Thursday, 24 July 2025, 07:14
rbqiz2rs4robwga

gaulislam edisi 926/tahun ke-18 (25 Muharram 1447 H/ 21 Juli 2025)

Awalnya cuma chat, terus tukar story, lalu saling panggil “sayang”. Nggak lama kemudian, udah janjian ketemuan, pegangan tangan, dan… ya, kamu bisa tebak sendiri kelanjutannya. Semua diawali dari rasa penasaran, tapi berakhir jadi penyesalan. Katanya cinta, tapi kok makin jauh dari Allah Ta’ala? Katanya sayang, tapi malah ngajak maksiat? Duh, itu bukan cinta, Bro en Sis, itu celaka.

Sekarang kita hidup di zaman ketika pacaran dianggap biasa. Bahkan yang nggak punya pacar malah dicengin kayak alien. Padahal kalo kita buka mata (dan hati), banyak banget kisah nyata yang bikin ngeri seperti anak sekolah jadi korban pelecehan, cewek kabur dari rumah gara-gara bucin, cowok masuk bui karena terlalu nafsu. Semua bermula dari yang katanya indah, tapi ternyata salah arah.

Zaman sekarang, cinta datang dari mana aja. Kadang dari kolom komentar. Kadang dari FYP. Kadang juga dari mention random yang bikin senyum-senyum sendiri. Tapi yang serem, bukan senyumnya, melainkan apa yang terjadi setelah itu. Banyak remaja yang malah bucin dan sedang berjalan pelan-pelan menuju jurang kehancuran. Ngeri nggak tuh?

Coba deh tengok berita-berita yang berseliweran belakangan ini. Ada cewek yang diperkosa gara-gara kenalan dari aplikasi kencan online. Kejadiannya di Ogan Kemiring Ulu, bulan Juni lalu. Ada yang dibawa kabur pacarnya, berujung diperkosa empat kali. Kejadian di Rokan Hilir, Riau awal Juli lalu. Ada cowok yang kena busur panah karena janjian ketemu cewek yang ternyata udah punya pacar. Ini terjadi di Makassar, 12 Juli 2025 lalu. Bahkan ada juga yang pacaran sampai kabur dari rumah selama enam hari, dan ending-nya bukan tukar cincin tapi laporan polisi. Kenapa? Karena diperkosa. Kejadian di Bima, Nusa Tenggara Barat, 9 Juli 2025 lalu.

Ini baru segelintir. Di bawah permukaan medsos yang penuh filter dan sticker love, ada realitas kelam, yakni pergaulan remaja makin bebas, tapi bebasnya salah arah. Fenomena ini bukan hoaks, bukan juga drama sinetron. Ini realita. Dan makin ke sini, makin sering kejadian. Pergaulan remaja makin liar, kayak motor yang lepas rem di turunan tajam. Banyak yang pengen sayang-sayangan, tapi nggak tahu aturan.

Dan di tengah gempuran konten-konten mesra, bucin, dan gaya hidup bebas di medsos, nilai-nilai Islam perlahan-lahan tersingkir dari algoritma kehidupan. Padahal, Islam bukan agama yang anti cinta. Justru Islam ngajarin kita mencintai dengan benar, menjaga dengan benar, dan berhubungan dengan cara yang diridai Allah Ta’ala.

Nah, sebelum kita semakin larut dalam ilusi romansa yang penuh jebakan, yuk kita kulik lebih dalam. Biar nggak cuma paham algoritma Instagram, tapi juga paham bahaya gaul bebas dan pentingnya menjaga kehormatan diri. Siap? Yuk lanjut!

Mengapa bisa begini?

Sobat gaulislam, jawaban untuk pertanyaan ini ternyata nggak cuma satu. Ada racikan maut yang bikin pergaulan zaman now berubah dari lucu jadi luka, dari cinta jadi celaka.

Pertama, gaul bebas tanpa akal dan batas. Dulu orang tua kita kalo mau ketemu gebetan aja harus lewat pager, sambil ngumpet dari ayah yang bawa golok. Sekarang? Tinggal klik, tinggal swipe, tinggal “Add Friend”, langsung bisa sayang-sayangan tanpa akad nikah dulu. Bebas? Banget. Tapi sayangnya, bebasnya tanpa batas dan tanpa arah. Bahaya dan dosa pula.

Remaja sekarang gampang banget terjebak pada dalih “hak pribadi”. Padahal kalo hidup tanpa batas, manusia bisa jadi lebih rusak dari binatang. Hewan aja ada musim kawin, manusia malah ada yang begituan tiap saat bucin!

Kedua, pacaran dianggap wajar bin normal. Ini penyakit akut. Banyak yang merasa pacaran itu wajar, asalkan nggak ngapa-ngapain. Tapi coba jujur deh, ada nggak sih pacaran yang bener-bener cuma duduk berjauhan sambil tilawah bareng? Atau pacaran sambil bahas tafsir al-Baqarah? Yaaa… paling banter juga cuma “kamu udah makan belum?”, “kangen nih” sambil cekikikan, dan aslinya nyebelin banget.

Padahal Islam udah jelas ngasih aturan dan batasan. Laki-laki dan perempuan bukan mahram itu nggak boleh berduaan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah salah seorang dari kalian berkhalwat dengan seorang wanita karena sesungguhnya setan menjadi orang ketiga di antara mereka berdua.” (HR Ahmad)

Setan itu bukan hadir sebagai MC atau fotografer, tapi sebagai penyesat utama. Dari yang awalnya “cuma temenan”, lanjut  “cuma chatting”, lalu “cuma pegang tangan”, dan tahu-tahu… “cuma satu kasur”. Ngawur!

Ketiga, medsos yang digunakan kebablasan. Ya, medsos itu kayak pisau dapur. Bisa buat motong makanan, tapi bisa juga buat nusuk orang. Masalahnya, sekarang medsos lebih banyak jadi alat promosi hawa nafsu. Konten viral isinya prank mesum, dance sensual, gaya couple nggak halal, bucin level lupa diri. Sementara konten dakwah? Diskip. Ceramah? Dibilang boring. Ngaji online? Nonton kalo lagi galau doang.

Parahnya, banyak remaja yang lebih percaya sama influencer daripada ulama. Disuruh puasa sunnah ogah, tapi disuruh ikutin challenge “24 jam bareng pacar” langsung semangat. Astaghfirullah, ini bukan follow your heart, tapi follow nafsumu sampai masuk jurang. Ngeri.

Keempat, kurang iman dan pendidikan akhlak. Coba cek memori otakmu: hafal nama member boyband, tapi nggak tahu nama 10 sahabat Rasulullah. Hafal dialog film Marvel, tapi nggak tahu arti “ittaqillah”. Bisa quote lagu galau, tapi nggak bisa bacain makna surat an-Nur ayat 30-31 tentang jaga pandangan.

Pendidikan kita hari ini lebih banyak ngajarin sukses dunia, tapi minim ngajarin sukses akhirat. Kita tahu caranya lulus ujian akademik atau pelajaran, tapi nggak ngerti cara lulus dari ujian hidup. Akibatnya? Remaja tumbuh besar, tapi gak tumbuh benar.

Bro en Sis, bebas itu bukan berarti suka-suka dan merasa wajar. Bucin itu bukan cinta. Cinta yang nggak pakai iman itu bisa jadi bencana. Itu artinya, kalo pacaran bikin trauma, kalo medsos bikin celaka, kalo pergaulan bikin dosa, berarti ada yang salah dari cara kita memaknai kebebasan dan cinta. Dan yang lebih ngeri, banyak yang nggak sadar. Mereka yang udah pacaran bilang, “Kita saling jaga kok.” Lah, gimana mau jaga, kalo setan udah standby dari awal?

Jaga diri, jaga iman

Sobat gaulislam, kita udah sama-sama lihat betapa kacau dan tragisnya dunia pergaulan remaja hari ini. Tapi tenang, Islam nggak datang cuma buat nyalahin. Islam datang bawa solusi. Kalo kita nyasar, tinggal sadar diri dan balik ke jalan yang lurus. Nggak ada istilah “terlambat”, yang ada cuma “mau berubah atau nggak?”

Nah, gimana biar bisa jaga diri dan nggak nyasar? Pertama, pilih circle yang jaga iman. Mau tahu siapa kamu lima tahun ke depan? Coba cek siapa teman-teman terdekatmu hari ini. Kalo circle-mu isinya tukang ghibah, pacaran, dan bucin akut, ya jangan heran kalo kamu ikut-ikutan nyungsep.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR Bukhari 5534 dan Muslim 2628)

Kalo nongkrongnya sama penjual minyak wangi, minimal dapet aroma wangi. Tapi kalo nongkrongnya sama si ‘ahli bucin’, bisa-bisa pulang bawa dosa plus galau akut. So, upgrade pertemananmu. Cari teman yang bisa ngingetin kalo kita salah dan dia akan semangat mengajak kepada kebaikan.

Kedua, setop pacaran. Islam nggak anti cinta. Bukan anti romansa. Tapi Islam kasih jalur yang halal dan penuh keberkahan: nikah. Kalo kamu bilang, “Tapi aku belum siap nikah!” Ya udah, berarti belum siap pacaran juga. Fair, kan?

Pacaran itu bukan ajang nyari pasangan, tapi seringnya jadi jalan tol menuju perzinaan. Mau bukti? Banyak. Pantengin aja media massa dan media sosial. Cinta yang katanya tulus, akhirnya malah jadi pemaksaan, pemerkosaan, bahkan trauma seumur hidup. Jauhi dan waspadalah!

Ketiga, jangan bablas maen medsos. Medsos itu bukan musuh. Tapi dia bisa berubah jadi racun kalo kita nggak pinter-pinter saring. Scroll FYP-mu. Cek siapa yang kamu follow. Apakah mereka ngajak ke masjid atau ngajak nginap di rumah pacar? Apakah kontennya ngajak introspeksi atau ngajak buka aurat bareng?

So, saatnya bersih-bersih timeline. Unfollow akun toxic. Follow akun-akun Islami yang kontennya nambah iman, bukan nambah nafsu buruk. Ganti konten “Relationship Goals” dengan “Akhirat Goals”.

Keempat, taubat. Sebab, taubat itu keren, balik ke Allah Itu power move. Buat kamu yang mungkin udah terlanjur jauh. Udah pernah pacaran, udah pernah bablas, bahkan udah pernah jadi pelaku atau korban, dengerin baik-baik: kamu belum terlambat. Allah Ta’ala Maha Penerima Taubat. Dosa sebesar apa pun, asal taubatnya tulus, pintu-Nya masih terbuka lebar. Allah Ta’ala berfirman, “Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS an-Nisa’ [4]: 110)

Itu sebabnya, nggak usah malu buat mulai lagi. Nggak usah gengsi buat taubat. Justru yang keren tuh bukan yang bilang, “Gue udah bebas”, tapi yang bisa bilang, “Gue pernah salah, tapi sekarang gue sedang berubah.”

Kelima, isi waktu dengan kegiatan bermanfaat. Mulai deh ikut kajian remaja, gabung dengan komunitas dakwah, atau bikin grup tilawah one day one juz bareng teman, boleh juga gabung volunteering kegiatan sosial, nggak salah juga kalo latihan silat (biar bisa jaga diri beneran). Sebab, kalo waktu luang nggak diisi yang baik, dia akan diisi yang buruk. Dan setan paling suka waktu kosong. So, sibukkan diri dengan hal-hal yang mendekatkanmu ke Allah Ta’ala.

Bro en Sis, remaja keren itu bukan yang bebas sayang-sayangan, tapi yang berani bilang “nggak” pada maksiat. Bukan yang FYP karena gaya couple-nya lucu (padahal maksiat), tapi yang viral karena akhlaknya bikin sejuk.

Oya, kalo kamu sampai di bagian ini dan masih baca, semoga Allah Ta’ala memudahkan kamu mendapatkan hidayah. Mungkin kamu belum sempurna. Mungkin kamu masih berjuang ninggalin dosa. Tapi percayalah, itu lebih baik daripada diem-diem nyaman dalam gelap. Iya, kan?

Dunia hari ini nyodorin banyak banget jebakan: cinta palsu, pergaulan semu, kesenangan instan, tapi semua itu cuma fatamorgana. Nampak manis di awal, tapi pahit luar biasa di akhir. Pacaran keliatannya romantis, padahal banyak yang berakhir tragis. Bebas tanpa batas keliatannya seru, padahal banyak yang masuk bui atau liang kubur. Na’udzubillah.

Itu sebabnya, yuk mulai berani bilang “udahan” buat semua yang menjauhkan kita dari Allah Ta’ala. Kebebasan yang nggak pakai iman, bakal berubah jadi penyesalan. Gaul yang nggak pakai batas, bisa bikin hidup berantakan. Mau sampai kapan bilang “Masih muda ini, waktunya senang-senang,” padahal tiap hari ada aja anak muda yang mati muda, kan?

Jangan tunggu hancur dulu baru sadar. Jangan tunggu trauma dulu baru taubat. Jangan tunggu ajal datang baru ‘nyesel’ (padahal nggak bisa balik lagi ke dunia). Mengapa? Karena hidup ini sekali. Tapi pertanggungjawabannya selamanya.

Kamu masih muda. Kamu punya tenaga, semangat, dan waktu. Gunakan itu bukan buat dosa, tapi buat jadi cahaya. Jadilah remaja yang gaulnya syar’i, cintanya di jalan yang halal, akhlaknya ngademin, dan akhiratnya aman. Insya Allah.

Sebab, yang keren itu bukan yang pacaran diem-diem, tapi yang jomblo karena takut maksiat. Mereka yang hebat itu bukan yang bisa pegang tangan pasangan haram, tapi yang bisa pegang teguh iman. Dia yang pemenang itu bukan yang viral di dunia, tapi yang selamat di akhirat.

Semoga kita nggak cuma jadi penonton korban berikutnya, tapi jadi penyelamat untuk diri sendiri dan orang lain. Mulai sekarang. Mulai dari kamu. Mulai dari taubat. Jangan tunggu sempurna untuk berubah. Tapi ubahlah dirimu agar mendekati kesempurnaan di mata Allah. Semangat hijrah! Semangat jadi remaja beriman yang beneran berkelas.

Akhir kata, yuk kita jawab pertanyaan ini dalam hati masing-masing: “Kalo kita mati besok, kita siap bertemu Allah Ta’ala dalam kondisi sedang apa?” [O. Solihin | Join WhatsApp Channel]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *