Wednesday, 9 October 2024, 01:17
mencintainabi

gaulislam edisi 831/tahun ke-16 (10 Rabiul Awal 1445 H/ 25 September 2023)

Udah di bulan Rabiul Awal aja, nih. Rasanya baru saja Muharram kita lalui, terus Shafar dijalani yang kemudian menyusul meninggalkan kita. Nah, biasanya di bulan Rabiul Awal semarak dengan peringatan Maulid Nabi. Terlepas dari pro dan kontra soal hukum merayakannya, tetapi yang terpenting adalah semangat kaum muslimin dalam mencintai Nabi, yakni Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Masih ada rasa cinta, alhamudulillah. Bersyukurlah. Tentu, lebih keren lagi jika kita meneladan alias mencontoh apa yang ada pada diri beliau. Kita praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Intinya, kalo kita cinta kepada Nabi, kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, berarti kudu siap untuk mengambil teladan dari beliau, siap mengikuti jejaknya, siap diatur dengan apa yang dicontohkan beliau. Taat kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, yakni taat kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Begitu seharusnya jika memang cinta kepada beliau. Mengadakan peringatan Maulid Nabi setiap tahun, silakan saja selama tidak menganggap sebagai kewajiban. Ambil ibrahnya dari kehidupan beliau yang sering disampaikan para mubaligh di acara tersebut. Bagaimana cara nabi shalat, cara nabi mencintai keluarganya, mencintai para sahabatnya, dan mencintai umatnya. Layaknya orang yang mencintai, maka kita akan senantiasa mengingatnya, mengikuti apa yang dimintanya, mencontoh apa yang dilakukannya. Begitu seharusnya.

So, itu sebabnya, kalo ada anak muda yang ngaku cinta kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tetapi lisannya kasar, sering menghina kawannya, lidahnya tajam dalam mencela kawannya (atau bahkan kepada orang tuanya), gaul bebas (baca: pacaran) dengan lawan jenis yang bukan mahram, hobi berbohong, maka yang demikian itu nggak nyambung. Gimana nggak, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam nggak nyontohin keburukan. Terus, coba introspeksi diri deh, kalo kita cinta kepada beliau, tetapi mengapa malah melakukan apa yang beliau larang? Mikir, deh!

Oya, bukan sekadar ikut heboh merayakan Maulid Nabi, tetapi dalam keseharian justru membangkang sama Nabi. Kok bisa? Contoh, buat kamu yang cewek, kalo benar cinta kepada nabi, ya tutuplah auratmu kalo ke keluar rumah. Tutup auratmu sebagaimana ketika kamu shalat. Jangan sampe usai shalat, malah enteng aja menampilkan rambutmu. Padahal itu bagian dari auratmu.

 

Cinta Nabi? Ikuti perintahnya, dong!

Sobat gaulislam, pantes nggak sih kalo kita menolak perintah untuk melakukan kebaikan dari ortu? Kalo kita menolak perintah tersebut dari ortu berarti kita telah melawannya. Misalnya aja, kita diminta untuk shalat, eh kita malah ngamuk-ngamuk nggak mau. Sebenarnya hal itu bukan cuma menolak perintah ortu, tapi sekaligus menolak perintah Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Ati-ati ya, Bro dan Sis!

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah membawa risalah Allah Ta’ala ini untuk umat manusia. Penuh cinta beliau sampaikan untuk umat manusia di seluruh dunia ini. Seperangkat aturan dari Allah Ta’ala beliau sampaikan, baik melalui al-Quran maupun hadits. Harapannya, agar seluruh umat manusia sadar dengan status dirinya sebagai hamba Allah Ta’ala.

Keberadaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam harus kita akui sebagai manusia pilihan Allah Ta’ala untuk menyampaikan risalah Islam yang agung ini. Itu artinya, kalo kita menolak keberadaan beliau, berarti kita udah menolak juga keberadaan Allah Ta’ala. Ih, jangan sampe deh kamu punya pikiran kayak gitu.

Oya, kamu percaya nggak sama kepala sekolah di sekolahmu? Kemungkinan besar pasti pada bilang percaya. Percaya kepada kepala sekolah bukan cuma kepada keberadaannya sebagai penanggung jawab pendidikan di sekolahnya, tapi juga sekaligus percaya kepada keputusannya, percaya kepada peraturannya, dan juga percaya kepada orang-orang yang menjadi kepercayaan kepala sekolah dalam menyampaikan sosialisasi dari aturan yang ditetapkan kepala sekolah. Betul apa benar?

Itu sebabnya nih, kalo kita cuma percaya kepada kepala sekolah, sementara aturannya nggak kita akui dan orang-orang yang diberi wewenang untuk menyampaikan peraturan sekolah sama sekali tak kita percayai, itu sama aja kita nggak percaya sama kepala sekolah.

Nah, begitu pula dengan keberadaan Allah Ta’ala dan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kita percaya kepada Allah Ta’ala tentu udah satu paket bahwa bukan cuma percaya kepada keberadaan-Nya saja, tetapi juga wajib percaya kepada aturan-Nya, dan juga percaya kepada orang-orang pilihan-Nya, yakni para Nabi dan Rasul.

Jadi, kalo untuk kita, kaum Muslimin, berarti kita wajib percaya dengan kerasulan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. karena beliau adalah utusan Allah Ta’ala yang terakhir untuk umat manusia. Itu artinya, kalo kita ngakui sepenuh hati bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah utusan Allah Ta’ala, maka semua aturannya, baik yang bersifat perintah maupaun larangan harus kita ketahui. Kalo perintah (bisa wajib dan bisa sunnah), kita harus berusaha untuk melaksanakannya. Terutama yang wajib. Begitu pun dengan larangan dari beliau (baik yang haram ataupun makruh), kita harus berusaha untuk menghindarinya.

Mengapa begitu? Sebab, seruan Allah Ta’ala kepada Rasul-Nya adalah seruan juga bagi umatnya. Tentu, dengan beberapa ketentuan yang mengikat dan diberi catatan khusus. Para ulama kemudian memberikan batasan dengan kaidah fiqh: “Seruan bagi Rasulullah adalah seruan juga bagi umatnya, kecuali ada dalil yang mengkhususkannya”. Misalnya, seruan berupa perintah menikah, kalo untuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam boleh menikahi wanita lebih dari empat, sementara kita umatnya, kalo sangat mampu sekali pun, tetap dibatasi hanya boleh empat wanita saja. Ini satu contoh, masih banyak contoh lainnya seperti shalat tahajjud bagi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tuh wajib. Bagi kita umatnya, hanya sunnah saja dihukuminya.

Selain itu, kita juga kudu nyadar bahwa apa yang dibawa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tuh hakikatnya berasal dari Allah Ta’ala. Firman-Nya (yang artinya): “kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru, dan tiadalah yang diucapkannya itu (al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya),” (QS an-Najm [53]: 2-4)

Dalam ayat lain, Allah Ta’ala menjelaskan firman-Nya (yang artinya): “Apa yang diberikan (perintahkan) Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukumanNya.”  (QS al-Hasyr [59]: 7)

Bro en Sis, dengan dua ayat ini rasa-rasanya kita pantas takut kalo sampe ngelanggar perintah dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebab, hakikatnya adalah perintah dari Allah Ta’ala. Maka, biar kita nggak salah jalan dalam hidup ini, selain mempelajari al-Quran, juga kudu gaul ama hadis-hadis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bukan apa-apa, karena adakalanya penjelasan Allah Ta’ala nggak kita temukan dengan mudah di al-Quran, tetapi bisa jadi kita dapatkan di hadis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Contohnya adalah perintah shalat, di al-Quran emang ada perintah shalat (baik yang wajib lima waktu maupun shalat sunnah seperti tahajjud), tetapi perintah itu nggak dijelaskan dengan detil tata caranya. Namun dalam hadist, seperti yang diriwayatkan dari Malik bin Al-Huwairits radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Shalatlah kalian (dengan cara) sebagaimana kalian melihatku shalat.” (HR Bukhari, no. 628)

Nah, kalo pengen lebih detil lagi tentang bagaimana cara takbir, cara rukuk, cara sujud, bacaannya, waktunya, dan sejenisnya kita bisa cari di buku-buku fikih. Para ulama udah ngasih kemudahan kita lewat ijtihad yang dilakukannya ketika memahami dalil syara’ dari al-Quran dan as-Sunnah ini. Ini baru perintah shalat, lho. Masih banyak perintah lainnya dari Rasululullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

So, kalo sampe kita nggak ngeh atau malah dengan terang-terangan menolak berarti kita melawannya. Ih, naudzubillahi min dzalik. Itu artinya, nggak usah ngaku-ngaku bilang cinta kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kalo aturannya nggak kita perhatikan. Perintahnya nggak kita ikuti, malah sebaliknya larangan beliau yang kita kerjakan. Waduh, nggak banget deh! Semoga kita jadi orang yang taat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tentu juga kepada Allah Ta’ala.

Sobat gaulislam, intinya kita perlu memahami bagaimana mengikuti Rasul dalam melakukan aktivitas kesehariannya; seperti memperlakukan pekerjanya, istri-istrinya, para sahabatnya, termasuk memimpin negara dalam berbagai urusan; politik, ekonomi, sosial, budaya, pengadilan, hukum, dan pemerintahan. Dan, kita pun insya Allah bisa menjadikan beliau sebagai teladan dalam aktivitas keseharian kita. Siap kan? Insya Allah bisa deh.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Ali Imran [3]: 31)

Tuh, jika kita benar-benar mencintai Allah Ta’ala, berarti kita kudu mengikuti apa yang disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Artinya juga, kalo kita emang mencintai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seharusnya udah pasti juga kudu menjadikan beliau sebagai teladan dalam kehidupan kita. Itu sebabnya, jangan bilang cinta kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam  kalo dalam kenyataannya kita nggak pernah menjadikan beliau sebagai teladan bagi kehidupan kita. Iya kan? Semoga kita tetap mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menjadikan beliau sebagai teladan kita. Bisa kok. [O. Solihin | IG @osolihin]