Thursday, 18 April 2024, 12:15

gaulislam edisi 691/tahun ke-14 (5 Jumadil Akhir 1442 H/ 18 Januari 2021)

Tanggal 14 Januari 2021 lalu, Syekh Ali Jaber wafat. Banyak orang kehilangan, bukan saja keluarganya, tetapi juga para jamaah beliau, bahkan kaum muslimin secara umum. Beliau sering mendakwahkan tentang al-Quran. Pentingnya kaum muslimin selalu bersama al-Quran. Ulama yang hafal al-Quran ini sangat populer karena dakwahnya.

Sebelumnya, sudah banyak ulama lainnya yang juga wafat. Sepanjang tahun 2020 lalu adalah 207 ulama yang wafat. Sejak awal tahun ini ada 13 ulama wafat. Setidaknya sampai tulisan ini dibuat pada hari Senin (18 Januari 2021).

Sedikit saya tuliskan beberapa, yang mungkin kamu juga udah kenal dengan beliau-beliau (minimal kenal nama). KH Salahuddin Wahid atau yang dikenal dengan Gus Sholah, Pengasuh Ponpes Tebuireng (wafat 2 Februari 2020);  KH Hasyim Wahid (wafat 1 Agustus 2020), beliau adalah kakaknya Gus Sholah; KH Fuad Mun’im Djazuli (wafat 17 Oktober 2020), Pengasuh Ponpes Ploso, Kediri; KH Abdullah Syukri Zarkasyi (wafat 21 Oktober 2020). Almarhum adalah Pimpinan Pesantren Darussalam Gontor, Jawa Timur, dan beliau adalah putra pertama dari KH Imam Zarkasyi yang merupakan salah satu dari trimurti pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor. Dan, masih banyak lagi. Sedih.

Sobat gaulislam, kalo mau dibandingin sih, jelas jauh banget. Kejauhan malah. Kita (kita? Saya kali ya) mah cuma remah rengginang, sementara ulama itu bak bintang-bintang di langit. Ulama adalah para pewaris nabi. Kita, hanya seonggok debu yang entah apa artinya tanpa ilmu yang diberikan Allah Ta’ala melalui para ulama yang mengajarkannya lagi kepada kita.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu. Barang siapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.” (HR al-Imam at-Tirmidzi di dalam Sunan beliau no. 2681, Ahmad di dalam Musnad-nya (5/169)

Menukil penjelasan di laman asysyariah.com, para ulama itu adalah orang-orang pilihan. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba kami.” (QS Fathir [35]: 32)

Ibnu Katsir rahimahullah menyatakan, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya), “Kemudian Kami menjadikan orang-orang yang menegakkan (mengamalkan) Al-Kitab (al-Quran) yang agung sebagai pembenar terhadap kitab-kitab yang terdahulu yaitu orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, mereka adalah dari umat ini.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3/577)

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Ayat ini sebagai syahid (penguat) terhadap hadits yang berbunyi al-‘ulama waratsatil anbiya (ulama adalah pewaris para nabi).” (Fathul Bari, 1/83)

Al-Imam asy-Syaukani rahimahullah mengatakan bahwa maknanya adalah, “Kami telah mewariskan kepada orang-orang yang telah Kami pilih dari hamba-hamba Kami yaitu al-Kitab (al-Quran). Kami telah tentukan dengan cara mewariskan kitab ini kepada para ulama dari umat engkau wahai Muhammad yang telah Kami turunkan kepadamu. Tidak ada keraguan bahwa ulama umat ini adalah para sahabat dan orang-orang setelah mereka. Sungguh Allah subhanahu wa ta’ala telah memuliakan mereka atas seluruh hamba dan Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan mereka sebagai umat di tengah-tengah agar mereka menjadi saksi atas sekalian manusia, mereka mendapat kemuliaan demikian karena mereka umat nabi yang terbaik dan sayyid bani Adam.” (Fathul Qadir, hlm. 1418)

Jasa ulama

Wah, kalo urusan jasa, sangat banyak jasa para ulama buat generasi kaum muslimin. Para ulama menyebarkan Islam sepenuh hati. Ikhlas membimbing umat. Sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, adalah para sahabat yang menyebarkan Islam hingga ke berbagai wilayah. Lalu disambung para tabiin (pengikut sahabat), lalu tabiut tabiin (para pengikut tabiin), dan berlanjut hingga masa kita saat ini. Ribuan, mungkin ratusan ribu ulama sudah menunaikan tugasnya dalam menyebarkan risalah kenabian ini. Bersyukurlah jika kita mendapatkan ilmu dari para ulama.

Generasi kita ini jauh banget jaraknya dari masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Itu sebabnya, kalo ilmu dari beliau tidak disebarkan kembali oleh para sahabat dan ulama setelahnya, kayaknya nggak nyampe deh ke kita. Wallahu a’lam. Nggak usah mengandai-andai ya, karena faktanya kita udah bisa belajar tsaqafah Islam. Bersyukur dan tingkatkan terus keilmuan kita. Sebab, para ulama juga adalah manusia, bisa wafat meninggalkan kita.

Jika ulama udah banyak yang wafat, itu artinya orang yang menyebarkan ilmu agama makin berkurang. Permasalahan-permasalahan baru belum tentu bisa terselesaikan jika orang yang ahli di bidangnya sudah tiada. Memang ada buku-buku hasil pemikiran para ulama. Insya Allah itu juga akan memberikan tambahan ilmu yang banyak bagi kita. Namun, tetap saja ketika ulama wafat, artinya sebaran ilmu akan ikut berhenti. Khawatirnya lagi, sepeninggal para ulama, hanya orang-orang bodoh yang mendominasi di segala aspek kehidupan. Malah ada yang diangkat sebagai pemimpin. Ini tentu berbahaya. Sebab, bukannya memberi manfaat, tapi malah menebar mudharat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan hal ini dalam sabdanya yang diriwayatkan Abdullah bin ‘Amr ibnul ‘Ash, Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala tidak mencabut ilmu dengan mencabutnya dari hamba-hamba. Akan tetapi Dia mencabutnya dengan diwafatkannya para ulama sehingga jika Allah tidak menyisakan seorang alim pun, maka orang-orang mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh. Kemudian mereka ditanya, mereka pun berfatwa tanpa dasar ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan.” (HR al-Bukhari no. 100 dan Muslim no. 2673)

Ibnu Rajab al-Hambali rahimahullah mengatakan bahwa asy-Sya’bi berkata, “Tidak akan terjadi hari kiamat sampai ilmu menjadi satu bentuk kejahilan dan kejahilan itu merupakan suatu ilmu. Ini semua termasuk dari terbaliknya gambaran kebenaran (kenyataan) di akhir zaman dan terbaliknya semua urusan.”

Nah, kita ngerasain banget kan sekarang. Ulama banyak yang wafat, yang tampil saat ini di panggung kebebasan yang disediakan media massa dan media sosial adalah orang-orang bodoh dan jahat. Mereka bahkan menghina dan merendahkan marwah para ulama. Anehnya lagi, malah ada yang mendukung dan membela orang-orang bodoh dan jahat ini. Nggak usah disebutin namanya, nanti mereka merasa besar kepala. Kayaknya kamu udah pada tahu dah, siapa orang-orang bodoh dan jahat itu. Kata kuncinya, mereka dipelihara istana, sebagai buzzerRp.

Bro en Sis, mestinya kita khawatir ya kalo kondisi udah kayak gini. Kenapa? Ya, ini berarti udah di akhir zaman. Jangankan jasanya dihargai, para ulama kini banyak juga yang dipersekusi. Dihina dan direndahkan bahkan dijeboloskan ke dalam bui. Mereka yang membenci ulama amat berisik di media sosial. Udah nggak ada adabnya karena komentar-komentar mereka sangat menyakitkan dalam merendahkan para ulama. Waspada pula bagi kita agar jangan sampai kepeleset jadi sesat karena tergoda atau terpedaya dengan makar jahat mereka. Naudzubillahi min dzalik.

Di dalam Shahih al-Hakim diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr radhiallahu ‘anhuma secara marfu’ (riwayatnya sampai kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam): “Sesungguhnya termasuk tanda-tanda datangnya hari kiamat adalah direndahkannya para ulama dan diangkatnya orang jahat.” (Jami’ul Ulum wal Hikam, hlm. 60)

Nah, sekarang kejadian, kan? Itu sebabnya, perbanyak istighfar dan kuatkan semangat untuk ibadah dan menuntut ilmu. Jangan nyantai, ini sudah warning banget. Ulama banyak yang wafat, yang masih ada di tengah kita pun malah dipersekusi dengan cara dihina dan direndahkan oleh orang-orang bodoh dan jahat. Ini masa fitnah. Kita nggak boleh tinggal diam. Harus siap membela ulama dan berjuang bersama mereka.

Siapkan segalanya

Sobat gaulislam, udah nggak ada waktu untuk berleha-leha jadi generasi rebahan. Jangan pula mager dan baper nggak jelas untuk urusan yang remeh. Sadar diri, lalu ngaji ilmu-ilmu Islam dengan sepenuh hati (ikhlas dan sungguh-sungguh). Kita berkejaran dengan waktu. Di dunia ini kita tak selamanya. Umur kita tak tahu diberi jatah berapa tahun untuk menikmati karuna Allah Ta’ala ini. Mumpung masih ada waktu, mumpung masih sehat, mumpung akal kita masih selamat karena tetap taat syariat, yuk kita perbaiki diri dengan menambah tsaqafah Islam. Siapkan diri untuk menerima ilmu yang tentu ketika meraihnya tak mudah. Siapkan pikiran dan tenaga karena mencari ilmu bukan perkara gampang. Manfaatkan pula berbagai media sebagai sarana dakwah untuk menyebarkan ilmu yang sudah didapat.  

Dari Abdullah bin Mas’ud dan Abu Musa al-Asy’ari bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Sesungguhnya menjelang terjadinya kiamat akan ada hari-hari di mana kebodohan menjadi-jadi, ilmu syariat diangkat dan terjadi banyak harj. Harj adalah pembunuhan.” (HR Bukhari)

Lalu, apakah persiapan yang harus segera kita lakukan sekarang?

Persiapan utama yang wajib kita miliki sekarang ini adalah ilmu dan iman. Ilmu yang harus kita pelajari tentulah tentang seluk beluk fitnah akhir zaman. Jangan sampe kita bengong planga-plongo nggak ngerti apa-apa. Seperti contohnya di masa sekarang, kita malah ributin soal vaksin Covid-19. Pro dan kontra sih biasa, tapi jangan sampai bablas jadi saling menghina dan saling memusuhi. Selain itu, harus berpikir jauh ke depan. Jangan mau dibodohin. Jangan polos-polos amat, gitu lho. Konspirasi elit global (walau disangkal dan dicemooh) oleh mereka yang benci teori konspirasi, mestinya tidak dipandang sebelah mata. Sebab, itu masih mungkin. Bahkan ada ulama yang berpendapat bahwa Covid-19 ini virus buatan manusia dan direncanakan pihak tertentu untuk melemahkan umat Islam dari sisi fisik dan ekonomi serta kedaulatan. Waspada, ya!

Kalo faktanya demikian saat ini, ada pro dan kontra soal vaksin dan virus, saya sendiri memilih mencerna terlebih dahulu, memahami faktanya dan cenderung mengambil pendapat para ulama yang lurus dan memahami ancaman musuh-musuh Islam terkait persoalan tersebut. Bukan semata dari sisi sains dan kesehatan saja dilihatnya, tetapi yang utama ini persoalan masa depan umat Islam dalam akidah dan syariat.

Nah, itu sebabnya, ilmu aqidah (tauhid) yang benar sesuai dengan generasi salafus shalih atau generasi orang-orang terdahulu, yaitu Rasulullah, para sahabat, tabiin, dan tabiut tabiin, ini yang wajib dipelajari dan ditingkatkan pemahamannya. Hanya dengan iman dan tauhid yang lurus itulah kita akan terselamatkan dari fitnah dajjal. Ketika iman dan tauhid kita masih bengkok, maka kita tidak akan selamat dari fitnah akhir zaman. Maka, memohonlah pertolongan dan rahmat Allah Ta’ala. Nggak bisa sekadar ngandelin akal dan tenaga kita.

Selain itu, kita kudu memahami karakteristik musuh-musuh Islam dan pastikan kita tidak termasuk di antara mereka. Di zaman fitnah itu, kawan kadang jadi lawan. Seiring sejalan awalnya, tetapi di tengah jalan menggunting dalam lipatan. Berseteru dalam satu persoalan yang masih mungkin berbeda. Kenapa tidak dicari jalan damai, bukan malah saling membantai?

Nah, karena sekarang sepertinya bejibun kelompok dan ormas serta perkumpulan lainnya, maka wajib memahami karakteristik firqatun naajiyah (golongan yang selamat) dan pastikan kita termasuk dalam kriterianya. Kita kudu mencari. Jangan sampe pula gara-gara ashobiyah, lalu ikatan ukhuwah Islamiyah malah yang diputus. Bahaya, itu mah!

Latihan fisik dengan bela diri, memanah, berkuda, berenang, insya Allah diperlukan. Saya teringat seorang ustaz yang jago beladiri, beliau bercerita bahwa target saat ini adalah ingin bisa memanah dan berkuda. Alasan beliau, jangan sampe ketika segala kemajuan teknologi lenyap lalu kita nggak bisa apa-apa dan menjadi santapan empuk musuh-musuh Islam. Dipikir-pikir bener juga ya. Akhirnya saya juga kebawa ikutan belajar memanah dan mencoba berkuda. Walau, ya, belum konsisten. Waduh!

Yuk, siapkan segalanya. Terutama iman dan ilmu. Bersyukur bila ilmu yang kita dapatkan bisa mengangkat derajat jadi ulama. Bila tak mampu jadi ulama, setidaknya menjadi pembela ulama bila mereka dipersekusi.

Kalo saya pribadi, saat ini, sementara ini, memilih menulis dulu. Menuliskan apa yang saya tahu lalu menebarkan manfaat dan maslahat bagi umat. Semoga menjadi bagian kecil dari persiapan besar untuk menghadapi perang akhir zaman.

Mengapa menulis? Setidaknya, saya teringat pesan Imam al-Ghazali rahimahullah, “Kalau kamu bukan anak raja dan engkau bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis.” Bagi saya menulis adalah upaya untuk menyampaikan ilmu (walau sedikit) agar banyak orang mendapatkan manfaatnya. Insya Allah.

Yuk, semangat menyiapkan segalanya untuk kemuliaan kita bersama Islam. Semoga di antara kita ada yang menjadi ulama dan pejuang Islam tangguh. Bersiaplah! [O. Solihin | IG @osolihin]