Wednesday, 9 October 2024, 02:19
marahangry

gaulislam edisi 861/tahun ke-17 (13 Syawal 1445 H/ 22 April 2024)

Kalo ada di antara kamu yang sesumbar, “Lakukan apa pun yang menjadi keinginanmu, bodo amat apa kata Tuhan,”. Aduh, itu nggak banget, deh. Nggak nuruti perintah-Nya berarti melawan bin membangkang. Berat ini. Memang ada ya, yang sudah melawan Tuhan? Banyak. Kesombongan, kedengkian, doyan marah-marah, dan juga mengumbar syahwat adalah kondisi-kondisi yang menurut Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah bisa mengantarkan manusia jadi melawan Tuhan. Melawan Allah Ta’ala sehingga terkategori menjadi kufur. Kalo ngaku muslim, ya kudu mikir berkali-kali sebelum melakukan perlawanan atau pembangkangan kepada Allah Ta’ala.

Kita, sebagai muslim, sebenarnya udah berikrar, lho. Setiap hari malah. Itu kalo yang rajin shalat. Sebab, dalam doa iftitah saja kita udah berjanji alias berikrar: Allaahu akbar kabiraa walhamdulillaahi katsiiraa, wa subhaanallaahi bukratan wa’ashiilaa. Innii wajjahtu wajhiya lilladzii fatharas samaawaati wal ardha haniifan musliman wa maa anaa minal musyrikiin. Inna shalaatii wa nusukii wa mahyaaya wa mamaatii lillaahi rabbil ‘aalamiin. Laa syariikalahu wa bidzaalika umirtu wa ana minal muslimiin.

Artinya: “Allah Maha Besar lagi sempurna kebesaran-Nya, segala puji hanya kepunyaan Allah. Maha Suci Allah pagi dan petang. Sesungguhnya aku hadapkan wajahku (hatiku) kepada Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dengan keadaan lurus dan menyerahkan diri, dan aku bukanlah dari golongan kaum musyrikin. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan Semesta Alam, yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Dengan yang demikian itulah aku diperintahkan untuk tidak menyekutukan-Nya. Dan aku adalah termasuk orang-orang muslim.”

Kalo kita lihat faktanya saat ini, kayaknya malah banyak yang udah diam-diam atau bahkan terang-terangan melawan Tuhan, melawan Allah Ta’ala. Mereka yang getol judol alias judi online, mereka yang pacaran dan yang lebih dari itu semisal berzina, ada yang memilih jadi waria, ada yang pendukung dan pelaku LGBT, bergelimang dalam riba, nenggak miras, akrab dengan narkoba, terbiasa suap, korupsi jadi tradisi, maling, begal, mencaci maki sesama muslim, dan masih banyak lagi. Jadi, mereka yang berbuat maksiat sama artinya dengan melawan Tuhan. Gimana nggak, perintah yang wajib malah diabaikan. Nggak dikerjakan. Shalat aja banyak yang bolong-bolong, kan? Apalagi pelaksanaan syariat lainnya. Padahal, mestinya udah tahu kalo nggak mengerjakan yang wajib itu berdosa. Mengerjakan yang haram artinya maksiat. Sayangnya banyak yang begitu, dengan beragam alasan. Ngeri!

Mengenal Allah dan tahu diri

Sobat gaulislam, salah satu ungkapan yang sangat masyhur di kalangan praktisi tasawuf Islam dari dahulu hingga sekarang adalah man arafa nafsahu, faqad arafa rabbahu (barang siapa yang mengenal dirinya, sungguh ia telah mengenal Tuhannya). Menurut Imam as-Suyuthi rahimahullah, ketika seseorang mengetahui bahwa sifat-sifat yang melekat di dalam dirinya merupakan kebalikan dari sifat-sifat Allah Ta’ala, maka ketika ia mengetahui bahwa dirinya akan hancur, niscaya ia akan sadar bahwa Allah mempunyai sifat baqa’ (abadi). Begitu juga ketika ia mengetahui dirinya diliputi oleh dosa dan kesalahan, maka ia akan menyadari bahwa Allah bersifat Maha Sempurna dan Maha Benar. Selanjutnya orang yang mengetahui kondisi dirinya sebagaimana adanya, maka ia akan mengenal Tuhannya sebagaimana ada-Nya.

Nah, seperti itu penjelasannya. Maka, kalo nggak mengetahui keagungan Allah Ta’ala dan nggak menyadari kelemahan diri sebagai manusia, akhirnya bikin bahaya, yakni melawan Allah Ta’ala.

Menukil dari kitab Fawaidul Fawaid (hlm. 419-422), karya Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah, beliau menjelaskan empat pilar kekufuran, yaitu sombong, dengki, marah dan syahwat.

Kita rinci, ya. Pertama, sombong. Kesombongan menghalangi hamba untuk bersikap tunduk dan patuh. Seperti Iblis laknatullah ‘alaih, yang menolak perintah bersujud kepada Adam.

Dalam konteks Iblis ini, kesombongan dipicu oleh perasaan diri lebih baik, sementara pada saat yang sama ada perintah dari penciptanya. Perasaan diri lebih baik dari yang lain, menjadikan Iblis gagal memahami pentingnya menjalankan perintah Allah Ta’ala dengan segera, bahkan terdorong untuk menentang perintah-Nya.

Itu sebabnya, Allah Ta’ala mengingatkan umat Islam untuk menjauhi sifat angkuh. “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS Luqman [31]: 18)

Dengan kata lain, siapa yang ingin bisa menjadi Mukmin yang benar, ia mesti membuang sifat sombong dalam dirinya. “Apabila kesombongan telah dikalahkan, maka mudah bagi seseorang untuk mematuhi aturan,” tegas Ibnu Qayyim al-Jauziyah.

Kedua, dengki. Sifat dengki menjadikan seseorang ogah menerima kebenaran. Dalam kasus dengki ini Bani Israil adalah kelompok manusia yang paling suka memeliharanya. Allah Ta’ala berfirman, “Alangkah buruknya (hasil perbuatan) mereka yang menjual dirinya sendiri dengan kekafiran kepada apa yang telah diturunkan Allah, karena dengki bahwa Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. Karena itu mereka mendapat murka sesudah (mendapat) kemurkaan. Dan untuk orang-orang kafir siksaan yang menghinakan.” (QS al-Baqarah [2]: 90)

Orang-orang Yahudi menjual kebenaran dengan kebathilan serta menyembunyikan apa yang dibawa Muhammad Shallallahu Alayhi Wasallam dan enggan untuk menjelaskannya.

Ibn Katsir pun menegaskan bahwa perbuatan Yahudi itu disebabkan kedurhakaan, kedengkian dan kebencian karena tidak rela kepada karunia yang Allah kehendaki kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam. “Dan, tidak ada kedengkian yang lebih buruk daripada kedengkian Yahudi ini,” tegas Ibn Katsir dalam tafsirnya.

Atas dasar itulah, sangat penting bagi setiap Muslim membuang sifat dengki ini. “Apablia kedengkian telah dihilangkan, maka mudah bagi seseorang untuk menerima nasihat dan melaksanakannya,” ungkap Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah.

Ketiga, marah. Marah menghambat seorang Muslim memiliki sifat adil dan tawadhu (rendah hati), sehingga dirinya dikuasai oleh hawa nafsu.

Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah memberikan penjelasan bahwa, “Kemarahan, yang erat kaitannya dengan kebencian, sifat ini bisa dihilangkan dengan mengenal diri sendiri, dan menyadari bahwa kita tidak berhak marah dan dendam terhadap orang lain hanya karena memenuhi tuntutan nafsu semata. Sebab, sikap yang demikian itu menunjukkan lebih diutamakannya sikap ridha dan benci karena hawa nafsu, daripada ridha dan benci karena Allah.”

Itu sebabnya, satu pesan penting Nabi Muhammad Shallallahu Alayhi Wasallam kepada kita adalah jangan marah: “Jangan marah, maka bagimu surga.” (HR Thabrani)

Keempat, syahwat. Mengendalikan syahwat akan memudahkan seseorang untuk bersabar, memelihara diri, dan getol beribadah.

Nah, cara mengatasi sifat buruk ini adalah dengan mendalami ilmu dan pengetahuan yang benar tentang Allah Ta’ala. Sebab, menuruti syahwat dan nafsu merupakan penghalang utama untuk meraih ilmu dan pengetahuan. Sedangkan mengekang syahwat dan nafsu merupakan faktor utama untuk meraih ilmu dan pengetahuan.

“Jika Anda membuka pintu syahwat, berarti Anda menghalangi diri Anda untuk memperoleh ilmu dan pengetahuan. Sebaliknya, jika Anda menutup pintu syahwat, berarti Anda membiarkan diri Anda secara penuh untuk mendapatkan ilmu pengetahuan,” papar Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah.

Empat pilar kekufuran ini sungguh membutuhkan mujahadah alias perjuangan yang kuat untuk menghilangkannya dalam hati kita.

Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkata, “Sungguh, melenyapkan gunung dari tempatnya lebih mudah daripada melenyapkan keempat perkara tersebut dari dalam hati seseorang yang sudah terjangkitinya. Terlebih lagi jika keempatnya telah menjadi sikap, tabiat, dan sifat yang telah melekat pada diri seseorang.”

Semoga kita terhindar dari sifat-sifat buruk tersebut. Jadi, kenali diri dan kenali Rabb kita, Allah Ta’ala.

Nggak ada untungnya, rugi sudah jelas

Sobat gaulislam, jangan melawan Tuhan. Nggak ada untungnya, nggak akan kuat. Rugi udah jelas, binasa sangat mungkin. Cobalah kita renungkan, orang-orang yang melawan Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Gimana akhir hidupnya. Melawan para nabi dan rasul, sama artinya melawan Allah Ta’ala, sebab para nabi dan rasul adalah utusan Allah. Raja Namruz binasa. Kita juga tahu akhir hidup Firaun di masa Nabi Musa, gimana kesudahan kaum Nabi Nuh, kaum Nabi Luth, kaum Nabi Shalih, kaum Nabi Hud, dan masih banyak yang lainnya. Mengerikan.

So, jangan nekat melawan Tuhan. Semua kaum yang dikisahkan dalam al-Quran, mereka itu menentang para nabi dan rasul utusan Allah Ta’ala. Nggak mau tunduk pada aturan syariat-Nya. Itu sebabnya, kalo kita nggak taat sama syariat Islam yang dibawa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, itu sama artinya kita nggak taat kepada Allah Ta’ala. Kalo nggak taat, artinya melawan bin membangkang. Naudzubillahi min dzalik. Jangan sampe deh.

Manusia yang mengumbar hawa nafsu, cenderung merasa dirinya paling benar. Memilih apa yang dianggapnya menyenangkan bagi dirinya, padahal itu bertentangan dengan syariat Islam. Banyak remaja memilih pacaran, karena merasa hal itu menyenangkan dirinya, memuaskan nafsunya. Padahal, sudah jelas larangan mendakati zina, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman dalam surah al-Isra ayat 32. Mendekatinya saja dilarang, apalagi sampai berzina. Dan, kita sering saksikan, banyak remaja yang berpacaran sampai bablas berzina. Ngeri.

Bahaya banget itu. Gimana nggak, hubungan lelaki perempuan yang mestinya diikat dalam pernikahan, ini malah nggak ada konsekuensi, nggak ada ikatan. Nggak dibebani tanggung jawab. Pacaran itu suka-suka tapi tak ada konsekuensi. Bebas aja. Banyak banget cowok bajingan yang udah ngegarap pacarnya sampai hamil, malah kabur. Nggak sedikit yang malah membunuh pacarnya karena malu dan nggak siap punya anak. Bejat bener, kelakuanmu, Bro.

Intinya, kalo melanggar aturan syariat Islam, berarti udah nekat melawan Tuhan, membangkang kepada Allah Ta’ala. Dosa jelas, rugi pasti. Beneran. Harusnya kita takut dan taat kepada Allah Ta’ala. Itu yang bener.

Syaikhul Islam Imam Ibnu Taimiyah rahimahullah (dalam Majmu’ al-Fatawa, jilid 7, hlm. 24) memberikan suatu faedah, “Rasa takut pada Allah membuat seseorang takut pada-Nya. Rasa takut ini membuat ia semakin mengenali Allah. Ilmu ini membuatnya semakin khasyah (khawatir akan siksa Allah). Lantas khasyah inilah yang mengantarkan pada ketaatan pada Allah. Jadi orang yang takut pada Allah pasti akan selalu menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Inilah yang dimaksudkan pertama kali. Yang menunjukkan hal ini adalah firman Allah Ta’ala, “Oleh sebab itu berikanlah peringatan karena peringatan itu bermanfaat, orang yang takut (kepada Allah) akan mendapat pelajaran, dan orang-orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya. (Yaitu) orang yang akan memasuki api yang besar (neraka)” (QS al-A’laa [87]: 9-12)

Sobat gaulislam, kalo ada kesempatan untuk beramal shalih, dan itu menunjukkan ketaatan kita kepada Allah Ta’ala, maka manfaatkan. Kalo nggak, aduh, jangan sampe Allah Ta’ala menghukum kita.

Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah (dalam Zadul Ma’ad, jilid 3, hlm. 501) berkata, “Apabila kesempatan untuk mendekatkan diri dan taat kepada Allah datang kepada seseorang, dia hendaknya benar-benar memanfaatkan dan bersegera mengerjakannya; serta tidak menundanya. Terlebih apabila dia tidak percaya akan kekuatan dan kemampuannya untuk mengerjakannya. Sebab, tekad dan cita-cita akan cepat hilang jika tidak kokoh menancap dalam jiwa. Allah Ta’ala akan memberi hukuman bagi orang yang tidak memanfaatkan kesempatan saat Dia membuka pintu kebaikan, dengan memberi penghalang antara kalbu dan keinginannya. Setelah itu, Dia tidak menganugerahkan keinginan untuk beramal sebagai hukuman baginya. Barang siapa tidak memenuhi panggilan Allah dan Rasul-Nya, Allah akan memberi penghalang antara kalbu dan keinginannya, sehingga Dia tidak memberi kemampuan pada dirinya untuk memenuhi panggilan-Nya setelah itu.

Allah berfirman (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan Rasul-Nya saat menyeru kalian kepada hal-hal yang menghidupkan hati kalian. Ketahuilah, sesungguhnya Allah akan memberi penghalang antara seseorang dan hatinya.” (QS al-Anfal [8]: 24)

Yuk, perbaiki diri. Sadar diri, tahu diri. Kalo udah sadar dan tahu siapa diri kita, maka kita akan paham siapa pencipta kita, yakni Allah Ta’ala. So, jangan melawan Tuhan, jangan membangkang kepada Allah Ta’ala. Tundukkan hati dan pikiran, takutlah kepada Allah Ta’ala, kita akan mendapatkan ketaatan kepada-Nya. Mantapkan akidah, laksanakan syariat-Nya. Semangat! [O. Solihin | IG @osolihin]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *