Tuesday, 19 March 2024, 15:36

logo-gi-3gaulislam edisi 151/tahun ke-3 (4 Syawal 1431 H/ 13 September 2010)


Pekan ini, saat buletin remaja kesayangan kamu ini terbit, adalah hari keempat di bulan Syawal. Yup, edisi Senin tanggal 13 September 2010 adalah bertepatan dengan tanggal 4 Syawal 1431 H. Subhanallah. Nggak terasa ya, kayaknya minggu kemarin kita masih berada di bulan Ramadhan. Waktu itu, di sepuluh hari terakhir Ramadhan, kita menikmati semua fasilitas yang diberikan Allah Swt. untuk mengeruk pahala sebanyak mungkin di bulan penuh barokah. Seminggu kemudian, ya pekan ini, kita udah ada di bulan Syawal, bulan kesepuluh dalam hitungan tahun hijriah. Gimana, masih terasa kan indahnya Ramadhan? Masih terasa saat-saat nikmat beribadah? Insya Allah ya. Semoga jejak Ramadhan masih terasa bekasnya hingga saat ini dan pada bulan-bulan yang akan datang.

Bro en Sis, Ramadhan memang telah berlalu. Tak mungkin bisa kita minta kembali pada saat ini. Sebab, waktu memang hakikatnya adalah terus berjalan tanpa perlu menunggu kita siap atau nggak untuk ngikutinnya. Maka, berbahagialah bagi kita yang bisa memanfaatkan waktu dengan baik dan bahkan sangat baik. Kita akui bahwa Ramadhan masih menyisakan kenangan, menyisakan segala pernik indah hari-hari penuh semangat ibadah. Berbagai kegiatan kita gelar. Semua aktivitas yang berpeluang mendapatkan pahala kita lakukan. Kadang, saking semangatnya, hujan tak peduli, malam tak kita takuti. Subhanallah. Berkah Ramadhan bisa memberikan energi bagi kita untuk memanfaatkan momen beribadah dengan sebaik-baiknya. Insya Allah, kita senantiasa berdoa agar apa yang selama ini kita kerjakan mendapat pahala yang setimpal di sisi Allah Swt. Allah Ta’ala berkenan pula mengampuni dosa-dosa kita sesuai harapan yang kita selalu penjatkan dalam bait-bait doa kita kepadaNya. Insya Allah.

Sobat muda muslim, hari ini kita sedang menikmati indahnya Syawal. Menikmati karunia Allah Swt. kepada kita semua untuk bisa bertemu di bulan bahagia. Saling bermaafan dan saling berbagi rasa cinta dengan sahabat dan juga keluarga besar kita. Buat yang mudik pasti punya pengalaman indah juga ya. Berkumpul dengan keluarga, dengan orang tua, bahkan teman lama yang berbilang tahun tak jumpa. Momen Idul Fitri kita manfaatkan dengan lebih baik. Semoga pula, shaum or puasa yang kita laksanakan selama sebulan penuh di bulan Ramadhan berbuah takwa. Yup, menjadi orang-orang beriman yang bertakwa. (backsound: Lho, kok nulisnya orang beriman yang bertakwa? Bukankah kalo udah beriman harusnya juga takwa?)

Hmm.. gini deh, perlu diketahui bahwa orang yang beriman, belum tentu otomatis bertakwa lho. Itulah sebabnya, Allah Swt. dalam al-Quran menjelaskan bahwa perintah puasa Ramadhan yang diwajibkan kepada orang-orang yang beriman adalah untuk menjadikannya orang-orang yang bertakwa (coba deh bukan lagi al-Quran surat al-Baqarah ayat 183 ya). O gitu tah? Iya, karena di awal ayat tersebut Allah Swt. memang memerintahkan orang-orang yang beriman untuk berpuasa di bulan Ramadhan. Kemudian diakhiri dengan kalimat: agar kalian menjadi orang-orang yang bertakwa. Itu artinya, antara iman dan takwa adalah dua hal yang berbeda. Waduh, kalo gitu ternyata berat juga jadi orang beriman ya. Sebab, beriman aja ternyata belum cukup kalo belum bertakwa. Semoga kita menjadi orang-orang yang beriman dan bertakwa ya. Insya Allah.

Meraih takwa

Sobat muda muslim, takwa (taqwa) itu berasal dari kata waqa, yaqii, wiqayah dengan makna yang sejalan, sedang kata muttaqin adalah bentuk faa’il (pelaku) dari ittaqa suatu kata dasar bentukan tambahan (mazid) dari kata dasar waqa atau secara singkatnya waqa-yaqi-wiqayah yang artinya memelihara.

Ada juga yang membagi dua definisi taqwa, yakni pertama, hati-hati dan yang kedua meninggalkan yang tidak berguna. Ada juga yang mengatakan takwa itu mengetahui dengan akal, memahami dengan hati dan melakukan dengan perbuatan. Sementara muttaqin dapat diterjemahkan menjadi orang yang menjaga diri untuk menyelamatkan dan melindungi diri dari semua yang merugikan.

Nah, secara keseluruhan kata muttaqin adalah menjaga diri untuk menyelamatkan dan melindungi diri dari semua yang merugikan. Merugikan di sini yang dimaksud yaitu melindungi diri dari segala perbuatan yang mengandung kemaksiatan, syirik, kemunafikan dsb.

Allah Swt. berfirman (yang artinya): “Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS al-Baqarah [2]: 233)

Bro, dalam al-Quran bisa kita temui perintah dan dukungan untuk melaksanakan ketakwaan. Nggak heran jika seruan agar kaum Muslim meningkatkan ketakwaannya kepada Allah Swt. sering dilontarkan para khatib Jumat, dan para aktivitis dakwah lainnya pada berbagai kesempatan.

Syaik Abdullah Nashih Ulwan dalam kitab Ruhaniyatud Da’iyah menjelaskan mengenai hakikat takwa. Menurutnya, takwa lahir sebagai konsekuensi logis dari keimanan yang kokoh, keimanan yang selalu dipupuk dengan muraqabatullah, merasa takut dengan murka dan azabNya, serta selalu berharap limpahan karunia dan maghfirahNya.

Para sahabat dan salafus shaleh (orang-orang saleh terdahulu) yang memahami betul tuntunan al-Quran, mempunyai perhatian besar terhadap takwa. Mereka terus mencari hakikatnya. Mereka sering bertanya satu sama lain dan berusaha untuk mendapatkan jawaban tentang takwa. Dalam suatu riwayat yang sahih, disebutkan bahwa Umar bin Khattab ra bertanya kepada Ubai bin Ka’ab ra tentang takwa. Ubai menjawab, “Bukankah Anda pernah melewati jalan yang penuh duri?

“Ya,” jawab Umar.

“Apa yang Anda lakukan saat itu?” tanya Ubai lagi.

“Saya bersiap-siap dan berjalan dengan hati-hati,” kata Umar.

“Itulah takwa,” kata Ubai.

Berkaitan dengan hal itu, Sayyid Quthb menuliskan dalam buku tafsir Fi Zhilalil Qur’an, “Itulah takwa, kepekaan batin, kelembutan perasaan, rasa takut terus menerus, selalu waspada dan hati-hati jangan sampai kena duri jalanan.”

Bro en Sis, ternyata takwa itu identik dengan kehati-hatian. Khawatir berbuat salah. Takut kepada Allah kalo kita berbuat dosa. Itu artinya, orang yang bertakwa sesungguhnya memiliki hubungan yang sangat baik dengan Allah (hablum minallah), juga dengan sesama manusia (hablum minan naas), dan dengan makhluk Allah lainnya. So, apakah kita udah dapetin ketakwaan melekat erat dalam diri kita? Semoga ya. Dan, semoga pula bukan cuma di Ramadhan aja kita mendadak takwa. Tetapi takwa itu bisa awet berlanjut hingga akhir hayat kita. Insya Allah.

Jejak indah dalam ibadah

Hayo, siapa di antara kamu yang nggak puasa di bulan Ramadhan? Owh.. masa’ sih harus ditanya seperti ini? Hehehe.. kalem aja, Bro. Saya sekadar sedang menguji. Karena insya Allah saya tahu kok bahwa kamu–yang insya Allah beriman dengan benar–pasti melaksanakan perintah shaum atau puasa Ramadhan ini. Iya kan? Yup, saya sekadar ingin meyakinkan aja bahwa kamu baik-baik saja dan rela melaksanakan ibadah shaum ini. Kalo nggak shaum, duh kebangetan deh. Sebab, semarak Ramadhan cukup terasa di mana-mana: di rumah, di lingkungan tempat tinggal kita, di sekolah, di tempat kerja, di pasar, di mal, di jalan raya, di gedung-gedung pemerintahan, di mana saja. Ramadhan memberikan warna dan nuansa berbeda. Hampir semua orang memanfaatkan momen Ramadhan ini dengan beragam aktvitas bernilai pahala. Itu sebabnya, nggak usah kaget kalo selain ibadah puasa, juga ramai dengan tadarus al-Quran, sanlat, kajian keislaman di masjid-masjid bahkan di televisi dan radio. Semua ikut bergembira menyambut dan mengisi bulan Ramadhan dengan aktivitas yang bisa meningkatkan keimanan dan meraih pahala sebanyak mungkin.

Sungguh saya sangat terkesan dengan aktivitas yang dilakukan oleh banyak kaum muslimin. Shalat subuh berjamaah terlihat semarak. Masjid seolah sesak dengan membludaknya jamaah. Terutama di awal-awal Ramadhan. Begitupun dengan shalat dhuhur, ashar, maghrib dan isya. Hampir di semua masjid berbeda dari biasanya. Terutama dalam jumlah jamaah yang melaksanakan shalat lima waktu. Nggak ketinggalan juga shalat sunnah taraweh berjamaah di masjid, sangat antusias dilakukan kaum muslimin. Buktinya, hampir setiap malam masjid ramai dijejali jamaah yang ingin ‘ngalap’ pahala yang melimpah. Subhanallah. Sungguh indah ibadah di bulan Ramadhan. Pantas saja banyak kaum muslimin yang merindukan Ramadhan datang kembali di tahun depan.

Bro en Sis, meski demikian, tentu saja nikmatnya ibadah Ramadhan bukan sekadar untuk dikenang rasanya. Tidak. Tapi yang terpenting adalah bagaimana kita bisa “napak tilas” perjalanan ibadah kita pada bulan Ramadhan agar semangatnya bisa ditularkan di bulan-bulan berikutnya di luar Ramadhan. Sayang banget kan kalo nikmatinya ibadah hanya dilakukan saat Ramadhan saja. Padahal masih ada sebelas bulan selain Ramadhan yang bisa kita isi dengan ibadah juga. Sehingga bila perlu Ramadhan terasa ‘sepanjang tahun’. Jejak indah ibadah di bulan Ramadhan terasa sepanjang tahun karena kita tetap semangat beribadah meski bukan lagi di bulan Ramadhan. Insya Allah.

Masih ada noda di Ramadhan

Sobat muda muslim, di balik indahnya beribadah di bulan Ramadhan, ternyata kita juga tidak menutup mata bahwa masih ada noda di Ramadhan. Tepatnya, masih ada cela yang ‘merusak’ kemuliaan Ramadhan. Apa itu? Rasa-rasanya kamu semua udah bisa tahu deh jawabannya. Yup, selama Ramadhan kita bisa menyaksikan acara televisi yang miskin manfaat, bahkan beberapa acara bisa dikategorikan melanggar syariat. Tak perlu menyebut nama program dan televisi yang menyiarkannya, insya Allah kamu semua pada tahu ya (kalo kamu merhatiin perkembangan tersebut tentunya). Ya, hampir selalu seperti itu dalam beberapa tahun terakhir ini. Ketimbang informasi penting yang berkaitan dengan pendalaman terhadap ajaran Islam, ternyata banyak acara yang malah menjauhkan hati dan pikiran kita dari mengingat Allah Swt., dan nikmatnya ibadah Ramadhan pun hilang begitu saja. Inilah pekerjaan rumah yang perlu kita selesaikan segera.

Coba deh kamu ingat-ingat, apa saja yang masih terasa menodai indahnya Ramadhan. Masih ingat? “Hmm.. banyak orang yang nggak puasa. Bener nggak?” mungkin ada di antara kamu yang menjawab seperti ini.

Owh.. tebakan kamu ada benarnya. Ya, saya sedih banget dan juga kesal. Banyak di antara kaum muslimin yang nekat nggak puasa. Buktinya, di hari pertama Ramadhan saja masih banyak warung yang buka di siang hari, meski harus pake hijab alias dihalangi kain untuk menutupi aksi para pelaku maksiat tersebut. Mungkin masih bisa ditolerir lah kalo jualannya di terminal bis antarkota. Sebab, untuk melayani mereka yang boleh tidak berpuasa karena sedang dalam perjalanan jauh. Tapi, ini warungnya di sekitar perumahan atau tempat di mana banyak orang yang tidak terkategori musafir. Itu kan sama aja dengan memberi peluang orang untuk nggak puasa. Iya nggak sih?

Selain itu, banyak juga remaja yang di bulan Ramadhan, justru pacarannya tetap hot. Halah, memang sih mereka pergi ke masjid. Tapi ternyata itu sekalian bikin janji untuk dilanjutkan dengan memadu asmara setelah taraweh atau jalan-jalan subuh dengan lawan jenis. Yee.. puasa sih puasa, tapi kok masih ngelakuin maksiat? Ingat lho. Memang aktivitas itu nggak bikin puasa kita batal. But, aktivitas tersebut berpeluang menjadikan kita nggak dapat pahala. Ih, jangan sampe deh. Ngeri en rugi euy!

Bikin Ramadhan sepanjang tahun!

Well, ini tentu bukan berarti menjadikan bulan Ramadhan jadi setahun. Duh, gimana jadinya. Sebulan aja nggak tahan, karena buktinya banyak yang nggak kuat puasa, gimana kalo sepanjang tahun? Hehehe… tentu ini bukan maksud saya mengharap Ramadhan sepanjang tahun, tapi kita ambil semangatnya dalam beribadah. Kalo di bulan Ramadhan kita beribadah seperti nggak kenal lelah, maka di bulan lainnya pun, diusahakan untuk tetap beribadah, bahkan bila perlu lebih banyak lagi karena nilai pahalanya nggak sebanding dengan ‘bonus’ pahala di bulan Ramadhan.

Bro en Sis, yuk mulai dari sekarang merencanakan hidup kita setelah Ramadhan ini. Pastikan kita memiliki konsekuensi takwa tadi. Yakni, menjadi hamba Allah yang takut kepadaNya, sehingga hanya mau mengerjakan perbuatan sesuai dengan tuntunan Allah Swt. dan RasulNya saja. Bukan aturan lain. Orang yang bertakwa juga akan memelihara lisan, hati, pikiran, dan perbuatannya agar tetap sejalan dengan Islam. Konsekuensi ini memang berat. Tapi, harus kita jalankan. Kalo memang kita ingin tunjukkin bahwa kita orang yang bertakwa. Jangan sampe deh takwa sekadar harapan kosong. Tetapi jadikan takwa sebagai penghias kehidupan kita sehari-hari dalam segala aktivitas.

Semoga semangat ibadah di bulan Ramadhan yang berhasil kita torehkan bisa kita ikuti jejaknya hingga sebelas bulan ke depan, meraih sebanyak mungkin pahala bagi bekal di kehidupan akhirat kelak. Iman kita bertambah, ilmu kita luas, sabar kita meningkat, rasa syukur kita makin kuat, keberanian kita kian kokoh, semangat dakwah kita makin bergelora, kecintaan kepada Islam terus membara. Subhanallah. Keinginan ini memang sulit diwujudkan, namun bukan berarti tidak bisa dilaksanakan. Iya kan? Kita bisa senantiasa berdoa kepada Allah Swt. dan menguatkan tekad untuk memperbaiki diri kita setiap waktu. Agar kita kuat menjalani sisa kehidupan kita di dunia ini, sehingga tetap semangat dan tetap istiqamah dalam kebenaran ISLAM. Allahu akbar! [solihin: osolihin@gaulislam.com]

1 thought on “Menapaki Jejak Ramadhan

Comments are closed.