Monday, 29 April 2024, 18:53

gaulislam edisi 594/tahun ke-12 (4 Rajab 1440 H/ 11 Maret 2019)

Assalaamu’alaikum, sobat gaulislam rahimakumullah. Kabarnya gimana, nih? Insyaa Allah baik-baik ajalah, ya. Tetap bersyukur kepada Allah atas apa pun yang diberikan oleh-Nya untuk kita. By the way, guys, udah pada tahu belum syukur itu apa? Bilang ‘Alhamdulillah?’. Uhm, yup! Cuma bersyukur itu nggak sebatas ngucapin alhamdulillah, namun juga melapangkan hati dalam menerima takdir yang diberikan Allah.

Zaman sekarang, orang yang mau bersyukur itu cobaannya berat banget nggak, sih? Bayangin coba, ketika kita diberi cukup malah ngerasa kurang karena ngelihat ke atas mulu. Maksudnya, nih, contoh: kita dikasih dua puluh ribu perak buat uang saku ke sekolah. Kalau hanya untuk kebutuhan jajan seperlunya, dua puluh ribu sih, cukup-cukup aja. Eh, tapi pas lihat temen ada tuh yang uang sakunya lima puluh ribu. Dia makan di McD, kita makan di warteg (hehe…)

Nah, karena kita terus-terusan ngelihat temen kita yang uang sakunya lebih banyak dari kita, lah ternyata kita minder dan nggak bersyukur. Apalagi sampe ngotot ke ortu buat dikasih lebih. Padahal ortu sendiri juga udah susah ngasih kita uang saku karena mereka juga kerja keras buat nyari uang. Seharusnya kita perhatikan adalah temen-temen kita yang uang sakunya lebih sedikit dari kita. Kalau perkara uang dua puluh ribu rupiah aja kita minder dan nggak bersyukur, terus gimana nasib temen kita yang uang sakunya cuma ceban, atau goceng, gitu? Apalagi yang sama sekali nggak bisa jajan, kan kasihan, ya. Masih mending kita loh yang walau nggak banyak, tapi masih ada, ya, daripada nggak sama sekali, kan.

Ya, nggak cuma masalah uang saku aja, sih. Ada banyak banget contoh lainnya. Apalagi remaja tuh banyak maunya deh. Banyak banget kebutuhannya (atau sebenarnya keinginan?). Apalagi ditambah sama ngikutin tren, ya, nggak ada habisnya. Butuhnya sih cuma hp doang, tapi pengennya hp yang sekalian keluaran terbaru, mahal, harganya jutaan lagi. Padahal hp apapun yang penting bisa mencakup segala aspek kebutuhan, kan ya. Tapi minder sama temen yang hp-nya lebih bagus. Malu banget! Ih, kok gitu, sih?

Beneran, lho. Kalo ngeliat ke atas terus, gimana mau bisa bersyukur, sobat? Lagian nih, emang nggak kasihan sama ortu yang udah ngorbanin tenaga dan waktunya demi kita yang banyak maunya ini. Minta sih boleh-boleh aja, cuma ya jangan maksain orangtua buat nurutin maunya kita. Ya, kan kita nggak boleh egois. Masa’ ortu cuma mikirin kita doang? Kalau anaknya satu gitu mending, kalau banyak gimana? Kan, tambah puyeng ortunya nanti. Ish..ish..ish.. kasihan.

Jangan egois

Oya, jangan sedih kalau belum dikasih. Insyaa Allah pasti ada waktunya. Jangan sampe kalo nggak dikasih kita malah ngambek, mogok makan, atau sampai memarahi ortu cuma gara-gara keegoisan kita. Ya, kebaikan dan kasih sayang orangtua nggak hanya diukur ketika mereka ngasih semua apa yang kita mau, kan?

Kurang apa sih orangtua kita? Dari sebelum lahir, kita udah dikasih semua perhatian dan kasih sayang. Apalagi seorang ibu yang rela bersusah payah melahirkan kita. Setelah itu belum lagi menyayangi kita dan merawat kita dengan baik. Ibu dan ayah kita pastinya selalu mengusahakan yang terbaik untuk kita. Diusahain buat kita bisa sekolah, makanan yang enak pun mereka cuma mikirin kita, loh. Doa, kasih sayang, perhatian, semua pengorbanan yang nggak akan pernah bisa kita balas itu, semua mereka berikan tanpa mengharapkan pamrih sedikit pun. Maasyaa Allah. Coba pikirin, kita udah ngasih apa sih ke ortu?

Setiap manusia beda nasib dan jalan hidupnya. Mungkin ada temen kita yang sekali ngomong minta apa ke ortunya langsung aja dikasih tanpa nunggu lama. Ya, karena ortu mereka mampu memberikan. Kalau ortu menunda permintaan kita, bukan nggak mau, melainkan belum bisa. Kalau saat itu bisa, pasti ortu akan langsung ngasih. Apa sih yang nggak buat kita, kan? Cuma untuk kita yang ekonomi keluarganya tidak sekenceng ortu temen yang mungkin direktur gitu, ya jangan disamain kemampuannya. Harus tahu prosedurnya.

Beda orang beda nasib, beda rezeki, beda lagi ujiannya. Bersyukur dan bersabar atas semua yang Allah berikan. Dikasih cukup, alhamdulillah, dikasih lebih juga alhamdulillah. Jangan pernah kufur, ya. Karena itu bisa mengurangi nikmat dan juga menyempitkan hati. Emang mau hatinya sempit? Cemberut, marah-marah tiap hari cuma gara-gara uang saku? Emangnya enak punya perasaan kayak gitu? Hidup itu cuma sebentar di dunia, Sob. Jadi jangan dibuat suram dengan perasaan nggak puas hati kayak gitu. Haha… toh, bahagia itu kita yang merasakan. So, jangan dipersulit, oke.

Ingat firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS Ibrahim [14]: 7)

Hati-hati terhadap istidraj

Ada banyak orang yang kelihatannya dikasih rezeki berlimpah meskipun mereka nggak besyukur. Buktinya merek banyak maksiat, sombong pula. Hidupnya kok tenteram gitu sih? Eits, kehidupan yang mudah, nggak selalu baik, loh. Siapa tahu ada maksud tersendiri kenapa Allah memberi dia jalan yang kayak gitu. Kehidupan yang mudah, ataupun sulit itu sama-sama ujian dari Allah. Bisa jadi itu istidraj, loh. Uhm, istidraj itu apa? Istidraj artinya suatu jebakan berupa kelapangan rezeki padahal yang diberi dalam keadaan terus menerus bermaksiat pada Allah.

Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Bila kamu melihat Allah memberi pada hamba dari (perkara) dunia yang diinginkannya, padahal dia terus berada dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka (ketahuilah) bahwa hal itu adalah istidraj (jebakan berupa nikmat yang disegerakan) dari Allah.” (HR Ahmad)

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Rugi banget orang yang dikasih nikmat banyak tetapi dia tetap maksiat. Uangnya banyak tapi nggak disedekahkan, nggak dizakatkan, nggak bersyukur dll. Kenikmatan-kenikmatan itu membuat mereka lupa siapa mereka dan siapa sesungguhnya yang memberikan semua kenikmatan itu. Mereka terus-terusan menganggap bahwa apa yang mereka nikmati adalah milik mereka, dan hasil dari jerih payah mereka. Mereka sama sekali lupa bahwa semua itu ada peran Allah di dalamnya. Maka dari itu Allah menghukum mereka dengan menutup hati mereka dan tenggelam dengan kenikmatan-kenikmatan yang melimpah itu.

Duh, jadi keinget ceritanya Qarun yang juga lupa dengan siapa yang memberikan dia harta. Qarun berasal dari kaum Nabi Musa ‘alaihissalam. Artinya dia berasal dari tengah-tengah masyarakat yang Nabi Musa diutus kepada mereka.

Qarun bukan termasuk keluarga Nabi Musa. Karena keluarga Nabi Musa terdiri dari orang-orang yang beriman berkat dakwah dan risalah yang dia bawa. Karena ahlun tali (keluarga) tidak disandarkan pada kerabat yang tidak beriman.

Bisa jadi Qarun adalah orang yang pada awalnya beriman dengan dakwah Nabi Musa. Ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala membukakan baginya jalan untuk mendapatkan harta dan perbendaharaan-Nya dia lupa dengan seruan yang telah diserukan kepada dirinya karena sibuk dengan kekayaan yang ia miliki, dan kemudian dia berlaku sewenang-wenang pada kebenaran dan kebaikan. Hingga akhirnya diberi hukuman oleh Allah Ta’ala atas kezalimannya tersebut. Sebagaimana dalam firman-Nya (yang artinya), “Maka Kami benamkanlah Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya).” (QS al-Qashshas [28]: 81)

Tuh, kan. Mau kayak Qarun? Nggak kan. Mending kayak Abu Bakar ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu saja yang walau kaya, untuk Islam beliau rela menyedekahkan seluruh hartanya. Maasyaa Allaah.

Ikhlas, ya!

Sobat gaulislam, bersyukur itu insya Allah mudah kalo kita ikhlas kepada Allah Ta’ala. Jangan merasa iri dengan milik orang lain. Fokus aja sama amalan kita untuk di akhirat nanti. Iri tuh sama orang-orang yang berjuang buat Islam. Ya, iri tuh kepada mereka yang rela menghabiskan waktu dan energi untuk beribadah, mencari illmu, berjihad dan berdakwah di jalan Allah. Mereka cukup sibuk cari perhatian Allah dengan terus beramal shalih, bukan malah mencari perhatian manusia dengan memuaskan trend dan mode biar dilirik sama manusia.

Aih, kalau mengharap dilirik sama dunia sih nggak ada habisnya. Nggak bakal ada puasnya, bikin capek lagi. Fiuh, masa’ iya hidup maunya diisi sama yang nggak faedah terus, malah merugikan kita dunia akhirat lagi. Iyalah. Coba pikirin, ketika hanya fokus ke tren-tren masa kini, ngabisin uang, tenaga, waktu, itu yang bikin kita terus-terusan nggak bersyukur karena nggak ada puasnya, udahlah gitu rugi di akhirat lagi.

Tapi beda kalau sibuk mencari amal shalih. Walau tenaga, waktu bahkan dana yang dikeluarkan untuk sedekah seolah habis di tangan kita, tapi insya Allah selama kita ikhlas semuanya bernilai pahala dan kemuliaan di hadapan Allah. Jangan khawatir tentang dunia. Karena jika Allah sudah sayang, dunia akhirat juga bakal dikasih sama Allah.

Ingat, taruhlah dunia di tanganmu, dan taruhlah akhirat di hatimu. Artinya apa? Artinya kita harus mendahulukan akhirat sebelum dunia. Karena jika kita mengejar akhirat, maka insyaa Allah dunia juga bakal kita dapatkan. Tapi kalau kita hanya sibuk mengejar dunia, jangankan akhirat, dunia aja belum tentu dapet sesuai harapan, tuh. So, kamu mau pilih yang mana, nih, Bro en Sis?

Sobat gaulislam rahimakumullah, bersyukurlah terutama nikmat yang telah Allah berikan. Nikmat itu tak selalu tentang harta dan materi. Tubuh yang sehat, bisa beribadah dengan tenang dan baik, dimudahkan oleh Allah dalam ketaatan kepada Allah, dan banyak lagi nikmat lainnya yang tidak bisa kita sebutkan satu-persatu karena saking banyaknya. Walau hidup pas-pasan, tetap jangan pernah berputus asa dari rahmat Allah, karena Allah itu Maha Luas kasih sayang-Nya, rezeki-Nya, dan kenikmatan-Nya. Jadi, jangan putus asa ya. Tetap tawakkal, ikhtiar, dan berdoa kepada Allah Ta’ala. Bagaimana pun jalan hidup kita, kita harus tetap menjalaninya dengan syukur dan sabar. Karena setiap cara hidup pasti ada hikmah yang disediakan oleh Allah bagi hamba-Nya agar menjadi hamba-hamba yang kuat dan berkualitas. Nggak percaya? Coba aja lihat Nabi dan Rasul yang jalan hidupnya bahkan lebih sulit daripada kita. Namun kesulitan-kesulitan itulah yang bisa membuat mereka semakin dekat dengan Allah dan pastinya membuat mereka menjadi hamba-hamba Allah yang sangat berkualitas. Maasyaa Allaah. [Natasha ADW | IG @natashaara11]