Friday, 29 March 2024, 07:54

gaulislam edisi 681/tahun ke-14 (23 Rabiul Awwal 1442 H/ 9 November 2020)

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Pekan ini kita ngobrolin yang ringan-ringan aja kali ya. Udah gitu, yang biasanya disuka remaja seumuran kamu. Hehehe… pastinya sih begitu.

Sebenarnya ada banyak tema yang bisa digarap pekan ini, misalnya tentang momen hari Pahlawan. Eh, ini sering dibahas. Hampir tiap tahun. Meski tentu saja beda-beda sisi yang dibahasnya.

Tema seputar rencana kepulangan HRS (Habib Rizieq Shihab) ke tanah air sebenarnya menarik, ada juga soal penandatanganan Omnibus Law oleh presiden yang dilakukan menjelang Subuh pula. Diam-diam kali, ya. Nggak tahu deh, dibaca apa nggak, kan tebel banget. Biasanya sih, langsung tanda tangan aja lah. Kelar.

Tema yang nggak kalah seru untuk diulas yakni tentang kalahnya Donald Trump dari Joe Biden di pilpres Amerika Serikat. Mantan presiden ke-45 Amerika ini harus gigit jari dan memenya bernada “nyukurin” bertebaran di media sosial.

Namun, dari ketiga tema itu, belum ada yang pas dari diulas dari sudut pandang remaja. Saya masih mencari poin pentingnya apa. Perlu waktu. Nah, jadi yang pas saat ini, dan kebetulan kita perlu rileks juga setelah beberapa edisi rasanya kok berat gitu ya. Maka, hadirlah edisi pergaulan remaja, yakni pacaran.

Hadeuuh… ini tema “abadi” buat kalangan remaja. Sebab, memang selalu hadir dalam kehidupan kesehariannya. Film-film dan cerita fiksi bertebaran tak pernah henti. Jadi, mau dialihkan ke hal lain, remaja selalu punya waktu untuk rebahan membahas pacaran dan lika-likunya. Kadang menyenangkan, bisa juga kekecewaan. Nah, kali ini kita akan bahas bahwa ternyata ada remaja yang masih dilema. Pendek kata, udah putus tapi masih berlanjut terus. Kok bisa?

Ya, maksudnya pacarannya sih udah putus, tapi kenangannya terus berlanjut. Pacar sih udah nggak punya, tetapi kok masih ingat masa pacaran. Masih mengenang dia semasa pacaran. Ada suka ada duka. Ujungnya pengen ngulang lagi masa-masa pacaran. Halah, lebay amat sih. Namun, itulah yang terjadi faktanya. Ada yang begitu. Berarti itu sih susah move on dong, ya. Begitulah.

Ketika move on gagal terus

“Kamu yang jahat atau aku yang terlalu bodoh? Mempertahankan orang yang disayang, tapi dia malah mengecewakan.” Hmm.. masih teringat kenangan menyakitkan model begini yang bikin kamu gagal move on? Sudahlah, akhiri aja semuanya. Buang kenangan menyakitkan. Jangan mencoba mengulangnya kembali. Sebab, itu sama saja dengan kamu membuka luka lama, dan menggaraminya. Pedih dan perih, sobat! Apalagi sudah tahu bahwa kamu dibikin kecewa sama mantanmu. Jangan malah cengeng di hadapannya. Itu bakal membuat dia merasa dibutuhkan sama kamu. Dia akan merasa bahwa kamu gagal move on setelah putus dengannya. Idih, malu banget kan? Di mana pula kehormatanmu?

Mengingat masa lalu yang bikin kamu sakit hati, sebenarnya bagian dari dilema dalam hidupmu. Jika kamu terus mengingatnya, itu sama dengan menceburkan dirimu pada masa lalumu. Kamu jadi nggak berani menatap masa depan. Nggak percaya dengan perubahan. Kamu terus terbenam dalam lumpur masa lalu tanpa berbuat sedikit pun untuk keluar dari kondisi tersebut. Itu artinya, kamu akan menolak semua ajakan orang lain agar meninggalkan masa lalumu untuk meraih masa depanmu. Padahal, semua bisa diakhiri dan kamu bisa melakukannya. Namun kesempatan itu tidak kamu manfaatkan. Lalu, apa artinya semua ini? Kamu tahu bahwa kamu sedang sakit, tetapi tak mau berobat dan mencari obatnya. Apakah ini pernah kamu pikirkan? Jika terus larut dalam masa lalumu, maka dipastikan kamu bakalan gagal move on selamanya.

Ini bukan menakut-nakuti, tetapi sesuai fakta, kondisi macam begini adalah kondisi dimana kamu akan sulit menghadapi kenyataan hidup. Orang lain sudah berlari sejauh 1 kilometer, sementara kamu masih diam terpaku di tempatmu. Ya, pasti tertinggal jauh. Dalam diammu, kamu malah asik membayangkan masa lalumu yang tak mungkin kembali tapi masih berharap bisa kamu raih untuk bersama menuju masa depan. Itu sesuatu hil yang mustahal. Why? Karena kamu sudah merasa dikecewakan oleh mantanmu, namun berharap dia kembali kepadamu. Selain dia yang jahat, kamu juga bisa dikatakan bodoh. Iya, kan? Maaf lho, ini bukan nuduh dan agak kasar plus galak bahasanya. Sebab, banyak kondisi yang sering anomali yang pernah kita hadapi. Buktinya, banyak yang sudah tahu dizalimi, tetapi masih juga mencintainya. Apa itu wajar? (Eh, kok jadi inget rakyat negeri ini, dizalimi penguasanya, tetapi masih belum mau melawan).

Jangan sampe pula kamu nulis status di story instagram, misalnya dengan kalimat seperti ini, “Aku memang belum sempat membuat kamu bahagia, tapi cara kamu meninggalkan aku begitu saja membuat hidupku terasa hancur.” Jiaaah… lagi-lagi kamu baper, sih. Emang sih hal itu bikin nyesek dan galau. Namun apakah nyesek nggak ilang-ilang dan galaunya keterusan bisa dianggap wajar? Kalo kamu sesak nafas dan sulit sembuh, harusnya kan segera ke dokter atau nyari obat demi kesembuhan kamu. Bukan malah menikmati. Sudah tahu sakit hati sama mantanmu, tetapi malah kamu nikmati juga kenangan pahit dan perih itu.

Udah deh, yang model begini sudah bisa dipastikan bakalan gagal move on selamanya. Bukan memvonis, tetapi apa mau dikata. Kan sudah dibilangin kalo hal itu salah, tetapi kenapa kamu tetap melakukannya? Sudah tahu maen api itu bisa kebakar, tetapi kamu tetap melakukannya. Nasihat orang lain nggak kamu dengar, malah sebaliknya kamu nyinyirin. Itu namanya nggak tahu diri. Jleb, lagi deh. Nggak apa-apa, sekali-kali baca tulisan saya yang isinya agak ‘marah-marah’ begini. Hehehe…

Sobat gaulislam, gagal move on selain disebabkan karena faktor ekternal, ada juga fakor internal. Faktor eksternal adalah kondisi di sekitarmu yang sulit mendukung kamu untuk bangkit. Misalnya, nggak ada yang mau menasihati kamu. Nggak ada juga yang peduli sama kamu. Padahal, kamu sedang membutuhkan nasihat dan perhatian agar kamu bisa jalani kehidupan ini dengan lebih baik. Coba dipikir-pikir lagi, apakah kondisi eksternal kamu itu udah bikin kamu jadi terhambat untuk move on, atau justru sebenarnya mendukung kamu untuk bisa move on, hanya saja kamu yang nggak menerima nasihat mereka?

Kalo kondisi kedua yang dominan, berarti faktor internal kamu yang nggak beres. Lebih parah lagi adalah jika kondisi eksternal nggak mendukung kamu, dan kamu betah terbenam dalam jebakan bayang-bayang masa lalumu. Sudah itu mah, gabungan sempurna untuk gagal move on. Gawat!

Instrospeksi, deh!

Ya, sebaiknya kamu introspeksi, mengapa tak bisa juga untuk move on dari kondisi seperti ini. Mantanmu bisa jadi sudah meninggalkan kenangan bersamamu, tetapi kamu masih berharap banyak kepada mantanmu, atau setidaknya masih mengenang masa lalu bersama mantanmu walau menyakitkan. Perasaan kadang sulit dimengerti, tetapi lebih tidak bisa dimengerti lagi jika terus menerus kamu baper. Ayolah, jangan memberi ruang terlalu banyak kepada perasaanmu, apalagi yang nggak dilandasi keimanan dan akal sehat. Sebab, bisa saja kamu menganggap hal itu baik, padahal sejatinya adalah keburukan. Bisa jadi kamu merasa menjadi korban, padahal kamu sendiri sedang mengorbankan dirimu untuk sesuatu yang tak ada artinya. Cobalah berpikir realistis dan lebih bijaksana, sobat.  

Kita bisa saja kecewa, tetapi kita tak perlu terus kecewa. Hidup terlalu berharga jika hanya mengikuti perasaan dan hawa nafsu belaka. Isilah hidup dengan banyak kebaikan. Amal shalih kita mungkin belum banyak dan belum berkualitas. Itu sebabnya, daripada gagal move on terus dalam urusan dengan mantanmu, ada baiknya kamu segera berkemas untuk memperbaiki hidupmu. Biarlah, masa lalu sudah lewat. Jangan diulang dengan maksiat. Benahi hari ini dan esok dengan banyak taat.

Imam Ibnu Rajab al-Hambali rahimahullah menukil sebuah kisah yang menarik untuk kita jadikan renungan; dari imam besar ahlus sunnah dari kalangan atbaa’ut taabi’iin, Fudhail bin ‘Iyaadh rahimahullah, ketika beliau menasihati seseorang lelaki, beliau berkata kepada lelaki itu: “Berapa tahun usiamu (sekarang)?”

Lelaki itu menjawab: Enam puluh tahun. Fudhail berkata: “(Berarti) sejak enam puluh tahun (yang lalu) kamu menempuh perjalanan menuju Allah dan (mungkin saja) kamu hampir sampai”.

Lelaki itu menjawab: Sesungguhnya kita ini milik Allah dan akan kembali kepada-Nya. Maka Fudhail berkata: “Apakah kamu paham arti ucapanmu? Kamu berkata: Aku (hamba) milik Allah dan akan kembali kepada-Nya, barangsiapa yang menyadari bahwa dia adalah hamba milik Allah dan akan kembali kepada-Nya, maka hendaknya dia mengetahui bahwa dia akan berdiri (di hadapan-Nya pada hari kiamat nanti), dan barangsiapa yang mengetahui bahwa dia akan berdiri (di hadapan-Nya) maka hendaknya dia mengetahui bahwa dia akan dimintai pertanggungjawaban (atas perbuatannya selama di dunia), dan barangsiapa yang mengetahui bahwa dia akan dimintai pertanggungjawaban (atas perbuatannya) maka hendaknya dia mempersiapkan jawabannya”.

Maka lelaki itu bertanya: “(Kalau demikian) bagaimana caranya (untuk menyelamatkan diri ketika itu)?”. Fudhail menjawab: “(Caranya) mudah”. Lelaki itu bertanya lagi: “Apa itu?”. Fudhail berkata: “Engkau berbuat kebaikan (amal shaleh) pada sisa umurmu (yang masih ada), maka Allah akan mengampuni (dosa-dosamu) di masa lalu, karena jika kamu (tetap) berbuat buruk pada sisa umurmu (yang masih ada), kamu akan di siksa (pada hari kiamat) karena (dosa-dosamu) di masa lalu dan (dosa-dosamu) pada sisa umurmu”. (rumaysho.com)

Yuk, mulai belajar walau berat. Mulai melupakan walau sulit. Mulai memahami bahwa kekecewaan adalah bagian dari ujian agar kamu berani untuk menjadi kuat menghadapinya, karena hidup tak selamanya terus bahagia. Mulai untuk memberikan penghargaan terhadap waktu dan potensi yang kamu miliki sebagai manusia. Jangan munculkan kelemahanmu, tetapi berikan ruang yang lebih besar untuk menunjukkan kekuatan yang kamu miliki.

Maka, ketika gagal move on dalam jangka waktu yang lama, itu artinya kamu seharusnya mulai menyadari kerugian dari aktivitas tersebut dan menghitung berapa manfaat dan kesempatan yang sudah kamu lewatkan, padahal itu tak mungkin datang untuk kedua kalinya. Jika setiap hari modal yang kamu gunakan terus berkurang, sementara laba tak juga didapat, maka kerugian sudah terbayang di depan mata. Waktu yang kita miliki dan tenaga yang kita punya serta potensi kehidupan terbaik kita berupa akal adalah modal kita dalam menjalani kehidupan ini.

Jika waktu dan tenaga terbuang percuma disebabkan kamu sulit melupakan mantanmu, maka akal akan menjadi korban kesekian yang kamu miliki. Bagaimana bisa? Iya, sebab seharusnya akal menjadi pengendali pada kondisi seperti ini. Tetapi yang terjadi, malah akal ditumpulkan dan semua modal itu habis tak bersisa. Bukankah itu kerugian besar?

Sobat gaulislam, yuk mulai sadar diri. Hentikan dilema yang tak perlu. Saatnya bangkit. Udah nggak asik lagi baper berkelanjutan. Apalagi sekadar inget sama mantanmu. Putus, ya udahan. Jangan coba dilanjut terus. Bahaya! [O. Solihin | IG @osolihin]