Friday, 29 March 2024, 18:19

logo-gi-3 gaulislam edisi 125/tahun ke-3 (29 Rabiul Awal 1431 H/15 Maret 2010)

Bro, waktu pertama kali saya diminta ngisi pengajian, terus terang saja saya merasa takut. Takut salah, takut nggak bisa nguasai audiens, takut kalo ditanya nggak bisa jawabnya. Tapi, atas dorongan dari rekan-rekan DKM sekolah, akhirnya saya mau juga meski agak ragu.

Oya, waktu itu saya kelas 2 atau kelas 3 di sekolah kejuruan kimia di Bogor. Terus, yang membuat saya makin nggak percaya diri waktu itu karena saya pun baru ikutan ngaji. So, tentu ilmunya masih cetek banget. Eh, malah diminta ngisi pengajian untuk membina adik kelas. Jujur, saya stres dan tertekan. Ketika ngisi pengajian, yang lancar keluar adalah keringat dingin. Udah gitu saya selalu ngeliatin jam tangan aja. Sebab, saya rada heran, perasaan udah semua hal saya sampaikan, tapi kok waktu di jam tangan saya seperti bergerak lambat. Ternyata memang baru 20 menitan.

Yup, saya akhirnya menyadari bahwa saya miskin penguasaan terhadap materi yang diajarkan dan juga miskin wawasan tambahannya. Itu menjadi evaluasi berharga bagi saya. Selain itu yang terpenting, saya juga bersyukur banget karena teman-temen tetap memotivasi saya. Selain karena jumlah mentornya kurang, jadi mau nggak mau memang saya harus bisa—juga karena mereka memberi saya kesempatan untuk belajar. Alhamdulillah.

Menghadapi tantangan yang seperti itu, akhirnya saya berusaha belajar. Cara yang saya lakukan adalah dengan melihat dan berusaha mencontoh teman yang udah bisa ngisi pengajian dalam teknik penyampaiannya yang menarik, juga mendengarkan ceramah-ceramah ustad atau ulama yang udah terkenal dan bagus dari radio yang saya miliki. Pokoknya segala cara saya coba pelajari. Alhamdulillah, meskipun saya yakini tak sebagus gaya penyampaian saya dalam menulis waktu itu, tapi saya bisa memberikan kontribusi sekecil apapun untuk kemajuan kaum muslimin. BTW, kalo sekarang sih, ketika ngisi acara seringkali malah diingatkan panitia karena jatah waktu bicara tinggal sedikit lagi. Nyerocos aja karena merasa banyak yang diketahui dan ingin disampaikan.

Mengingat pengalaman pertama kali belajar, saya menyadari betul bahwa belajar itu mendatangkan banyak manfaat. Sebagaimana yang memang diajarkan dalam ilmu pedagogi (kependidikan) bahwa dengan belajar ada banyak aspek yang bisa kita raih. Pertama, aspek kognitif (ilmu pengetahuan). Yup, dengan belajar, dari yang tadinya tidak tahu menjadi tahu. Betul. Awalnya saya nggak tahu teknik menyampaikan pesan dengan lisan yang bagus tuh seperti apa, tapi setelah belajar jadi tahu dan mulai memahami dan mempraktikkan ilmu baru tersebut. Begitu pula dalam menulis, awalnya sangat berantakan sekali sistematika penulisannya, tapi setelah belajar dan belajar terus, akhirnya jadi lebih rapi dan insya Allah mahir.

Kedua, aspek afektif (perasaan/emosional), yakni dari yang tadinya tidak mau menjadi mau, dari tidak suka menjadi suka, dari benci menjadi cinta, dari cinta menjadi benci dsb. Itulah sebabnya, orang yang belajar, perasaan atau emosionalnya akan lebih terasah. Misalnya, awalnya seorang wanita nggak mau berbusana muslimah, tapi setelah belajar dan mendapatkan informasi bahwa mengenakan busana muslimah itu wajib bagi seorang muslimah yang sudah baligh, kemudian disampaikan juga dalilnya, dijelaskan juga ancaman bagi yang melanggar, maka sedikit demi sedikit hatinya mulai lunak dan mau mengenakan busana muslimah untuk menutup auratnya.

Ketiga, manfaat belajar yang bisa diraih adalah dalam aspek psikomotorik alias keterampilan, yakni dari yang tadinya tidak bisa menjadi bisa. Pasti banget deh. Orang yang senantiasa belajar pastinya akan lebih baik dari waktu ke waktu. Apalagi belajarnya tak pernah henti. Coba deh, tanya sama teman yang berlatih dan belajar terus tentang karate dengan tekun, insya Allah dia akan lebih mahir dari yang belajarnya malas-malasan, apalagi yang nggak belajar sama sekali. Saya sendiri bisa menyampaikan gagasan melalui tulisan, kemudian bisa menyampaikan materi secara lisan di hadapan banyak orang adalah karena belajar. Percayalah, bahwa belajar akan mengasah kemampuan kita. Apalagi jika belajarnya tak pernah henti dan tak pernah bosan.

Fokuskan dalam bidang tertentu

Saran ini bukan berarti menghalangi kreativitas diri kita. Nggak. Sama sekali bukan itu tujuannya. Hanya saja, seseorang yang fokus terhadap satu bidang keahlian yang sangat diminatinya dan dinikmatinya akan memberikan efek kreativitas dan ketahanan mental juang yang lebih baik ketimbang mereka yang ingin meraih segalanya untuk bisa dikuasai atau mereka yang merasa beban dalam menekuni bidang yang ingin diraihnya.

Mengapa demikian? Tentu saja faktor konsentrasi dan perhatian. Bila banyak yang dipikirkan dan dikerjakan, maka dalam konsentrasi dan mengerahkan kemampuan berpikirnya juga jadi lebih besar. Berbeda dengan yang fokus pada satu bidang. Kerja otak jadi lebih ringan. Lagipula, kita harus mengakui bahwa kemampuan otak setiap orang nggak bisa disamakan satu sama lain.

Namun demikian, untuk menjadi pintar memang harus belajar. Belajar kapanpun, di manapun, dari siapapun, melalui jalan apapun. Untuk bisa menulis, saya belajar kapan pun ada kesempatan. Waktu sekolah dulu memang lebih banyak punya waktu khusus, yakni setelah selesai belajar pelajaran sekolah, biasanya malam hari. Umumnya waktu itu yang saya gunakan. Tapi di lain waktu khusus tadi, saya belajar mengasah kemampuan saya dalam membaca banyak hal. Ini sebagai bagian dari belajar dalam rangka menambah wawasan untuk bahan penulisan.

Saya juga belajar menulis tak terikat tempat. Meski umumnya di rumah, tapi sesekali saya juga bisa belajar di tempat lain. Biasanya ini dilakukan untuk bahan penulisan, yakni membaca fakta dan data. Kalo perjalanan jauh saya bawa buku, beli koran, beli majalah. Sehingga nggak ada waktu terbuang percuma. Termasuk jika jenuh dengan bacaan saya kadang ngobrol dengan orang yang ada di perjalanan baik di kereta, bis, pesawat terbang, atau kapal laut. Sedikit basa-basi berkenalan dan umumnya yang pertama kali dilakukan adalah melemparkan satu topik untuk diobrolkan. Tanpa terasa, jika nyambung kita akan dengan mudah berbagi ilmu.

Sobat, saya meyakini betul bahwa setiap orang itu unik, maka saya mencoba “menyadap” informasi darinya dan saya jadikan sebagai pelajaran. Jujur saja, saya seringkali terinspirasi dari orang yang saya ajak ngobrol. Tak segan pula saya ngasih apresiasi kepadanya bahwa saya sangat beruntung bisa bertemu dan berbagi pengalaman dengannya. Ternyata, banyak juga di antara mereka yang saya ajak ngobrol mengaku mendapat informasi baru, wawasan baru sebagai inspirasi bagi dirinya setelah ngobrol dengan saya.

Yup, ternyata kita bisa belajar dengan mudah dan murah serta menyenangkan saat saling berbagi informasi dengan siapapun. Apalagi jika kegiatan ini kita lakukan sesering mungkin dengan orang yang berbeda-beda. Jangankan dengan orang yang berbeda-beda, dengan orang yang sudah lama kita kenal pun selalu ada hal baru dalam obrolannya. Sebab, saya juga merasa yakin dia pasti belajar terus dalam kesehariannya dan itu bisa kita ambil manfaat darinya. Maka, bergaullah dengan orang-orang yang semangat belajarnya tinggi. Kita jadi kebawa pinter. Insya Allah. So, beruntung banget bisa ketemu orang-orang spesial dalam hidup kita, sehingga kita bisa belajar darinya dengan mudah dan murah.

Oya, Ngomongin soal teman dan memilih tempat belajar, saya jadi inget pernyataan Luqman al-Hakim yang menyampaikan pesan kepada anaknya, “Wahai anakku! Berhati-hatilah memilih suatu majelis. Apabila kamu berjumpa majelis yang mengingat Allah, segeralah kamu ikut duduk bersama mereka. Karena kalau sekiranya kamu orang alim, ia akan bermanfaat pada kealimanmu. Jika engkau orang yang bodoh, ia akan memberikan pengajaran kepadamu dan Allah akan mencurahkan rahmat kepada mereka yang mengena juga kepadamu,” paparnya.

Kemudian Luqman melanjutkan nasihatnya, “Wahai anakku, janganlah engkau duduk di dalam majelis yang tidak mengingat Allah. Jika engkau seorang pandai, ia tidak akan memberikan manfaat kepadamu, dan jika engkau seorang yang bodoh, maka akan bertambah-tambahlah kebodohanmu akibat ikut berada di majelis yang lupa kepada Allah itu. Di samping itu Allah marah kepada mereka dan kamu akan mendapat kemarahan Allah sama seperti mereka juga.”

Jadi, meskipun saya merasa harus belajar dari siapapun dan di manapun, tapi saya membatasi diri untuk hanya belajar dari mereka yang secara akhlak tuh bagus dan memang di situ tempatnya mencari ilmu yang benar dan baik. Kalo untuk belajar secara umum, ilmu umum maksudnya, ya saya tidak terlalu membatasi, sekadar berbagi informasi aja siapa tahu memang ada sedikit manfaat bagi perkembangan pengetahuan saya.

Kembali kita ngobrolin tentang harus fokus dalam belajar. Benar banget yang pernah saya alami. Sejak awal saya memang sangat meminati dan menikmati dunia tulis-menulis (termasuk jurnalistik), maka saya fokuskan belajar untuk bidang ini. Maka, ketika sudah bisa dan lancar menulis pun, demi mendapat informasi lebih banyak lagi tentang bidang jurnalistik dan kepenulisan secara umum, saya mengoleksi banyak buku yang berkaitan dengan itu. Tujuannya tentu saja adalah untuk menambah wawasan dan meng-upgrade kemampuan menulis saya.

Ya, memang terasa banget manfaat belajar itu. Ilmu bertambah, wawasan meningkat, pengetahuan meluas, dan menjalin ukhuwah dengan banyak orang. Wuih, seru abis deh. So, jangan cuma diem sambil bengong meratapi nasib diri yang tak kunjung membaik. Bergeraklah untuk mencari jalan keluar dari penderitaan. Salah satunya melalui proses belajar. Apalagi belajarnya tak pernah henti. Learning never ending (termasuk learning never pusing kali ye? Hehehe…). Insya Allah, kesuksesan bukanlah impian untuk kita raih jika kita mau serius untuk mendapatkannya. Yuk, kita berusaha maksimal, Bro. Semangat! [solihin: osolihin@gaulislam.com]

2 thoughts on “Jangan Berhenti Belajar

Comments are closed.