Monday, 9 December 2024, 00:32
palestina

gaulislam edisi 833/tahun ke-17 (24 Rabiul Awal 1445 H/ 9 Oktober 2023)

Kalo kamu di awal tahun 2000-an sempat dengerin lagu-lagu nasyid dari Soldier of Allah, rasa-rasanya masih ingat ketika membaca judul ini (eh, kalo yang sekarang baca edisi ini baru kelas 1 SMA, kayaknya belum dengar lagu itu, deh). Ya, sekadar tahu aja, ini judul salah satu lagu mereka. Isinya unik, dikemas menarik dalam nada energik. Sejak awal lagu udah menghentak bikin semangat: We brought you and I to make unity/We’re not brought up by our countries/We’re brought up by our Deen/Our bond is Islam and this is our deen/No matter where you are from/By Islam we’re family.

Terjemah bebasnya kira-kira begini: Kita dibawa oleh-Nya untuk bersatu/Kita tidak dibesarkan oleh negara-negara kita/Kita dibesarkan oleh agama kita/Ikatan kita adalah Islam dan inilah agama kita/Tidak peduli dari mana kamu berasal/Dengan Islam kita adalah keluarga.

Nah, ngomong-ngomong bahwa kita sesama muslim adalah bersaudara, bahkan keluarga, maka mestinya kita bisa nyambung bahwa apa pun yang terjadi dengan saudara seakidah kita di belahan bumi mana pun, maka kita wajib peduli. Belum lama, Sabtu lalu (7/10), saudara-saudara kita, para pejuang di Palestina melakukan serangan dadakan ke wilayah Israel, negara yang menjajahnya. Dalam operasi yang diberi nama Badai Al Aqsha itu para pejuang Palestina meluncurkan ribuan roket ke lebih dari 20 lokasi di wilayah Israel. Meski kemudian dibalas serangan lagi, dan hingga tulisan ini dibuat saling serang masih berlangsung. Tentu banyak korban dari kedua belah pihak.

Bagi kita, kaum muslimin, perjuangan memang akan ada pengorbanan. Insya Allah syahid bagi para pejuang Palestina yang gugur di perang tersebut. Bagi warga sipil terdampak perang, insya Allah juga bagian dari perjuangan. Saudara-saudara kita di sana insya Allah jauh lebih siap ketimbang kita di sini. Jadi, nggak usah khawatir. Nggak bisa ngirim bantuan senjata, ya kirim doa. Doa juga senjata bagi kaum muslimin. Kita harus merasakan apa yang dirasakan saudara kita di sana. Minimal mengirimkan doa bertubi-tubi dari seluruh penjuru dunia Islam. Agar Allah Ta’ala membantu para pejuang meraih kemenangan. Sebab, mereka adalah saudara, bahkan keluarga sesama muslim. Walau bukan keluarga sedarah, tetapi keluarga searah menuju surga-Nya Allah Ta’ala karena terikat dengan akidah Islam.

Sobat gaulislam, dalam kondisi kayak gini, sejak dulu hingga kini, selalu ada orang yang pro dan kontra. Ada yang pro kepada perjuangan kaum muslimin Palestina, yang udah jelas itu saudara seakidah alias seagama, maka itulah sebaik-baik keberpihakan. Namun, ada juga ternyata yang ngakunya muslim, tetapi malah mendukung zionis Israel dan tentunya kontra terhadap perjuangan kaum muslimin Palestina. Di zaman perjuangan di negeri kita juga banyak kok para pengkhianat. Jadi nggak terlalu heran. Mereka bencinya justru kepada Islam dan kaum muslimin, padahal ngakunya muslim. Kalo bukan munafik, lalu apa namanya orang yang kelakuannya model gitu?

 

Menguatkan, jangan melemahkan

Sesama muslim itu mestinya saling menguatkan. Mendukung dalam kebaikan, mengingatkan bila ada kesalahan yang terlanjur dilakukan. Dinasihati agar kembali ke jalan yang benar. Jika ada saudara kita sedang berjuang, jangan dilemahkan, jangan dinyinyirin, jangan dicaci dan dibenci. Jangan. Muslim macam apa bila begitu rupa kelakuannya?

Kalo kamu baca di lini masa media sosial, pro-kontra terhadap fakta perang Palestina vs Irael sangat kentara. Itu artinya, kita jadi tahu siapa berpihak kepada siapa. Jelas. Itu semacam saringan. Mana yang benar-benar mukmin sejati, muslim sejati, muslim awam, juga muslim yang fasik, kaum munafik, dan kaum kafir. Melalui fakta ini, tersaring dengan jelas, siapa saja yang masuk kategori-kategori tersebut. Amat mudah jadinya untuk bisa mengidentifikasi. Namun demikian, sebagai muslim kita wajib menunjukkan keberpihakan kita kepada Islam dan kaum muslimin, kepada perjuangan saudara seagama. Meski nggak kenal karena berbeda negeri, tetapi kita disatukan dalam akidah Islam. Maka, kita saling menguatkan satu sama lain. Minimal merasakan ikut berjuang. Jika saudara kita berada dalam kemenangan, kita bersyukur dan bahagia. Bila ada yang terluka bahkan gugur, kita bersedih, kita berempati.

Jadi, jika kita memang bersaudara karena disatukan dengan akidah Islam, tentunya kita kudu saling menguatkan. Bukan malah melemahkan. Sesama mukmin bersaudara dan nggak ada ceritanya sesama muslim itu malah saling benci, apalagi saling memusuhi.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS al-Hujurat [49]: 10)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian saling mendengki, janganlah saling tanajusy (menyakiti dalam jual beli), janganlah saling benci, janganlah saling membelakangi (mendiamkan), dan janganlah menjual di atas jualan saudaranya. Jadilah hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara untuk muslim lainnya. Karenanya, ia tidak boleh berbuat zalim, menelantarkan, berdusta, dan menghina yang lain. Takwa itu di sini–beliau memberi isyarat ke dadanya tiga kali–. Cukuplah seseorang berdosa jika ia menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim atas muslim lainnya itu haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya.’” (HR Muslim, no. 2564)

Jadi intinya, sesama mukmin (juga sesama muslim) seharusnya saling menguatkan, bukan saling melemahkan. Maka, bila saudara muslim kita di Palestina sedang berjuang, berikanlah dukungan untuk mereka. Bantu juga dengan menjelaskan kepada siapa pun yang kita temui, bahwa Israel itu adalah penjajah, dan risiko penjajah adalah mendapatkan perlawanan. Semoga kaum muslimin di Palestina mendapatkan kemenangan. Diberikan pertolongan oleh Allah Ta’ala.

 

Membela Islam, membela kaum muslimin

Sobat gaulislam, udah jelas ya bahwa sesama muslim itu bersaudara, maka harus saling bantu, dan saling bela. Tentu saja, Islam juga menjadi bagian yang kita muliakan. Kalo ada yang menghina agama kita, ya jelas dong kita kudu tampil untuk membungkam para penghina. Sebab, kalo kita diam ketika ada yang menghina agama kita, itu artinya kita juga statusnya dihina. Jadi, mestinya tampil membela. Bela Islam, bela muslim.

Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Salah seorang di antara kalian tidaklah beriman (dengan iman sempurna) sampai ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.” (HR Bukhari no. 13, dan Muslim no. 45)

Imam al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah menjelaskan, “Dalam hadits Anas bin Malik radhiallahu anhu terdapat dalil yang menunjukkan bahwa seorang mukmin akan senang terhadap segala sesuatu yang menyenangkan saudaranya yang mukmin. Dia akan menginginkan berbagai kebaikan untuk saudaranya sebagaimana dia menginginkan untuk dirinya. Ini semuanya bersumber dari hati yang selamat dari penyakit khianat, iri, dan dengki. Sebab, penyakit hasad (iri dan dengki) akan mengajak pemiliknya untuk membenci orang yang mengungguli dia dalam kebaikan atau menyamainya. Dia ingin menjadi orang yang berbeda dengan orang lain dengan keutamaan-keutamaan yang dia miliki. Adapun keimanan menuntut perkara yang bertolak belakang dengan hal tersebut. Dia justru ingin seluruh saudara-saudaranya yang beriman sama-sama mendapatkan kebaikan yang Allah subhanahu wa ta’ala telah berikan kepada dirinya, tanpa mengurangi haknya. Allah subhanahu wa ta’ala memuji hamba-Nya yang tidak menginginkan kesombongan dan kerusakan di muka bumi, “Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi.” (QS al-Qashash [28]: 83)

Pendapat Imam al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah ini tercantum dalam kitab Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, hlm. 217.

Jadi, sesama muslim memang seharusnya demikian, saling menolong. Benci dan dengki nggak boleh, apalagi memusuhi. Apalagi kalo membiarkan saudaranya dizalimi orang lain, atau malah yang menzaliminya juga musuh-musuh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, yakni orang-orang Yahudi dan Nasrani. Kalo didiemin, kebangetan, dah!

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (QS al-Baqarah [2]: 120)

Itu sebabnya, jangan berteman dengan orang kafir. Apalagi kalo sampe mendukung mereka ketika mereka memerangi kaum muslimin. Seperti fakta terbaru ini, pejuang Palestina yang melawan penjajah Israel wajib didukung. Itu berarti juga bahwa kita sebagai muslim kudu ikut melawan Israel. Mestinya sesama muslim nggak boleh beda dukungan. Muslim mestinya mendukung muslim. Kalo ada yang ngaku muslim tetapi membela Yahudi dan Nasrani, maka label minimalnya adalah munafik. Label beratnya, ya dia termasuk golongan mereka, orang-orang kafir. Naudzubillahi min dzalik.

Lebih bahaya lagi kalo seorang muslim tidak mengingkari kekufuran orang Yahudi dan Nasrani. Padahal dalam Islam, jelas mereka itu kafir. Jadi kalo ada orang yang masih membela mereka dan menganggap mereka nggak kafir, minimal orang tersebut dikategorikan munafik, level beratnya, bisa dikategorikan keluar dari Islam alias murtad, dan ujungnya jadi kafir.

Imam Ibnu Hazm rahimahullah berkata, “dan siapa yang mengingkari kekufuran mereka (Yahudi dan Nasrani), maka tidak ada perbedaan pendapat dari umat ini tentang kekufurannya dan keluarnya ia dari Islam.” (dalam al-Fashl fi al-Milal, jilid 3, hlm. 111)

Sebagai kesimpulan dari pembahasan di edisi gaulislam yang terbit di tahun penerbitan yang ke-17 ini, yakni sesama muslim adalah bersaudara, wajib membela dan mendukung sesama muslim karena kita disatukan dengan akidah Islam. Selain itu, kita wajib melawan segala bentuk kejahatan dari orang-orang kafir terhadap kaum muslimin. Kita bersaudara, bahkan bagian dari keluarga, karena kita muslim. By Islam we’re family. [O. Solihin | IG @osolihin]