Saturday, 27 April 2024, 12:20

gaulislam edisi 837/tahun ke-17 (22 Rabiul Akhir 1445 H/ 6 November 2023)

 

Sebulan terakhir ini, kita disuguhi berbagai macam informasi seputar Palestina, baik teks maupun video di media sosial dan juga media massa. Tersebar dari satu grup WA ke grup WA lainnya, begitu pun di aplikasi Telegram. Instagram dan Facebook juga nggak ketinggalan. Di aplikasi X (dulunya Twitter), juga rame sebagaimana ciri khasnya selama ini. Beragam informasi dan opini tentang fakta akibat perang juga wara-wiri di platform milik Elon Musk itu.

Namun, satu hal yang menarik banyak orang, termasuk saya adalah video-video berisi ketabahan dan kesabaran penduduk Gaza, dari mulai anak-anak, remaja, sampai orang tua. Selain tentunya semangat para pejuangnya. Kita disuguhi gambaran yang luar biasa. Kuat akidahnya, hebat keberaniannya, dan kuat kesabarannya. Nyaris tidak ada keluhan atas penderitaan yang meraka rasakan. Saya sih husnuzan (berbaik sangka), memang saudara kita itu udah terbiasa hidup dalam perjuangan. Siap dalam segala kondisi, dan tawakal kepada Allah Ta’ala. Tempaan itu nggak bisa dibentuk sehari dua hari, sebulan dua bulan, atau setahun. Perlu waktu belasan tahun, bahkan puluhan tahun untuk menyiapkannya. Anak-anak di sana pun sudah disiapkan oleh orang tua mereka untuk menjadi pejuang. Menjadi para mujahid. Boleh dibilang, DNA-nya mujahid.

Oya, kamu pernah belajar biologi, khususnya biologi molekuler? Kalo pernah, berarti tahu ya istilah DNA. Saya pernah belajar juga waktu sekolah di kejuruan analis kimia sekitar 30 tahun lalu. Beberapa masih inget. Sekadar kamu tahu, sedikit saya informasikan bahwa DNA (Deoxyribonucleic Acid) adalah molekul penting dalam ilmu biologi dan biokimia. Ini adalah bahan genetik yang membawa informasi genetik yang digunakan untuk mengatur perkembangan, fungsi, pertumbuhan, dan reproduksi semua makhluk hidup, termasuk manusia. DNA terdiri dari rangkaian nukleotida yang mengandung empat basa nitrogen: adenin (A), sitosin (C), guanin (G), dan timin (T). Susunan basa-basa ini membentuk kode genetik yang memandu sintesis protein dan mengatur berbagai proses biologis dalam sel. Kalo udah belajar, jadi inget lagi, ya. Kalo belum belajar, ya telen aja dulu, nanti kamu bisa searching di internet atau tanya sama teman atau guru yang ngerti hal ini.

Di judul buletin edisi pekan ini, sekadar ambil istilah tersebut dalam konteks lain. Maksudnya keturunan pejuang. Lebih spesifik lagi, ciri-ciri karakter para pejuang: berani, kuat, sabar, ikhlas, ridha, tawakal, gigih meraih impian, nggak mengeluh, jauh dari putus asa, dan sejenisnya. Intinya, kita bicara dalam konteks perjuangan saudara kita di Gaza, Palestina. Semoga masih nyambung, ya.

 

Karakter pejuang

Sobat gaulislam, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesi (KBBI), pejuang adalah orang yang berjuang atau bisa juga berarti prajurit. Pejuang identik dengan mereka yang punya cita-cita atau idealisme, punya ambisi, punya prinsip, punya cara untuk meraih harapan dan mimpinya, dan seabrek istilah positif lainnya yang menunjukkan kualitas karakter hebat seorang pejuang.

Kamu mestinya tahu gimana hebatnya para pejuang kemerdekaan, ya? Betul. Sekarang aja kalo kita mau nyemangati teman kita, suka pake istilah “semangat 45”. Mengapa? Karena tahun tersebut ikon perjuangan. Ikon revolusi fisik. Luar biasa. Itu yang kita tahu dari sejarah. Betul apa bener?

Umat Islam adalah umat yang rindu perjuangan. Maka, orang yang ilmu, yakni para ulama, adalah orang terdepan dalam memimpin umat untuk berjuang. Umat akan tunduk dan patuh pada para ulama. Bahkan, jika pun rakyat tidak berani ambil risiko dalam perjuangan, maka ulama tetap tampil dalam perjuangan membela agama.

Bagi negeri ini, tentu nggak bisa melupakan jasa seorang ulama bernama KH Hasyim Asy’ari. Beliau bukan saja ulama yang memimpin Pesantren Tebuireng, tetapi juga adalah pejuang kemerdekaan, khususnya dengan fatwanya yang terkenal, yakni Resolusi Jihad yang kemudian menyulut semangat perjuangan rakyat pada 10 November 1945 di Surabaya.

Mengutip dari laman insists.id, dituliskan bahwa menurut catatan Direktur Museum NU Achmad Muhibbin Zuhri (2012), terdapat dua naskah Resolusi Jihad. Pertama, naskah “Resolusi Djihad fi Sabilillah, salinannya dikoleksi oleh Museum NU. Naskah tersebut berisi pandangan-pandangan dan pertimbangan yang berkembang pada rapat besar wakil-wakil daerah (konsul 2: Jawa-Madura) pada tanggal 21-22 Oktober 1945. Kedua, naskah “Resoloesi Moe’tamar Nahdlatoel Oelama’ ke-XVI” di Purwokerto tanggal 26-29 Maret 1946.

Ada tiga poin penting dalam kedua naskah Resolusi Jihad itu. Pertama, Hukum membela negara dan melawan penjajah adalah fardlu ‘ain bagi setiap mukallaf yang berada dalam radius masafat al-safar; kedua, perang melawan penjajah adalah jihad fi sabilillah, dan oleh karena itu umat Islam yang mati dalam peperangan itu adalah syahid; ketiga, mereka yang mengkhianati perjuangan umat Islam dengan memecah-belah persatuan dan menjadi kaki tangan penjajah, wajib hukumnya dibunuh.

Perlu diketahui, bahwa sebelum Resolusi Jihad ini keluar, ada “fatwa jihad” yang dikeluarkan sebelumnya oleh Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari. Fatwa dimaksud disampaikan pada pertemuan terbatas para ulama di Pesantren Tebuireng pada tanggal 14 September 1945. Poin-poin dari fatwa ini sama dengan poin-poin dalam Resolusi Jihad.

Fatwa jihad yang kemudian dirumuskan secara tertulis dalam Resolusi Jihad tersebut keluar diawali dengan kegalauan Presiden Soekarno demi menghadapi kedatangan enam ribu tentara Inggris di bawah komando Brigadir Jenderal Mallaby, Panglima Brigade ke-49 (India) yang akan segera tiba di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Dan bahkan penjajah Belanda dengan tentara NICA-nya (Netherlands Indies Civil Administration) yang sudah terusir pun ikut membonceng tentara Sekutu tersebut. Kedatangan pasukan Sekutu dan Belanda tersebut hendak merongrong kemerdekaan Indonesia.

Umat Islam sebagai kekuatan terbesar di negeri ini, tentu saja menjadi senjata untuk melawan penjajah. Di bawah komando para ulama, mereka menyambut seruan jihad tersebut. Luar biasa.

Di masa lalu dan di berbagai negeri Islam, kaum muslimin adalah umat yang cinta perjuangan dan tunduk patuh pada ulama. Sebab, ulama adalah pewaris nabi. Jadi, nggak main-main dalam soal hormat dan takzim kepada para ulama. Jadi, memang dibutuhkan ulama pejuang untuk membawa kemaslahatan bagi umat dan negeri kaum muslimin. Termasuk saat ini di Gaza, Palestina.

Ya, di Gaza, Palestina. Akhir-akhir ini pasti kamu baca dong berita di media massa maupun media sosial tentang para pejuang Hamas yang tergabung dalam Brigade al-Qassam. Nama al-Qassam sendiri disebut diambil dari seorang ulama Palestina bernama Izuddin al-Qassam. Beliau adalah sosok yang mengorganisir perlawanan terhadap zionisme dan penjajahan Inggris serta Prancis di wilayah Mediterania Timur.

Oya, Hamas merupakan singkatan dari Harakat al-Muqawama al-Islamiya (Gerakan Perlawanan Islam). Kelompok ini didirikan oleh Syaikh Ahmad Yassin, seorang ulama Palestina yang menjadi aktivis di cabang-cabang lokal Ikhwanul Muslimin, setelah mengabdikan awal hidupnya untuk ilmu pengetahuan Islam di Kairo. Mulai akhir tahun 1960-an, Syaikh Ahmad Yassin memberikan khutbah dan melakukan kegiatan sosial di Tepi Barat dan Gaza, yang keduanya diduduki oleh Israel setelah Perang Enam Hari pada 1967. Syaikh Ahmad Yassin mendirikan Hamas sebagai sayap politik Ikhwanul Muslimin di Gaza pada Desember 1987, setelah pecahnya intifada pertama, sebuah perlawanan Palestina terhadap pendudukan Israel di Tepi Barat, Gaza, dan Yerusalem Timur. Tuh, berarti dikomandani para ulama juga, kan.

Terkait anggota Brigade al-Qassam, sayap militernya Hamas, bukan kaleng-kaleng, bukan sekadar semangat mau berjuang lalu ikut gabung dan siap tempur. Nggak gitu aturannya. Sekadar tahu aja, syarat menjadi anggota Brigade al-Qassam itu cukup berat (malah berat bagi sebagian besar orang). Apa aja sih syaratnya?

Dikutip dari laman eramuslim.com, pihak Hamas sangat ketat dalam melakukan seleksi dan menerapkan syarat-syarat dan kriteria yang harus dipenuhi pada saat awal pendaftaran, di antaranya: 1) Mendapat izin dari ibu bapak untuk Syahid; 2) Mendapat izin dari ketua masjid di tempat tinggalnya dengan pengesahan individu itu tidak meninggalkan sholat subuh berjamaah minimal selama tiga bulan terakhir berturut-turut; 3) Tidak melakukan maksiat dan tidak merokok; 4) Wajib mempelajari tafsir al-Quran; 5) Wajib membaca al-Quran satu juz sehari dan wajib hafal al-Quran 30 juz atau paling minimal 15 juz; 6) Wajib menghafal 40 hadis Arbain (Imam Nawawi); 7) Selalu mengerjakan puasa sunah dan rutin melakukan shalat tahajud; 8) Memiliki daya pikir dan kecerdasan tinggi; 9) Sering menghadiri majelis pengajian ilmu; 10) Rutin mengamalkan zikir harian.

Itulah di antara 10 persyaratan yang harus dipenuhi saat pendaftarannya. Keren banget, kan? Duh, kita mah apa atuh, ya? Masih takut-takut, ibadah sebisanya semampunya. Jadi malu.

Oya, meskipun kriteria tersebut tak ada satu pun pada diri kita, jangan pesimis atau minder. Lahan perjuangan kita bisa di tempat lain. Di saat ini, adalah kita bisa memberikan semangat kepada para pejuang dan rakyat Palestina serta kaum muslimin di sini melalui tulisan atau share video perjuangan mereka melalui akun media sosial kita, tunjukkan dukungan kita kepada saudara kita yang tengah berjuang, kirimkan dana semampunya, titipkan melalui lembaga terpercaya, jangan lupakan doa untuk kemenangan mereka. Doa, bagi kita, kaum mukminin adalah senjata. Mohon kepada Allah agar memenangkan perjuangan kaum muslimin di sana. Semoga hisab kita diringankan atas dukungan kita, keberpihakan kita kepada saudara seiman di Gaza, Palestina.

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Cintailah Allah Ta’ala, Rasul-Nya, Islam, dan kaum Muslimin. Perjuangan kita untuk membela agama ini, kebenaran ini adalah bagian dari wujud cinta kepada Allah Ta’ala, Rasul-Nya, Islam, dan kaum Muslimin. Semoga kita, menjadi pejuang kebenaran yang paling hebat dalam mencintai Islam. Seperti ketika Khalid bin Walid yang lantang menjawab tantangan panglima perang Romawi: “Aku akan kirimkan pasukan yang mencintai kematian sebagaimana pasukan kalian yang mencintai hidup”.

Siap menjadi DNA mujahid? Insya Allah. Yuk, kuatkan akidah, adab (akhlak), takwa, ilmu, ibadah, mental, dan amal shalihnya. Persiapkan dari sekarang. Semoga Allah Ta’ala memudahkan. [O. Solihin | IG @osolihin]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *