Friday, 19 April 2024, 17:54

Pascatragedi WTC, penyakit islamophobia alias ketakutan bin kebencian terhadap Islam dan kaum Muslimin merajalela di belahan penjuru dunia. Wabah ini terutama menjangkiti masyarakat nonmuslim yang hidup di Eropa.

Nggak sedikit di antara mereka yang agak parno bin paranoid kalo ngeliat atau ketemu orang Arab yang berjenggot dan pake sorban. Udah gitu ngomongnya pake bahasa Arab yang pasti asing kedengerannya di kuping orang bule. Wah, udah deh, pikiran mereka langsung melayang pada tokoh teroris yang sering digambarkan sebagai orang-orang Arab/Muslim dalam film-film Hollywood. Padahal orang Arab itu lagi asyik ngomongin kekalahan AC Milan dari Liverpool di final Piala Champions kemaren. Hehehe… (makanya jangan keburu sewot)

Salah satu gejala islamophobia di AS terungkap dalam sebuah jajak pendapat yang dilakukan oleh Hamilton College dan Zogby Internasional. Polling itu menunjukkan ucapan-ucapan yang sering dilontarkan kepada kaum Muslim AS, antara lain: “Kamu adalah setan�, “Agama Babi�, “Kamu melakukan serangan terotis, dll. Pelecehan lain yang sering dilakukan adalah meludah dan membuka kerudung wanita muslim. (www.khilafah.com, 24/6/2003).

Masih belon cukup, Council on America Islamic Relations (CAIR), salah satu organisasi Islam terbesar di Amerika menyebutkan telah terjadinya 959 kasus pelanggaran HAM atas kaum Muslim di AS. Seluruh kasus tersebut telah dilaporkan CAIR setelah peristiwa serangan WTC 11 September 2001. (www.eramuslim.com, 22/03/2003)

Saking santernya wabah islamophobia ini di Eropa, organisasi dunia sekaliber PBB sampe kudu ngadain seminar pada tanggal 24/12/04 yang menyangkut keprihatinan akan merebaknya gejala rasial ini. Menurut direktur Institut Ketelitian Publik AS, media AS dan iklim politis negara bahkan secara tegas-tegas membela Kristen. (www.hidayatullah.com, 29/12/04)

Gejala islamophobia di kalangan nonmuslim kian menghebat dengan hadirnya ide pluralisme inklusif di tengah-tengah mereka. Ide yang menyatakan semua agama memiliki tujuan dan kebenaran yang sama ini berujung pada kesimpulan nggak boleh ada satu agama pun yang merasa benar. Apalagi sampe menjadi agama negara. Mereka pikir, itu bakal jadi sumbu yang memicu perseteruan antar agama. Makanya mereka benci banget ama orang Muslim yang pengen ngediriin Negara Islam. Mungkin merasa dirinya bakal terancam.

Rasa benci atau suka emang nggak bisa dipaksain. Tapi kayaknya nggak fair dong kalo rasa benci itu nggak jelas alasannya. Apalagi sampe berakibat pada diskriminasi pihak laen. Apa sih yang ditakutkan atau dibenci dari Islam? Apa bener aturan Islam yang diterapkan oleh negara bakal bikin orang nonmuslim jadi masyarakat kelas dua yang berstatus objek penderita? Atau itu cuma stempel buruk yang diopinikan para pengecut yang memusuhi Islam?

Hmm… kayaknya mending kita â€?gosipin’ aja deh! Eh, baca dulu deh buletin ini ampe kelar. Baru ngasih komentar. Oke?

Aturan Islam cocok untuk semua
Sobat, ketika Allah mengangkat Muhammad sebagai RasulNya, nggak ada penjelasan kalo beliau diangkat hanya untuk menyampaikan Islam bagi orang Arab. Allah Swt. berfirman:

?ˆ???…???§ ?£???±?’?³???„?’?†???§?ƒ?? ?¥???„?§?‘?? ?ƒ???§???‘???©?‹ ?„???„?†?‘???§?³?? ?¨???´?????±?‹?§ ?ˆ???†???°?????±?‹?§ ?ˆ???„???ƒ???†?‘?? ?£???ƒ?’?«???±?? ?§?„?†?‘???§?³?? ?„?§?? ?????¹?’?„???…???ˆ?†??
“Dan Kami tidak mengutus kamu (Muhammad saw), melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.� (QS Saba’ [34]: 28)

Dari ayat di atas, kita bisa pahami kalo aturan Islam diturunkan nggak cuma buat kaum Muslimin aja. Rasul mencontohkannya ketika menjadi kepala negara di Madinah. Saat itu, masyarakat Madinah yang dibangun oleh Rasulullah saw. dihuni oleh tiga kelompok besar. Pertama, kelompok Muslim dari kalangan Muhajirin dan Anshar yang mayoritas. Kedua, kelompok musyrik dari kalangan suku Auz dan Khajraz yang berjumlah sedikit. Ketiga, kelompok Yahudi yang terdiri dari Bani Qainuqa’, Bani Nadhir, Bani Khaibar, dan Bani Quraidzah.

Di Madinah, Rasul nggak pake maksa orang-orang kafir itu untuk masuk Islam. Apalagi sampe mengajarkan tindakan diskriminasi, pelecehan, atau aksi kafirphobia kepada umatnya. Asli, nggak ada banget.

Yang ada, mereka cuma diminta menjadi kafir dzimmi yang tunduk dengan aturan Islam yang diterapkan oleh negara. Ketundukan itu pun hanya berlaku ketika mereka bermuamalah dalam masalah politik, ekonomi, sosial, budaya atau pendidikan yang semuanya di atur oleh negara. Sementara untuk perkara akidah, ibadah ritual, makanan, minuman, pakaian, perkawinan, atau perceraian, mereka bebas ngikutin aturan agamanya masing-masing. Nggak cuma itu, mereka pun bakal dapet jaminan terpenuhinya kebutuhan hidup, keselamatan harta, serta keamanan diri dan keluarganya. Rasul bersabda: Siapa saja yang membunuh seorang kafir mu’ahid (yang terikat dengan perjanjian/kafir dzimmi) yang dijamin oleh Allah dan RasulNya, tidak akan mencium bau surga, padahal bau surga itu akan dapat tercium dari jarak perjalanan tujuh puluh tahun. (HR Ibn Majah).

Bukti sejarah
Sobat, nampaknya cuma satu penyebab orang nonmuslim menolak kemuliaan aturan Islam atau bersikap islamophobia. Yup, mereka termakan oleh fitnah binti stempel negatif yang dikampanyekan oleh musuh-musuh Islam. Seperti dalam penayangan episode pertama serial drama laga berjudul “24� yang mengisahkan tentang rencana aksi terorisme yang dilakukan oleh ayah dan anak yang merupakan warga Muslim di AS. Fitnah ini tidak lepas dari peran kelompok Yahudi di AS. Fox Broadcasting Company, perusahaan yang memproduksi serial drama itu, adalah bagian dari jaringan perusahaan milik milyuner Yahudi, Rupert Murdoch. (www.eramuslim.com, 11/01/2005)

Padahal faktanya, penghormatan Islam terhadap orang-orang nonmuslim tidak hanya terukir dalam teori. Banyak kisah nyata yang ditunjukkan para shahabat atau para khalifah sebagai perwujudan ajaran Islam yang mulia.

Diceritakan dalam kitab �Al-Kharaj’ karangan Imam Abu Yusuf, bahwa Amirul Mukminin Umar bin Khathab r.a. melihat seorang yahudi tua di suatu pintu. Beliau bertanya, “Apakah ada yang bisa aku bantu?� Orang Yahudi itu menjawab bahwa ia sedang dalam keadaan susah dan membutuhkan makanan, sementara ia harus membayar jijyah. Mendengar pengakuan tersebut,Umar r.a. berkata: “Kalau begitu keadaanmu, alangkah tidak adilnya perlakuan kami. Karena kami mengambil sesuatu darimu di saat muda dan kami biarkan kamu di saat tuamu�. Kemudian Khalifah membebaskan pembayaran jizyah Yahudi tua itu dan memerintahkan Baitul Mal menanggung beban nafkahnya beserta seluruh orang yang menjadi tanggungannya.

Ada juga?  kisah seorang wanita Nasrani dari penduduk Mesir yang pernah mengeluh kepada Umar bahwa Amr bin Ash telah menggusur rumahnya untuk keperluan perluasan mesjid. Amr lalu ditanya oleh Umar mengenai hal itu. Amr mengabarkan bahwa jumlah kaum Muslimin telah banyak dan masjid sudah tidak dapat lagi menampung mereka.

Kebetulan di samping mesjid itu rumah perempuan ini. Amr telah menawarkan kepadanya uang ganti rugi yang melebihi harga rumahnya tetapi ia tetep tidak mau. Maka terpaksa Amr merobohkan rumah itu dan memasukkannya ke dalam lingkungan masjid. Sementara uang ganti ruginya disimpan di Baitul Maal yang bisa diambil kapan aja semau perempuan itu.

Namun Umar menolak alasan Amr, dan memerintahkannya untuk merobohkan bangunan baru mesjid itu dan mengembalikan rumah perempuan Nasrani itu seperti sedia kala.

Bahkan dalam penaklukan negeri-negeri Eropa, penghormatan Islam terhadap rakyat nonmuslim ditunjukkan oleh Sultan Muhammad al-Fatih saat menguasai Konstantinopel. Sultan memberikan jaminan kepada semua penduduknya yang beragama Nasrani atas harta benda, jiwa raga, akidah, gereja dan salib-salib mereka.

Makanya wajar, jika kondisi seperti di atas melahirkan sebuah pengakuan jujur dari seorang sejarawan Barat bernama Gustave Lebon. Dia menuturkan: “belum pernah umat-umat mengenal penakluk-penakluk yang pengasih dan murah hati seperti bangsa Arab atau agama yang toleran seperti agama mereka (Islam).�

Nah, seharusnya hal ini menjadi bukti historis yang tak bisa dimanipulasi demi kepentingan tertentu. Jadi, jangan cemburu dulu sama Islam ya, kata pepatah prokem, “cemburu tanda tak mampuâ€? Hehehe… sori.

Nggak PeDe, ikut ngaji dong!
Sobat muda muslim, semoga paparan di atas menambah keyakinan kita akan kemuliaan aturan Islam. Dan ternyata, sebenernya nggak ada alasan bagi orang nonmuslim untuk benci atau takut dengan aturan Islam. Yup, sebab Islam, satu untuk semua. Ups! Jadi mirip slogan salah satu tv swasta nih. Ehm…

Cuma masalahnya, nggak semua orang tahu kalo aturan Islam juga melindungi dan menjaga orang-orang nonmuslim. Kondisi ini kian diperparah ketika orang-orang Muslim yang tahu kayak kita-kita ini adakalanya nggak pede menyampaikan kebenaran Islam kepada orang lain. Boro-boro ama nonmuslim. Ama sodara seakidah aja entar-entar dulu. Entah karena sungkan, takut, atau emang nggak tahu. Yang pasti, hal itu malah bikin kebenaran Islam makin tertutupi oleh opini negatif yang dihembuskan musuh-musuh Islam. Gaswat kan? Lantas gimana dong?

Jangan tunggu orang lain menyuarakan Islam. Yup, kita kudu jadi yang terdepan. Masa depan Islam di tangan kita. Tapi gimana dengan krisis PeDenya?

Nggak usah dimanjain. Cari solusinya. Karena menurut Ustadz Sanusi…, eh menurut pengalaman orang sukses seperti Pak Sumardi, (Nah lho? Kok jadi ketularan API gini?) krisis PD lahir lantaran kita ngerasa ada yang kurang. Kurang bekal tsaqofah Islam, kurang pandai dalam mengolah kata, kurang berani dalam mengungkapkan pendapat, tapi masih untung nggak pake kurang ajar.

Karena itu, kita wajib segera menambal kekurangan itu untuk mendongkrak rasa percaya diri kita. Dan nampaknya, untuk menambal kekurangan itu bisa kita mulai dengan ikut pengajian. Lho kok, ujung-ujungnya ikut ngaji sih?

Bener guys! Karena ngaji bisa menjadi media yang pas untuk menambal kekurangan itu. Pertama, dalam pengajian so pasti tsaqofah kita bertambah. Mengenal Islam lebih dalam sampe ke segala sisi kehidupan kita. Nggak cuma setengah-setengah mempelajari Islam seperti akhlak, ibadah, atau munakahat (pernikahan) saja. Tapi utuh hingga menyentuh pembahasan politik, sosial, budaya, pendidikan, militer, ekonomi, atau penghargaan terhadap penganut agama lain.

Kedua, semakin banyak tsaqofah, semakin banyak perbendarahaan kata yang kita punya. Kita bisa belajar memilah dan memilih kata yang tepat biar penyampaian kita enak didenger, tepat sasaran, dan gampang dicerna.

Ketiga, udah nggak jamannya lagi ikut ngaji cuma pasang telinga dan tutup mata kaya orang khusyu padahal mah tidur. Kalo ada yang belon ngerti, jangan sungkan untuk berdiskusi. Di sini kita bisa belajar menyampaikan pendapat. Bener juga gak papa (yee….jelas gak papa dong!).

Nah, kalo proyek mendongkrak PD udah dimulai, yakin deh, Allah pasti bersama kita. Makanya, ngaji yuk? Nggak bakal nyesel deh. Yakin itu. [Hafidz]

(Buletin STUDIA – Edisi 247/Tahun ke-6/6 Juni 2005)