Monday, 4 November 2024, 21:43

Jutaan karya ulama masih terabaikan. Padahal, itu sumbangan penting menuju kembalinya kejayaan Islam. Anehnya lagi, malah tersimpan di perpustakan Barat. Bagaimana bisa terjadi? [Ketiga-Habis]

Kita Tak Peduli, Mereka Memburunya

Hidayatullah.com–Ketika umat Islam tak peduli manuskrip, para orientalis dan ilmuwan Barat malah memburunya. Dan nyatanya, mereka memetik manfaat yang besar dari karya para ulama itu.

Para ilmuwan Rusia misalnya, mereka serius mengkaji manuskrip para ulama yang berhubungan dengan ilmu astronomi, yang disimpan di Perpustakaan Petersburg.

Salah satu manuskrip yang mereka kaji adalah al Madhal ila Shina’ah Ahkam an Nujum, karya Kusyar bin Lubban, salah satu ulama Persia. Kitab ini? ditulis pada tahun 1130 Masehi.

Perpustakaan Petersburg, memang? menjadi pusat rujukan banyak orientalis. Mereka dengan bergairah mengkaji karya-karya ulama yang tersimpan di situ,? terlepas tujuan mereka mengkaji. Mestinya, umat Islam sebagai penerus ilmu para ulama, lebih giat dari mereka.

Tidak hanya mengkaji dan mengambil pengetahuan, lebih dari itu,? mereka bisa menikmati karya-karya ulama tersebut. Simak perkataan Dr. Olga Frolova, seorang profesor dalam bidang kajian Islam dan kebudayaan Arab.? “Karena saya tidak menikah dan tidak memiliki keluarga, maka hidup saya tidak bisa lepas dari manuskrip. Saya merasa seperti bercakap-cakap dengan para ulama yang hidup pada zaman dahulu. Saya seperti mendengar langsung perkataan ganerasi lampau itu. Ini kenikmatan yang saya rasakan dan mungkin ini kesuksesan bagi saya, karena saya bisa berkomunikasi dengan para cendekiawan yang hidup di masa lalu.”

Mereka juga amat menyadari posisi penting manuskrip, hingga tidak melepaskan begitu saja, apalagi dikembalikan kepada umat Islam. Dr Mikhail Abiyatrovsky, Ketua Institute of Orientalism Rusia mengatakan, “Saya yakin, keberadaan manuskrip Arab di perpustakaan- perpustakaan Rusia amat penting, karena Barat perlu memahami pentingnya peradaban Arab.? Karena itu, harus ada sekelompok orang yang mengkaji manuskrip hingga semua bisa mengetahui secara sempurna peradaban Arab. Dan hanya dengan mansukrip, kita memperoleh informasi yang valid, karena benda itu adalah rujukan awal. Dengan begitu, dialog antar peradaban bisa tercipta. Inilah salah satu tujuan studi orientalisme.”

Para orientalis juga amat gigih dalam “menjaga” manuskrip Islam. Dr Mikhail menyeru kepada semua pakar agar memperhatikan kelestarian manuskrip, termasuk para pakar kimia. Mereka bisa memberi sumbangan tentang cara menjaga manuskrip agar tetap lestari.

Orientalis asal Rusia ini juga mengatakan, banyak pihak memiliki perhatian khusus terhadap manuskrip, tapi mereka gagal menjaga manuskrip dari kerusakan, pencurian dan jangkauan tangan-tangan mafia. Bagaimana ribuan manuskrip Islam itu bisa pindah ke tangan Rusia? Sayangnya, Mikhail tidak menjelaskan.

Walau para orientalis itu akrab dengan manuskrip, belum tentu mereka jujur dan benar dalam menyampaikan sebuah informasi yang diambil dari manuskrip tersebut. Dr Musthafa as Siba’i dalam bukunya berjudul as Sunah wa Makanatuha fi al Islam (Sunnah dan Kedudukannya dalam Islam) menjelaskan beberapa contoh tentang usaha para orientalis untuk menyerang bangunan keilmuan Islam. Salah satu di antaranya, usaha seorang oriantalis yang bernama Yousef Chekt. Orientalis yang satu ini mencoba menjatuhkan kredibilitas Ibnu Al Mubarak, dengan menyebutkan bahwa Imam Muslim men-jarh (mencela) beliau dalam muqadimah Shahih Muslim. Padahal justru sebaliknya, Imam Muslim men-tsiqahkan beliau. Tulisan Imam Muslim yang berbunyi “tsiqqah” diganti dengan “baqiyyah“.

Hal yang sama dilakukan oleh Goldzier, yang mengatakan bahwa seorang periwayat Hadits yang bernama Ziyad bin Abdullah Al Bukai sebagai seorang pendusta menurut Al Waqi’. Akibatnya, Hadits yang diriwayatkan beliau tertolak. Padahal sebaliknya, dalam Tarikh Al Kabir, milik Imam Bukari, Al Waqi’ mengatakan, “Dia (Ziyad) jauh dari perbuatan dusta.”

Walhasil, jika kaum orientalis dengan gigih mengkaji karya para ulama kita, mestinya kita lebih gigih dari mereka. Kalau kita tak peduli dan membiarkan Barat menguasainya, bagaimana kita bisa mentrasfer peradaban Islam terdahulu ke zaman kini? Dan kalau mereka memberikan sebuah informasi yang dinisbatkan kepada karya seorang ulama, padahal informasi itu tidak benar, bagaimana kita bisa menunjukkan bukti, jika tulisan tangan para ulama berada di tangan mereka? Wallahu’alam bi as shawab. [Thoriq/diambil dari Majalah Suara Hidayatullah edisi April 2008/www.hidayatullah.com]

1 thought on “Manuskrip Islam dalam “Genggaman” Barat [3]

Comments are closed.