Thursday, 28 March 2024, 23:42

logo-gi-3.jpgedisi 024/tahun I (30 Rabiul Awal 1429 H/7 April 2008)
Ehm, jangan marah atau gondok duluan ya baca judul artikel gaulislam kali ini. Bukan maksud mo menjelek-jelekkan (backsound: karena udah jelek), tapi ini sebagai warning dan renungan aja buat kita semua. Gimana nggak, dari tahun jebot ampe sekarang, masalah pornografi dan perbuatan porno selalu hadir di tengah masyarakat kita. Di sekitar kita dalam kehidupan sehari-hari yang kita jalani.

Bro, konten bernuansa pornografi sebenarnya udah tersebar banyak di media. Baik di media cetak maupun media elektronik. Oya, termasuk dalam hal ini adalah di internet yang kini lagi marak dibahas. Setelah lima tahun digodok, Rancangan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (RUU ITE) resmi disahkan dalam rapat paripurna DPR di Jakarta, Selasa (25/3/2008). Dengan adanya UU ini juga diharapkan dapat menjadi dasar bagi penerapan hukum di dunia maya di Indonesia. Situs porno atau pornografi di internet akan diblokir atau paling tidak kini diatur UU. Salah satu pasal yang dianggap krusial dalam UU ITE adalah diblokirnya situs-situs porno baik dari dalam maupun luar negeri.

Oya, kalo mo dijembrengin semuanya sih banyak banget, termasuk dalam kehidupan nyata kita, pornografi dan aktivitas yang dibalut porno sangat mudah dijumpai dan bahkan pelakunya sangat banyak. Nah, karena saking banyaknya dan dilakukan oleh hampir seluruh penduduk negeri, maka nggak heran dong kalo negeri ini dapetin sebutan negara porno. Gitu deh alasan kenapa nulis artikel ini dengan judul seperti di atas. Betul nggak sih?

Bagi yang nggak setuju jangan marah, dan yang setuju juga jangan seneng dulu. Karena sebenarnya ini adalah prestasi yang buruk. Sama buruknya dengan gelar “negeri terkorup se-Asia”, misalnya. So, tulisan ini sekadar buat ngingetin aja, buat ngajak merenung, sekaligus nyari solusi tuntas dari masalah yang dihadapi sekarang, khususnya tentang pornografi.

Mental porno!

Hehehe.. jangan ngambek dan cemberut kalo baca subjudul ini. Bukan maksud nuduh atau menghakimi. Tapi emang kenyataannya demikian. Mereka yang nggak punya mental porno, ketika mengembangkan kreativitas dia akan melakukan apa pun yang bernilai manfaat dan useful alias berguna bagi siapa pun.

Sebaliknya, bagi mereka yang punya mental porno–piktor gitu deh, maka kreativitasnya nggak jauh dari mentalnya itu. Bikin majalah, eh majalah bertabur pornografi. Bikin blog di internet, isinya pornografi. Ketika mengelola website, ya isinya nggak jauh dari situ. Kalo dia ngomong? Ya, pembicaraannya menjurus ke wilayah porno dan pornografi.

So, kalo udah jadi cara pandang dan kaidah berpikir, maka pelakunya akan melakukan apa yang memang menjadi pemahamannya. Gimana pun juga, tingkah laku orang itu bergantung kepada pemahamannya. Kalo memahami bahwa pornografi itu adalah seni, dan seni adalah ekspresi yang tidak boleh dikekang dan dibatasi, maka ia akan mewujudkannya dalam perbuatannya. Begitu pula kalo memahami bahwa bertaburannya konten pornografi di internet adalah bagian dari freedom of speech dan kebebasan berkreasi, maka dia akan mati-matian melakukannya en merasa nggak boleh ada pihak manapun-termasuk negara- yang melarang kreativitasnya tersebut.

Bayangin aja deh, kalo yang model begini jumlahnya banyak dan menguasai media informasi. Bisa bikin berabe. Mereka bukan saja melek teknologi, tapi juga melek terhadap peluang yang memungkinkan untuk melakukan kemaksiatan termasuk kejahatan. Padahal nih, gaul dengan teknologi nggak mesti error. Justru sebaliknya, gaul soal teknologi untuk memberantas kemungkaran dan menegakkan kebenaran dengan memanfaatkan teknologi.

Definisi pornografi

Yup, definisi emang penting banget, itu sebabnya Ibnu Sina pernah berkomentar: “Tanpa definisi, kita tak akan pernah bisa sampai kepada konsep.” Karena itu, definisi, menurut filsuf Iran itu, sama pentingnya dengan silogisme (baca: logika berpikir yang benar) bagi setiap proposisi (dalil atau pernyataan) yang kita buat.

Oya, definisi yang jelas bakalan menolong kita untuk menentukan keputusan dan penilaian. Nggak ragu en nggak bingung. Nggak kayak sekarang nih, menentukan definisinya aja sesuai persepsi masing-masing orang. Karuan aja hasilnya beragam. Ada yang bilang kalo berpose telanjang tanpa sehelai benangpun menutupi tubuhnya baru dibilang pornografi, ada juga yang bilang kalo masih mengenakan busana, meski kayak kekurangan bahan (terlihat auratnya) belum masuk definisi pornografi. Malah nih, kalo sesuai budaya ketimuran, belum dianggap porno. Misalnya kalo di Jawa pake kemben atau di Papua dengan kotekanya. Waduh, makin bingung aja tuh definisi pornografi.

Itu sebabnya, paling nggak kudu buka kamus nih. Biar bisa dapetin gambaran. Seperti disebutkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwa pornografi adalah penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau tulisan untuk membangkitkan nafsu berahi; atau bahan bacaan yang dengan sengaja dan semata-mata dirancang untuk membangkitkan nafsu berahi dalam seks.

Dalam Microsoft Encarta Dictionary Tools, pornografi didefinisikan sebagai sexually explicit material: films, magazines, writings, photographs, or other materials that are sexually explicit and intended to cause sexual arousal. Tuh jelas banget kan, bahwa pornografi tuh adalah penggambaran secara tegas tentang seksual; bisa dalam film, majalah, tulisan, foto dan bahan lainnya yang bermaksud menimbulkan rangsangan seksual.

Oya, pornografi tuh nggak ada hubungannya dengan kebebasan berekspresi dan seni. Karena sejatinya, estetika (seni) tetap harus berdampingan dengan etika.

Bagaimana dengan Islam? Sebagai Muslim, tentu kita wajib menjadikan Islam sebagai pedoman hidup kita. Terus, nggak boleh juga kita setengah-setengah dalam mengamalkan Islam. Nggak boleh juga ada pilihan lain untuk ngatur urusan kehidupan kita dengan aturan selain Islam. Jadi intinya, apa kata Islam deh. Kita wajib taat kepada ketentuan Allah dan RasulNya dan harus secara menyeluruh (kaaffah). Allah Swt. Befirman: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS al-Baqarah [2]: 208)

Dalam? menafsirkan ayat ini, Imam Ibnu Katsir menyatakan: “Allah Swt. telah memerintahkan hamba-hambaNya yang mukmin dan mempercayai RasulNya agar mengadopsi sistem keyakinan Islam (?akidah) dan syari’at Islam, mengerjakan seluruh perintahNya dan meninggalkan seluruh laranganNya selagi mereka mampu.”

Guys, Islam juga udah mengatur tentang aurat. Itu sudah cukup untuk memberikan definisi tentang pornografi atau pornoaksi. Batasan aurat ini memungkinkan kita untuk bisa menentukan apakah suatu perilaku, gambar, atau gaya berpakaian seseorang termasuk memamerkan aurat atau nggak ke khalayak umum.Oya, aurat perempuan adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan kedua telapak tangannya (Ahkaamul Quran al-Jashash III/318).

Kalo anak laki, yang termasuk wilayah auratnya adalah dari pusar ampe lutut. Itu batasan auratnya. Jadi nih, kalo ada anak cowok pake koteka dan dipamerin di depan orang banyak, jelas termasuk membuka auratnya. Itu sudah terkategori bentuk pornoaksi. Begitu pun kalo ada anak cewek pake kemben (salah satu pakaian adat Jawa), dan dipake di depan umum, maka sudah terkategori pamer aurat (itu masuk pornoaksi). Membuka aurat di depan umum dalam pandangan Islam terkategori dosa. Nah, ini jelas kan definisinya.

Itu sebabnya, kayaknya ampir semua media massa yang ada saat ini bakalan dicap sebagai media massa penyebar pornografi kalo pake definisi Islam. Dan, seharusnya memang standar itulah yang dipake oleh setiap Muslim ketika menilai suatu fakta berupa perbuatan maupun pemikiran. Catet yo!

?Mengeksekusi’ pornografi

Kalo dibiarin aja nggak bakalan selesai-selesai. Lihat aja penanganan yang selama ini dilakukan oleh negeri ini, yang menganut ideologi Kapitalisme-Sekularisme, malah menjadikan kebebasan sebagai the way of life. Ideologi macam apa itu? Kok malah bikin rusak kepribadian umat manusia?

Sobat, sebagai sebuah ideologi, Islam punya cara penyelesaian terhadap masalah ini. Tentu, jika Islam diterapkan sebagai ideologi negara. Menurut Abdurrahman al-Maliki, “Barangsiapa yang mencetak atau menjual, atau menyimpan dengan maksud untuk dijual atau disebarluaskan, atau menawarkan benda-benda perhiasan yang dicetak atau ditulis dengan tangan, atau foto-foto serta gambar-gambar porno, atau benda-benda lain yang dapat menyebabkan kerusakan akhlak, maka pelakunya akan dikenakan sanksi penjara sampai 6 bulan.” (Sistem Sanksi dalam Islam, hlm. 288-289)

Oya, hukuman tersebut termasuk dalam perkara ta’zir alias jenis dan bentuk hukumannya diserahkan kepada qadhi (hakim). Kalo emang tingkat bahayanya besar banget, bisa aja qadhi menghukum lebih lama atau bentuk hukuman lain, misalnya dicambuk.

Bro, untuk memelihara diri dan membebaskan diri dari jeratan pornografi secara teknis, coba deh lakukan mulai dari diri sendiri dan orang-orang terdekat kita: temen, keluarga. Tentu kita nggak mau kan diri dan lingkungan kita rusak karena racun pornografi. Percaya deh, pornografi nggak ada gunanya. Nggak perlu tuh ngintip-ngintip penasaran sama yang namanya pornografi. Jangan sampe kita berkoar-koar tentang pornografi tapi kalo nemu di depan mata diembat juga. Naudzubillah!

Kapan dan di mana pun kita menemukan media yang berbau pornografi, jangan ragu-ragu untuk menghancurkannya. Jaga diri, jaga keluarga, dan teman-teman. Saling mengawasi dan mengingatkan bukan berarti ikut campur urusan orang lho, tapi kita menjaga diri dan lingkungan untuk menghindari kerusakan dan maksiat. Ok, guys?

BTW, kalo nanti Islam udah diterapkan sebagai ideologi negara, mereka yang ada di pedalaman seperti di Papua dan suku dayak lainnya, nggak bakalan dijadikan sebagai obyek wisata. Nggak kayak sekarang, mereka dianggap sebagai warisan budaya bangsa. Itu dzalim, karena seharusnya pemerintah memberikan pembinaan dan mendakwahi mereka agar mau hidup lebih mulia. Tapi nyatanya, malah dipelihara agar tetap jahiliyah seperti itu. Kasihan banget kan?

Terus nih, nggak kayak sekarang, pemerintah hendak menerapkan pemblokiran situs-situs porno aja masih banyak yang menolak dengan alasan melanggar prinsip demokrasi itu sendiri yang memang memberikan kebebasan tanpa batas kepada siapa pun. Halah, hari gene masih memuja dan membela demokrasi? Padahal, sistem ini udah ketahuan lemot, bobrok, dan membahayakan manusia.

Oke deh, kalo nggak mau negeri ini jadi negara porno, maka mulai sekarang jauhkan demokrasi-sekulerisme-kapitalisme dan antek-anteknya dari pikiran kita. Sebaliknya, kita wajib cinta Islam, pelajari Islam, dan kampanyekan agar Islam diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Insya Allah akan berkah dan menyelamatkan seluruh umat manusia. Bukan hanya kaum muslimin. Percayalah! [osolihin: sholihin@gmx.net]

1 thought on “Jangan Jadi “Negara Porno”

  1. kalau saya melihat sepertinya pemerintah sekarang ini masih “segan” tuk blokir konten2 porno….UUD yang ada seolah-olah masih menjadi himbauan (masih baru yah…jadi gak begitu tegas). jadi jangan heran klo waktu youtubu di blokir ..banyak2 orang2 yang kemudian beralih ke site lain (yg tak lain site porno)…wah gimana neh…kok pilih2 dalam hal parno2an..
    butuh waktu memang….tapi klo sistemnya saja sudah bobrok seperti ini…..yg namanya parno2an gak bakalan tuntas di basmi tuh…soalnya kapitalisme masih bermain…coba pake sistem islam…insyaallah bakal diberangus tuh semua…yakin saja !
    wallahu’alam
    ahmad

Comments are closed.