, dan salah satu upaya mendukung perjuangan muslim Palestina adalah memboikot semua produk Israel dan AS. “Satu rial anda gunakan untuk membeli produk Israel dan AS, sama dengan satu peluru yang akan merobek tubuh saudara anda di Palestin,”katanya. Hal itu menurut Qardhawi berpijak dari kenyataan bantuan keuangan yang luar biasa oleh AS kepada negara Zionis Israel. Apa lagi, Kongres AS secara terang-terangan memihak kepada Israel dalam masalah Palestina.

Beberapa hari sebelumnya, tepatnya pada?  hari Ahad, 8 Oktober 2000, Al-Jazira News Network, sebuah stasiun televisi di?  Qatar,?  menyiarkan sebuah acara yang mengundang DR. Yusuf Al-Qaradhawi. Tema dari?  acara?  tersebut?  mengenai?  apa?  yang?  terjadi di saat ini di Palestina dan kewajiban?  jihad?  yang?  diwajibkan?  bagi?  setiap?  Muslim.

Dalam?  acara?  tersebut?  Al-Qardhawi?  mengemukakan?  sebuah fatwa bahwa “Memboikot
produk-produk?  buatan Israel dan Amerika adalah kewajiban bagi seluruh Muslim di seluruh?  dunia.” Qaradhawi?  mengatakan?  bahwa?  setiap dollar yang kita bayarkan untuk?  sebotol?  Coca?  cola,?  misalnya,?  akan?  menjadi?  sebuah?  peluru yang dalam persenjataan?  perang orang-orang Amerika atau Israel akan dibidikkan langsung ke arah kita.

Seiring dengan keluarnya fatwa tersebut sejumlah aksi pun digelar untuk mendukung fatwa Dr. Yusuf Qardhawi. Tentu saja aksi pemboikotan ini sempat mengundang polemik. Baik pada masalah hukum syara’ mengenai hal tersebut, maupun terkait dengan kendala teknis pelaksanaannya. Sebagai contoh, bisnis ritel hidangan cepat saji terkemuka McDonald’s di sejumlah negara lisensinya dipegang oleh kaum muslimin. Di Arab Saudi bisnis ritel makanan Amrik itu dipegang oleh keluarga Saudi. Namun mereka kemudian mengeluarkan pernyataan bahwa keuntungan yang diperoleh dari bisnis itu disumbangkan untuk kesejahteraan rakyat Palestina. Sementara itu di Mesir aksi para demonstran yang menentang restoran itu dihadang oleh aparat keamanan.

Sementara itu penafsiran terhadap pengharaman produk-produk tersebut juga masih menjadi perdebatan di antara kaum muslimin. Dua orang intelektual muslim yang berdomisili di Inggris Safraz Ahmed & Ahmad Jassat dalam tulisan mereka yang dimuat jurnal Khilafah Magazine edisi Juni 2003 sepakat menyatakan keharaman untuk membeli produk-produk AS pro-Israel. Kedua pemikir ini menyitir firman Allah SWT.

“Dan Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan bagi orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang beriman.”(An Nisaa [4]:141).

Menurut mereka kaum muslimin yang tinggal di negeri-negeri kafir seperti AS dan Eropa diperbolehkan untuk membeli produk-produk tersebut kecuali transaksi yang menguatkan Israel seperti komoditi strategis macam senjata, enerji dan pertambangan. Menurut mereka hal ini karena secara jelas akan mengokohkan kekuatan Israel. Sementara membeli barang-barang non-strategis maka hukumnya adalah boleh. Sayang, keduanya tidak menjelaskan lebih rinci batasan “strategis” dan “non-strategis”.

Sementara itu menurut mereka bagi kaum muslimin yang tinggal di negeri-negeri Islam, maka haram secara total untuk melakukan transaksi dengan perusahaan-perusahaan yang menyokong Israel. Hal ini karena negeri muslim haram hukumnya melakukan hubungan dalam jenis apapun dengan negara kafir muhariban fi’lan seperti Israel.

Manakah di antara kedua pendapat ini yang lebih kuat – antara fatwa Dr. Yusuf Qardhawi dengan Safraz Ahmed & Ahmad Jassat –? Wallahu’alam bi ash shawab. Yang jelas fatwa ini telah memicu semangat baru di tengah-tengah kaum muslimin untuk mencintai produk buatan kalangan muslim.

Kini di sejumlah negara di Timur Tengah dan Eropa beredar soft drink rival Coca Cola dengan merk Mecca Cola dan Zamzam Cola. Harian New York Times (01/01/2003) melaporkan bahwa sejumlah perusahaan Inggris, Belgia, Jerman, telah meminta kepada produser Mecca Cola untuk menjadi penyalur produk di negaranya. Manager Marketing Mecca Cola mengatakan, “Kami telah meminta sejumlah permintaan dari perusahaan AS di Califorina, Flourida dan New York.� Mecca Cola mendapat sambutan besar di kalangan komunitas Muslim di Perancis yang ingin memboikot produk AS sebagai bentuk penolakan mereka terhadap politik AS terhadap kasus Palestina-Israel.

Adalah Taufiq Matlausi, warga Prancis asal Tunisia, juga telah memiliki siaran radio untuk komunitas Muslim di Prancis. Pada bulan November 2002, ia berhasil mengeluarkan soft drink Mecca Cola menyaingi Coca Cola buatan Amerika dengan logo Mecca Cola yang mirip dengan logo Coca Cola. Sementara itu Zamzam Cola adalah diproduksi di Iran dan konon sepanjang musim panas lalu telah terjual hingga 10 juta botol di Saudi. Tertarik dengan bisnis ini Emirat Arab akan mengeluarkan Satar Cola.

Untuk mengalahkan dominasi Kentucky Fried Chicken, Taufiq meluncurkan Hilal Fried Chicken. NYT juga menyebutkan bahwa saat ini telah dilakukan perencanaan untuk launching cabang pertama Hilal Fried Chicken pada bulan Maret 2003 di Mesir.

Menurut perusahaan yang memproduksi Mecca Cola mereka menyumbangkan keuntungan 10 % penjualan satu botol, untuk dana bantuan bagi anak-anak Palestina. Kemudian 10 persen lagi untuk fakir miskin Muslim di Perancis setiap satu botol. Sejumlah pejabat di Selatan Afrika juga meminta agar ada dana 10 persen lagi untuk membantu anak-anak yang terkena AIDS.

Mampu dan Efektifkah?
Harus diakui sejauh ini fatwa pemboikotan produk-produk AS baru berjalan pada komoditi tertentu seperti makanan, minumanpakaian. Pemboikotan ini secara jelas amat sulit dilakukan pada barang-barang strategis semisal produk IT, komputer – baik software maupun hardware-nya –, maupun industri berat seperti otomotif. Sebabnya karena ketergantungan kaum muslimin terhadap iptek Barat masih sangat tinggi. Contohnya program-program komputer keluaran Microsoft seperti Windows masih banyak dipakai oleh kaum muslimin karena hingga masih belum ada program substitusi yang setara dengan produk Microsoft.?  Padahal menurut sejumlah sumber catatan perusahaan raksasa pimpinan Bill Gates adalah penyumbang kedua terbesar bagi komunitas Yahudi dan Israel.

Ada sebuah kisah menggelikan namun ironis ketika seorang kawan tengah asyik mengetik di sebuah rental komputer milik seorang aktivis dakwah. Saat haus ia pergi ke lemari es yang menjual aneka softdrink, karena belum ngeh dengan fatwa pemboikotan produk tersebut ia pun mencari Coca Cola. Ketika yang dicari tidak ada ia bertanya kepada penjaga rental kenapa mereka tidak menjual Coca Cola. “Kami memboikot produk AS, Mas,” jawab sang penjaga tegas. Karena terkejut dengan polos sang kawan bertanya balik, “Lalu kenapa rental ini memakai software Windows, itu kan buatan AS juga?” Sang penjaga rental pun hanya terdiam, tidak mampu menjawab pertanyaan tersebut. Apa yang ditanyakan kawan saya itu juga lazim ditanyakan banyak kaum muslimin. Ketika diskusi fatwa pengharaman ini marak di sebuah milis kumpulan penulis, ada seorang member yang nyeletuk, “ngomong-ngomong antum ngirim email ini pake program buatan mana, akhi?” Jelas saja program Outlook keluaran Windows-nya Microsoft yang asal Amrik.

Karenanya munculnya fatwa pengharaman akan produk-produk pro-Israel semestinya mampu menyentakkan kita bahwa kaum muslimin masih berada di belakang Barat. Bahkan jauh di belakangnya. Terbukti kita belum mampu melepaskan diri dari berbagai produk iptek mereka. Maka langkah untuk berlepas diri dari segala produk Barat juga harus diimbangi dengan peningkatan kemampuan umat untuk bersaing dengan kaum kuffar di segala lini. Tanpa itu, maka aksi pemboikotan ini akan berjalan terseok-seok bahkan bisa jadi sulit diwujudkan. Seperti sangat sulit pada masa ini untuk tidak memakai software dan hardware komputer bikinan non AS. Menanggapi hal ini biasanya kalangan yang giat dengan aksi pemboikotan berkilah dengan alasan darurat.

Hal lain yang juga wajib dipikirkan oleh kaum muslimin apakah langkah ini akan efektif membendung dominasi AS dan kekejian Israel? Tentu saja tidak, meski tentu saja insya Allah langkah pemboikotan ini tetap bernilai amal saleh bagi yang melakukannya. Karena dominasi AS dan Israel juga tidak lepas dari kebijakan imperialis mereka di sekujur tubuh dunia Islam. Bahkan secara ironik, ideologi kapitalisme dengan basis sekulerisme masih bercokol di tubuh dan otak umat. Bahkan para penguasa merekalah yang menerapkannya dengan paksa pada umat. Lagipula, bukankah eksistensi Israel di tanah Palestina – berikut aksi kekejamannya – juga diamini oleh para pemimpin-pemimpin Arab? Terbukti mereka hanya bisa mengutuk tanpa melakukan aksi nyata untuk menyelamatkan umat Islam Palestina apalagi punya sedikit nyali untuk mengusir Israel.

Karenanya janganlah aksi pemboikotan ini membuat umat merasa cepat berpuas diri merasa telah melakukan sebuah â€?perlawanan’ terhadap AS dan Israel. Yang utama dan wajib dikerjakan umat saat ini adalah menggalang kekuatan seluruh komponen umat dan memberlakukan penerapan syari’at Islam. Maka sebelum melepaskan diri dari produk-produk AS, terlebih dahulu umat harus melepaskan diri dari ideologi batil buatan Barat. Juga melepaskan diri dari?  dominasi politik mereka. Setelah itu umat wajib menggalang jihad terhadap Israel, mengenyahkan mereka dari tanah Palestina. Apa artinya memboikot produk AS tapi membiarkan kekufuran yang ditebarkan Barat tetap eksis di dalam rumah kita sendiri. [Iwan Januar, dari berbagai sumber]

4 thoughts on “Boikot Produk AS: Mampukah Kita?

  1. Salah klo membajak. Gunakan aja Linux, software alternatif yang bebas dari Yahudi dan Zionisme. dia adalah proyek humanity, proyek kemanusiaan, yang bisa digunakan siapa saja.

  2. mana bisa???
    kagak bakalan mampu deh lu-lu orang boikot produk as…
    egp kata orang sono….lu gak beli juga mereka kgk rugi….
    ade2 aje lo….

  3. @hajime… emang linux bkn buatan AS?

    terus gmn dengan software2 yg jln di linux? tetep aja penuh campur tangan yahudi

    mo 100% terbebas dr yahudi? hidup di gua aja

    ur choice is limited to either accept it or live solitary

Comments are closed.