Monday, 9 December 2024, 01:35

gaulislam edisi 195/tahun ke-4 (16 Sya’ban 1432 H/ 18 Juli 2011)

 

Hari Sabtu kemarin saya ketemu dengan seorang teman untuk membicarakan satu proyek workshop penulisan bagi para guru. Nah, dia bawa keluarganya saat janjian di area foodcourt sebuah tempat perbelanjaan. Yang menarik, adalah anaknya. Hehehe bukan soal penampilannya, tetapi teman saya ini lagi nyiapin segala keperluan yang dibutuhkan anaknya untuk MOS di sekolahnya. Kebetulan anaknya ini diterima di salah satu SMP negeri di kota Bogor. Teman saya menjelaskan ihwal kenapa ketemuannya di tempat tersebut. Alasanya, karena sekalian jalan aja abis nganter anaknya ke sekolah untuk mendapatkan informasi seputar kegiatan MOS yang akan dilaksankan pekan ini (saat buletin kesayangan kamu ini terbit di hari Senin, 18 Juli 2011). Hmm.. saya langsung dapat ide untuk membuat tulisan ini di gaulislam edisi 195. Pekan ini. Yup, ide memang bisa datang kapan saja, di mana saja dan dari mana saja. Asik juga lho dapet ide dan bisa diwujudkan dalam sebuah tulisan utuh.

Sobat muda muslim, alasan saya memilih istilah “kekonyolan” yang disematkan dengan kata MOS di judul ini, karena pelaksanaan MOS dari tahun ke tahun konsepnya nggak berubah. Setidaknya secara umum ya. Mungkin ada juga sih yang udah agak mendingan, misalnya memang murni Masa Orientasi Siswa—ada juga yang nyebutnya Masa Orientasi Sekolah (baca: ngenalin apa aja yang bakalan dipelajari di sekolah, menjalin pertemanan, mengenal para guru dan lingkungan sekolah serta belajar hal-hal yang bisa memotivasi kita dalam melakukan suatu kegiatan di sekolah).

Kekonyolan MOS terutama pada panitiannya yang kadang bikin kepala anak baru pusing. Gimana nggak, seringkali permintaan panitia aneh-aneh dan bahkan nyaris mustahil. Misalnya aja nih, kita diminta bawa kemenyan lengkap ama dukunnya (hehehe.. nggak ding. Ini sih saya yang ngarang, Bro!). Permintaan yang udah sering sih misalnya disuruh bawa tas dari karung beras ukuran 20 kg dan 50 kg. Coba, gimana nyarinya tuh, karena seringkali mendadak. Malemnya baru disuruh dan diminta dibawa esok harinya. Sedikit banget waktu untuk nyarinya. Weleh-weleh, emangnya kita pedagang beras yang bisa ngoleksi karung beras dalam jumlah banyak?

Masih ngisengin lagi, tuh panitia minta karung berasnya ditempeli kertas asturo warna tertentu yang kira-kira susah banget, misalnya kita diminta nyari kertas dengan warna yang memiliki kode HTML #B8860B. Wedew…. bisa-bisa kita kentut disertai suspensi koloid dah! (kata urang Sunda mah istilahnya adalah: bisa-bisa hitut jeung bukurna hahahaha…). Jika gini urusannya, panitianya aja emang hobi nyiksa kayaknya. Urusan karung beras buat dijadiin tas masih belum selesai. Kadang talinya kudu terbuat dari tali rafia dan dikepang. Sekali lagi, bener-bener nyiksa dah!

Bro en Sis, siksaan nggak berhenti di situ, hari kedua panitia makin edan ngerjainnya. Misalnya peserta MOS diminta bawa buku tulis merek tertentu, yang nggak terkenal dah, misalnya Inem Paper. Lha, pasti bingung kan? Udah gitu kadang tuh buku kudu dibungkus dengan sampul plastik bekas mie rebus, ditulisi di sampulnya dengan ukuran huruf 24 pt tetapi nggak boleh diketik, harus tulis tangan, jumlah lembarannya juga aneh, harus yang 27 lembar, bawa balpoin tiga warna: tutupnya biru, badan merah dan belakang hitam (**nangis darah deh tuh!). Wasyah! Ini benar-benar arena penganiayaan! Emangnya panitia pada seneng ya ngeliat adik-adik kelasnya kesusahan?

 

Mendidik atau ngajarin kekonyolan?

Bro en Sis, sebenarnya MOS bisa mendidik kalo saja konsep dan pelaksanaannya memang fokus kepada pengenalan sekolah dan juga perkenalan antara siswa baru dan siswa lama. Sesuai dengan istilahnya, gitu lho. Kalo menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), orientasi dijelaskan sebagai (1) peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dsb) yang tepat dan benar; (2) pandangan yang mendasari pikiran, perhatian atau kecenderungan.

Tuh, istilah orientasi menurut kamus kan positif ya. Tetapi kenapa pelaksanaannya malah melakukan hal-hal konyol yang seringnya nggak nyambung dengan pendidikan? Kalo niatnya ngelatih sikap mental, kan nggak mesti dengan ngasih tugas aneh-aneh dan ‘mendandani’ siswa baru dengan aksesoris mirip badut atau malah, sori, kayak orang gila. MOS juga katanya buat ngelatih disiplin siswa baru, tetapi kan nggak mesti anak baru dibuat takut. Iya nggak sih?

Kalo pelaksanaan MOS dari tahun ke tahun nggak mendidik, rasa-rasanya hanya akan menciptakan pola balas dendam turunan di antara generasi. Apalagi jika dalam MOS diajarkan kekerasan. Sebenarnya bukan balas dendam sih, karena yang dibalas bukan kakak panitia, tetapi malah adik kelasnya lagi di tahun berikutnya. Mungkin tepatnya, mengajarkan kekonyolan.

Dulu, saat saya masuk SMA pada akhir tahun 80-an, saya dan kawan-kawan juga sempat lho dipermak di acara semacam MOS. Namanya lain sih waktu itu. Nggak lama waktunya, cuma sekitar 3 hari, tapi bikin kesel. Udah mah dimarahin,, disuruh-suruh hormat sama kakak kelas, eh dikerjain juga secara fisik dan pikiran. Disuruh ngumpulin tanda tangan guru, kakak kelas, panitia dan juga alumni. Lengkap dengan sandiwara yang digelar untuk memplonco siswa baru. Sebagai anak baru emang serba salah. Kebenaran hukumnya selalu berpihak kepada panitia. Pasal satu: panitia tak pernah salah. Pasal dua: jika panitia salah, lihat pasal 1. Yeee.. itu namanya pengen menang sendiri. Mungkin kakak-kakak panitia malu kalo salah di mata para siswa baru. Hehehe… jadinya bikin aturan yang memungkinkan mereka tak pernah salah.

Sobat muda muslim pembaca setia gaulislam, emang sih nggak semua konsep acara MOS brutal dan nggak mendidik. Insya Allah saya merasa yakin masih ada sekolah yang melaksanakan MOS dengan benar dan baik. Cuma, informasinya nggak keungkap wartawan di media mainstream. Hmm… mungkin karena dalam dunia jurnalisme sudah kadung berkembang pameo “bad news is good news” sehingga berita tentang sesuatu yang buruk adalah berita baik untuk disiarkan. Aneh ya? Hehehe.. saya juga bingung meski bertahun-tahun kecebur di situ. Contohnya ya, pelaksanaan MOS yang buruk malah jadi berita utama di berbagai media. Jadi headline. Sementara di sebuah sekolah ngadain MOS tapi tertib dan bagus pelaksanaannya (dengan tanpa kekonyolan), beritanya nggak heboh. Biasa aja dan nggak jadi headline. Lucu ya? Ya, begitulah. Mungkin karena media ingin menjelaskan dampak buruk dari sebuah pelaksanaan kegiatan. Sehingga jangan sampe terulang di kemudian hari. Tetapi apa benar asumsinya demikian? Masih perlu diuji lagi pameo “bad news is good news” tersebut.

Terlepas dari prinsip “bad news is good news”, yang jelas gaulislam edisi pekan ini juga nulis judulnya agak ‘nyengat’. Tetapi insya Allah tujuannya adalah untuk memberikan warning dan juga nasihat. Insya Allah. Subjudul ini juga mengajak kita semua merenung: benarkan MOS mendidik atau malah ngajarin kekonyolan? Atau sekadar ngisi waktu luang dan bikin hiburan untuk menyalurkan nafsu ngerjain orang aja? Silakan dijawab sendiri-sendiri aja ya.

 

Laksanakan MOS secara SMART!

Sekarang kita ingin melihat, meraba, dan menerawang (ih, kok jadi iklan layanan masyarakat tentang kampanye anti uang palsu!) pelaksanaan MOS dari sudut pandang ilmu manajemen. Supaya kita bisa bertanggung jawab juga dengan apa yang kita lakukan, gitu lho.

Dalam ilmu manajemen dikenal istilah SMART. Apa tuh? Itu rumusan dari Specific, Measurable, Achievable, Reasonable, Time-phased. Saya mencoba mengenalkan rumusan ini karena menurut saya ini berlaku umum. Untuk tujuan apa saja. Tapi biasanya ini akan memberikan dampak yang cukup bagus untuk membuat komitmen bagi diri sendiri dan juga orang yang kita ajak membuat sebuah komitmen. Yuk kita bahas satu per satu formula SMART ini.

Spesifik artinya tertentu atau khusus. Boleh dibilang tujuan kita harus tertentu, khusus, dan bila perlu jelas dan khas. Misalnya untuk apa kita bikin kegiatan MOS? Tanamkan baik-baik pertanyaan itu dalam diri kamu (terutama yang jadi panitia). Sama seperti halnya untuk apa kita belajar. Tiap orang mestinya akan berbeda-beda menjawabnya karena sesuai tujuan. Ada yang melaksanan MOS mungkin sebatas ikutan tren, ada yang menjawab sekadar iseng, ada pula yang menjawab sebagai sarana balas dendam. Sekarang kamu bisa pikir ulang deh, kalo sekadar iseng mah percuma aja ngadain MOS. Nggak punya tujuan yang jelas dan khas serta tertentu bisa berabe nantinya.

Nah, rumus yang kedua sebuah tujuan itu harus Measurable alias bisa terukur. Kalo tujuan belajar adalah untuk ibadah dan ingin mendapat wawasan, maka itu pun harus terukur. Misalnya, apa yang bisa didapatkan dari belajar. Kira-kira memuaskan nggak kalo sudah dapat sampe level tertentu yang sudah direncanakan. Ada tingkat keberhasilan yang bisa terukur. Begitu pun dengan pelaksanaan MOS, bisa nggak terukur kegiatan itu. Jangan asal aja. Konten seperti apa aja yang bisa dibuat saat MOS, apakah konten tersebut bisa terukur dari tujuan semula atau belum, apakah penanaman disiplin dan sikap mental yang kita terapkan dianggap sebagai bentuk perlakuan yang bisa terukur untuk menentukan kelayakan kegiatan tersebut bisa dilanjutkan atau tidak. Jadi, kalo cuma main-main dan sekadar iseng, enaknya lakukan kegiatan lain aja yang tak berisiko tinggi. Karena ujungnya mesti nggak bisa dipertanggung jawabkan.

Ketiga soal Achievable alias dapat dicapai. Tentukan pencapaiannya. Misalnya, kalo belajar sekian minggu kita bisa apa. Kalo pelaksanaan MOS sekian hari apakah sudah tercapai tujuan memberikan disiplin dan sikap mental kepada siswa baru tersebut . Tentukan target pencapaiannya. Nggak asal melakukan aja. Nah, kalo kira-kira kegiatan MOS itu nggak bisa dicapai hasil-hasilnya, buat apa dilakukan. Betul ndak?

Terus tentang Reasonable itu bisa diartikan layak, pantas, dan masuk akal. Oke jika MOS dianggap layak, pantas, dan masuk akal, tentu harus ada ukurannya dong. Apa yang membuat MOS itu pantas dilaksanakan, apa yang membuat MOS itu masuk akal. Poinnya apa aja. Didiskusikan dengan panitia lainnya dan pihak sekolah (bila perlu dengan perwakilan wali murid). Jika memang ada, coba tunjukkan kepada orang-orang. Soalnya, kalo MOS itu dianggap sebuah proyek yang bisa menanamkan disiplin dan sikap mental siswa di sekolah barunya, maka harus jelas juga apakah ini termasuk kegiatan padat karya atau padat modal. Iya, maksudnya kita kudu merinci dengan detil sebelum melakukan kegiatan MOS apakah masuk akal atau cuma proyek fiktif dan bahkan termasuk ekonomi berbiaya tinggi? Silakan dipikirin.

Nah, yang terakhir adalah Time-phased, ini artinya kita kudu menentukan tahapan-tahapan waktunya. Kapan memulai, kapan mencapai klimaks, dan kapan mengakhiri. Ini kudu jelas, bila perlu dibuat grafik supaya jelas tergambar semua urutan waktunya. Kayak kalo kerja di bidang penerbitan media massa, pasti ada urutan waktu: mulai dari rapat redaksi, membagi tugas kepada para reporter, para jabrik (penjaga rubrik) menulis hasil kerja koresponden dan reporter, editing oleh tim editor bahasa, kapan setting, tanggal berapa naik cetak, sampe hari apa harus edar ke pembaca. Semua urutan waktu itu punya makna.

Bagaimana dengan kegiatan MOS? Mungkin bisa dirinci: berapa lama proses memberikan materi kedisiplinan, kapan pemberian materi sikap mental, siapa yang membimbingnya, kapan bisa mengetahui kedisiplinan dan sikap mental siswa baru sudah bagus, kapan bisa memastikan bahwa siswa baru sudah kenal dengan guru-guru, berapa hari MOS ideal dilaksanakan. Semua itu harus jelas urutannya.

Oke deh, Bro. Coba ya dievaluasi lagi kegiatan MOS yang sekarang lagi dilakukan di sekolah. Belajar untuk mencari solusi terbaik demi MOS yang SMART!

 

Sekadar renungan

Sobat muda muslim ‘penggila’ gaulislam, dalam setiap amal perbuatan, Islam mengajarkan soal niat. Kalo niatnya buruk, maka perbuatan tersebut juga jadi nggak bernilai pahala meski terkategori jenis amal sholih. Shalat misalnya, kalo niatnya ingin mendapat pujian orang lain, sangat boleh jadi shalatmu itu nggak bisa diterima sama Allah Swt. karena salah niat meski caranya benar. Sebab, selain niat yang kudu ikhlas, caranya juga wajib benar sesuai tuntunan Allah Swt. dan RasulNya. Nggak asal bin sembarangan aja.

Nah, pelaksanaan MOS juga begitu. Kalo niatnya nggak baik dan caranya nggak benar, alamat tuh kegiatan sia-sia di hadapan Allah Swt. Malah bisa jadi terkategori maksiat kalo kontennya mengajarkan pelecehan, penghinaan, penganiayaan, bahkan kekerasan secara fisik. Padahal, kita seharusnya mengajarkan kebaikan di segala aspek, termasuk pada kegiatan MOS. Sebagai muslim kita wajib mengajarkan ilmu agama Islam juga lho kepada mereka.

Dari Abu Ummah ra. Bahwa Rasulullah saw. bersabda (yang artinya): “Keutamaan orang alim atas orang yang beribadah ialah seperti keutamaanku atas orang yang terendah di antara kalian.” Selanjutnya Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah dan para malaikatNya, juga para penghuni langit dan bumi, sampai pun semut yang ada di dalam liangnya, bahkan sampai ikan paus di lautan, niscaya semuanya mendoakan kerahmatan kepada orang-orang yang mengajarkan kebaikan (ilmu agama) kepada umat manusia.” (HR Imam Tirmidzi)

Hmm…satu hadis lagi nih yang moga saja kamu yang terbiasa ikut-ikutan tradisi MOS yang miskin manfaat (atau malah mencontohkan keburukan) bisa mikir beribu kali. Rasulullah saw. bersabda (yang artinya): “Siapa saja yang mencontohkan perbuatan yang baik kemudian beramal dengannya, maka ia mendapat balasannya (pahala) dan balasan serupa dari orang yang beramal dengannya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan siapa saja yang mencontohkan perbuatan yang buruk kemudian ia berbuat dengannya, maka ia mendapat balasannya dan balasan orang yang mengikutinya tanpa mengurangi balasan mereka sedikitpun,”(HR Ibnu Majah)

Yuk ah, kita mulai belajar membenahi diri, termasuk menjadikan setiap amal kita–selain tentunya kudu ikhlas–juga benar caranya sesuai tuntunan Allah Swt. dan RasulNya serta bisa memberikan manfaat kepada sesama. Itu sebabanya, jika MOS tetap ingin dilaksanakan, pastikan kegiatan tersebut nggak melanggar syariat dan MOS harus memberikan manfaat. [solihin: www.osolihin.wordpress.com]

4 thoughts on “Kekonyolan MOS

  1. Untung aja MOS di sekolah aku ngga terlalu berat…tapi aku ngga setuju kalau acara MOS terlalu membebani siswa…mudu bawa yang engga-engga, pokoknya kalau yang aneh2 q ngga stuju…

Comments are closed.