Friday, 26 April 2024, 15:10

gaulislam edisi 799/tahun ke-16 (22 Rajab 1444 H/ 13 Februari 2023)

Iya, emang nggak capek saban tahun ngerayain Valentine’s Day? Pacaran mulu kagak nikah-nikah? Eh, emang kamu yang masih SMP dan SMA banyakan cuma bisa pacaran, kan? Nggak mau nikah? Sekalinya nikah, karena memang terpaksa. Kok bisa terpaksa? Iya, kepaksa nikah karena diminta bertanggung jawab sama ortu cewek yang dihamili duluan sama yang cowok. Aduh. Jadinya MBA alias Married by Accident. Kecelakaan? Ah, kamu tahu sendiri gimana model pacaran anak zaman sekarang. Eh, zaman dulu juga sama sih, ada yang nekat gaul bebas baku syahwat. Hubungannya kayak udah suami-istri aja. Ngeri!

Pacaran udah kayak tradisi turun temurun. Seperti jadi pakem dengan rumus bahwa kalo jatuh cinta kudu ngelakuin pacaran. Idih, rumus yang menjerumuskan itu sih. Beneran. Emang nggak ada cara lain? Memang nggak bisa kalo cinta itu mestinya dikendalikan? Memang nggak ada pilihan lain kalo jatuh cinta mesti mentok ngikutin pakem pacaran?

Alhamdulillah, kalo saya pribadi sejak SD, SMP, dan SMK nggak pernah pacaran. Jangankan pacaran, nyoba-nyoba dekat aja nggak berani. Takut? Iya, takut dosa! Jadi, saya emang nggak pernah pacaran. Langsung nikah aja. Eit, kok bisa? Emang udah saling kenal? Kudu saling kenal, dong. Ada prosesnya, ada aturannya, ada batasannya. Duh, kalo kudu dijembrengin sih kelamaan banget. Gini aja, kamu baca deh buku saya, tapi emang udah lama banget, sih. Ya, baca deh buku yang saya tulis bareng kawan saya, judulnya, “Loving You, Merit Yuk!”. Itu tahun 2005 ditulisnya. Hampir 18 tahun lalu. Namun, insya Allah masih relevan kok di zaman sekarang.

Sobat gaulislam, urusan cinta emang nggak ada matinya, tetapi bagi remaja macam kamu, cinta sering dimaknai salah. Salah caranya, salah solusinya. Akibatnya, banyak yang gagal paham memperlakukan rasa cinta. Pacaran sering jadi solusi. Kalo pun ada yang memilih menikah, kalo masih sekolah pasti kepentok aturan. Di sini, kadang saya berpikir, mengapa untuk yang pacaran malah disediakan jalan lurus dan dibiarkan. Eh, yang ingin serius menikah, sering dihalang-halangi dengan seabrek aturan, dari mulai batasan usia sampai upaya menjegal dengan bikin ancaman bahaya nikah di usia muda segala. Begitulah. Lalu, apa solusinya?

Sementara, kalo kamu jatuh cinta ya jangan nekat pacaran. Kalo nikah masih jauh dan kayaknya sulit, ya memang kudu bersabar sambil menyiapkan segalanya agar lebih mudah nantinya jika waktunya tiba.

Bagaimana jika saat ini kamu terlanjur pacaran? Putusin aja, apa susahnya. Iya, kan? Memangnya mau terus-terusan bikin dosa? Udah banyak orang yang ngingetin bahayanya pacaran. Maksiat pula kategorinya. Buletin kesayangan kamu juga nggak bosan terus mengedukasi para remaja, termasuk kamu agar sadar diri dan berani melepas pacarmu. Dan, kalo udah putus dengan pacarmu, segera tinggalin dan jangan diinget-inget lagi. Lupakan! Nah, kalo kamu saat ini masih pacaran, maka momen Valentine bisa kamu jadikan sebagai hari putus dengan pacarmu. Beneran! Aduh, jadi mantan nih? Iya. Ngapain juga dipertahankan kalo bikin kamu terus maksiat.

Putusin, tinggalin, lupain!

Siap-siap kudu kuat untuk berpisah sepenuhnya dengan mantanmu. Bisa jadi tuh mantan sering bikin hatimu meleleh kayak es krim melalui kata-katanya, tapi karena kini udah nggak ada hubungan lagi, relakan saja walau akan perih terasa. Dulu mantanmu mampu mencairkan dinding es di hatimu kalo dia mulai merayu, tapi kini harus siap-siap meninggalkan mantanmu sejauh-jauhnya. Kamu harus sudah berani ambil keputusan. Semoga ini keputusan terbaikmu, ya.

Ini memang perlu kesungguhan, Bro en Sis. Kalo masih ragu bisa gawat. Kalo masih bimbang juga akan terus mengambang. Ini persoalan serius yang kudu kamu niatkan dan upayakan dengan sungguh-sungguh. Nggak asal aja. Oya, satu lagi yang perlu kamu ingat nih: belum tentu mantanmu ingat kamu meski kamu masih punya harapan kepadanya untuk balikan lagi. Iya kan? Mungkin saja dia sudah mendapatkan gantinya setelah putus sama kamu dan melupakanmu. Ayo, realistislah!

Oya, mengendalikan perasaan itu memang nggak mudah. Seringnya berubah-ubah. Awalnya udah niat banget mau melupakan mantanmu, eh, pas buka-buka lagi akun medsos atau surat atau foto-foto bersama mantanmu malah baper dan gagal move on. Itu bisa gawat. Kondisi seperti ini memang rentan, kecuali memang udah mantap banget buat ngelupain. Iya, ngelupain, bukan hanya ninggalin. Namun kamu perlu tahu bahwa susah atau mudah itu juga tergantung niat kamu dan cara menjalaninya. Meski berat, tetapi kamu jalaninya enjoy aja, jalan itu nggak akan terasa sulit dilalui. Sebaliknya, meski jalan itu terlihat mudah untuk dijalani, tetapi kamu merasa berat untuk melaluinya, ya tetap aja jadi berat dan tertekan.

Nah, untuk memilih sesuatu itu biasanya berdasarkan rasa suka atau tidak suka. Bisa juga sih karena tertarik atau juga tidak tertarik. Namun, itu sebenarnya tahap awal saja. Bagi seorang muslim, pilihan itu harus didasarkan pada aturan Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Walaupun kita suka, tetapi Allah Ta’ala dan Rasul-Nya tidak meridhai apa yang kita suka, ya nggak usah maksain. Contohnya pacaran. Idih, ke sini lagi dah.

Iya. Ini sekadar contoh yang ada hubungannya dengan tema yang sedang kita bahas. Semua orang—apalagi usia remaja—suka dan senang dengan pacaran. Buktinya banyak dilakukan. Prosentasinya untuk saat ini bisa di antara angka 70-80 persen yang melakukannya. Itu artinya, bila ada 10 orang remaja, 7-8 orang itu melakukan pacaran. Hanya 3 atau 2 orang yang nggak pacaran. Bisa karena nggak mau, bisa karena nggak tertarik, bisa karena alasan kalo ngelakuin pacaran berarti berbuat dosa. Memang sih, ini survei sederhana aja dari perkiraan saya. Soalnya saya sering wawancara untuk penerimaan peserta didik di suatu lembaga pendidikan, salah satu pertanyaannya tentang pacaran. Setidaknya dari wawancara itu survei bisa saya lakukan.

Eh, ngomong-ngomong soal data statistik, sebenarnya itu hanya ukuran saja. Apakah parah atau sangat parah, termasuk baik atau sangat baik dan di antaranya ada sedang atau cukup, juga kondisi buruk. Isinya sih tetap sama, yakni data. Saya pribadi sih berpendapat bahwa bila ada satu orang saja yang melakukan pacaran, sebetulnya sudah termasuk kecolongan. Kudu disadarkan dan ‘dibereskan’. Sebisa mungkin nggak ada lagi yang pacaran. Itu idealnya. Walau faktanya sih kayaknya nggak mungkin dalam sistem kehidupan yang liberal dan individunya juga sudah terkena virus liberal kayak di zaman sekarang. Namun, tentu keinginan untuk mengubah kondisi kudu ada. Bikin juga strateginya. Biar mantap, gitu lho. Beneran! Semoga ada yang sadar.

Sobat gaulislam, untuk bisa mengatakan “sayonara mantanku” sepertinya mudah kalo mau dibuat mudah. Akan menjadi sulit bila dibuat sulit. Semua tergantung kita sebenarnya. Why? Sebab, semuanya ada di pikiran kita. Main sepak bola saja perlu kesungguhan untuk bisa bertahan dan menyerang meski secara hitung-hitungan di atas kertas tim kita kalah di segala lini. Banyak banget buktinya bahwa ada tim miskin bintang dan strategi yang biasa saja malah menang melawan tim bertabur bintang. Harus ada niat kuat. Itu kunci yang harus sering saya tulis di sini. Tanpa niat yang kuat, kita nggak bakalan sungguh-sungguh dan nggak akan menyiapkan segala sesuatunya untuk meraih tujuan atau melepaskan belenggu yang mengikat kuat selama ini.

Ya, belenggu. Jika kamu masih merasa berat meninggalkan dan melupakan mantanmu, maka selama itu kamu nggak akan bisa berbuat lebih baik untuk masa depanmu. Jangan sampe kamu tetap merasa kesepian ditinggal mantan, padahal mantan udah enak-enakan dengan pacar barunya, bahkan mungkin sudah menikah. Bagi kamu yang masih statusnya pelajar, nggak usah pake mikir pertimbangan hawa nafsu. Pertimbangannya hanya akidah dan syariat Islam. Itu yang menjadi tolok ukur atas apa yang kamu lakukan. Beres. Simpel tanpa embel-embel ragu.

Pastikan meninggalkan mantanmu dengan pertimbangan syariat, ya. Harus itu. Sayonara sama mantanmu, karena kamu nggak mungkin pacaran lagi sama dia. Percuma mengingatnya. Sebaliknya, lupakan saja. Kenapa nggak mungkin pacaran lagi? Karena pacaran nggak boleh dilakukan seorang muslim. Udah melanggar syariat. Kalo melanggar syariat, konsekuensinya ya dosa. Itu sebabnya, pertimbangan dosa ini kudu jadi pilihan kamu saat meninggalkan dan melupakan mantanmu.

Selain itu, kamu kudu berpikir positif, bahwa yakin suatu saat Allah Ta’ala akan memberikan jodoh terbaik di saat kamu sudah siap untuk menikah. Itu sebabnya, ketika udah berani meninggalkan mantanmu, kamu kudu meng-upgrade pengetahuan kamu tentang Islam. Belajar lebih serius dan ikhlas. Jodoh itu Allah Ta’ala yang mengatur. Nggak usah khawatir. Mulai sekarang, bilang deh sama mantanmu, “Sayonara!”

So, intinya sih: taubat dan lupakan! Nah, pas momen Valentine itu mestinya kamu putusin dan lupain. Pasti berkesan. Beneran. Eh, sebenarnya nggak harus nunggu momen itu kok. Kamu harus siap kapan pun. Sebab, ini urusannya dengan masa depan kamu di dunia dan di akhirat. Kalo buat ninggalin maksiat, memang kudu kuat. Jangan setengah-setengah. Ada nasihat bagus, saya dapetin di akun medsos “twitulama”, yang mengutip cuitan dari Dr Husain Al Fifi, “Sabar untuk tak berbuat maksiat itu lebih utama daripada sabar untuk berbuat taat, pada keduanya ada kebaikan. Sebagian salaf berkata, ‘Amal kebaikan itu dikerjakan oleh orang baik dan buruk. Namun meninggalkan kemaksiatan tak kan kuat dikerjakan kecuali orang yang benar-benar tulus’.”

Jadi, waspadalah bagi yang masih doyan pacaran. Sebab, itu jelas kemaksiatan. Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah berkata, “Orang yang cerdas hendaknya mengetahui bahwa para pecandu syahwat dan maksiat akan menuju kepada sebuah keadaan bahwa mereka tidak akan merasakan lagi kelezatan maksiat mereka. Meski demikian, mereka juga merasa tidak sanggup untuk meninggalkannya.” (dalam Raudhatul Muhibbin, jilid, hlm. 470)

Yuk, momen pas nih buat akhiri maksiat. Valentine sebagai momen mutusin pacar, ninggalin, dan lupain. [O. Solihin | IG @osolihin]