Friday, 29 March 2024, 16:23

logo-gi-3 gaulislam edisi 102/tahun ke-2 (16 Syawal 1430 H/5 Oktober 2009)

Rasanya belum hilang ingatan gempa di Tasikmalaya 2 September 2009 lalu. Rasanya masih ingat betul tayangan-tayangan gambar di televisi menampilkan kepanikan orang-orang yang merasakan getaran dan guncangan gempa. Masih terekam jelas di benak kita tentang rumah-rumah dan bangunan lainnya yang roboh digoyang gempa. Jawa Barat dan seluruh negeri ini berduka. Belum hilang benar ingatan itu, namun kemudian kita kembali dikejutkan dengan kabar dari Bumi Andalas, khususnya di kawasan Sumatera Barat dan Jambi. Pada 30 September 2009 petang hari Padang berantakan dihempas gempa tektonik berkekuatan 7,6 pada Skala Richter (7,6 SR). Karena pusat gempanya tak jauh dari daratan (pulau Sumatera di kawasan itu), maka dampak kerusakannya sangat parah.

Bro en Sis, gaulislam juga turut berduka cita atas gempa dan bencana alam lainnya yang baru-baru ini dialami oleh saudara-saudara kita. Semoga bagi saudara kita yang meninggal diterima sesuai amal perbuatannya dan Allah Swt. mengampuni dosa-dosanya. Bagi yang masih diberikan kesempatan hidup, semoga tetap sabar menjalani kehidupan meski rumah, harta benda, dan orang-orang yang dicintai sudah tidak bersamanya lagi.

Oya, apa yang ditulis dalam buletin gaulislam ini bukan untuk mengabarkan kondisi terakhir gempa, karena pasti kalah update-nya dari media massa. Tapi dalam tulisan ini sekadar untuk mengajak kita semua merenung atas apa yang terjadi dan hikmahnya bagi kita semua. Memang, kalo mikirnya pahit, adanya gempa adalah sebuah kepiluan dan kesedihan mendalam. Namun, cobalah kita berpikir sebaliknya, bahwa ada hikmah lain di balik kepahitan itu. Tentu ini bagi orang-orang yang beriman. Sebagaimana kita meminum obat yang pahit, tapi harus dijalani demi mengharap kesembuhan. Apa boleh buat. Ya, kita semua tak ada yang berharap mendapatkan kesusahan, tapi jika itu benar-benar terjadi dan kita alami, harus kita hadapi. Ingatlah, Allah Swt. tidak akan membenani seseorang (dalam hal ini memberikan cobaan yang berat) kepada siapapun yang tidak kuat menanggung bebannya. Pasti Allah Ta’ala sudah memperhitungkannya, seperti dalam firmanNya (yang artinya): “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS al-Baqarah [2]: 286)

Gempa untuk siapa?

Sobat muda muslim, di balik semua kejadian pasti ada hikmahnya. Di tengah kepahitan, ada saja manis terasa. Meski yang merasakan manisnya bukan yang sedang kepahitan. Tapi, apapun itu kondisinya, ada saja hikmah dan manfaat yang bisa diambil.

Gempa, bagi para ahli bangunan, saatnya mendapatkan pekerjaan baru. Mulai dari pekerjanya, sampai bos-bos di perusahaan kontraktor. Makin parah dampak kerusakan gempa, makin banyak peluang mendapatkan pekerjaan. Itu artinya, ada peluang mendapatkan rizki mulai dari bersih-bersih puing hingga membangun kembali tempat-tempat tersebut. Apakah pekerja bangunan dan mereka yang terlibat dalam proyek pembangunan setelah gempa bersuka-cita dalam kesedihan orang lain? Belum tentu dan bisa jadi tentu saja tidak. Sebab, barangkali itulah cara Allah Swt. membagikan dan merotasi rizki bagi hamba-hambaNya.

Kejadian itu mirip dengan penggali kubur. Bagi mereka yang ditinggalkan orang yang dicintainya, tentu saja sedih. Orang yang kerjaannya menggali kubur, sangat boleh jadi akan bergembira dengan banyaknya yang meninggal dunia karena pekerjaannya menggali kubur ibarat panen. Kita tidak bisa menyalahkan mereka sebagai orang yang bersuka cita di atas penderitaan orang lain. Karena faktanya memang kita membutuhkan pekerjaan mereka. Sama seperti di rumah sakit. Kita sedih orang yang kita sayangi harus dirawat di rumah sakit. Kita harus mengorbankan waktu, tenaga, pikiran, bahkan dana yang tak sedikit. Apakah kita harus menyalahkan pekerja rumah sakit dengan alasan mereka bersuka-cita ketika makin banyak pasien yang menghuni rumah sakit tersebut?

Ya, kita nggak bisa menyalahkan begitu saja. Apalagi kalo misalnya yang mengelola rumah sakit adalah individu, bukan negara. Segala operasionalnya mereka keluarkan sendiri. Walaupun idealnya memang fasilitas ini dikelola oleh negara dan murah, syukur-syukur kalo sampe gratis. Tapi kalo kondisi sekarang kita nggak bisa berharap banyak.

Kembali soal gempa. Gempa juga berarti masa panen bagi maskapai penerbangan (khususnya yang swasta) ke Padang saat ini (meski ada juga maskapai yang menyediakan tiket gratis pada hari tertentu bagi keluarga korban dengan melampirkan data anggota keluarganya di sana). Umumnya maskapai penerbangan menaikkan harga yang jauh melebihi tuslah. Hukum eknomi berlaku. Banyak permintaan, maka saat yang tepat menuai untung. Tapi, terlepas dari tega atau tidak tega, dalam kasus ini gempa tenyata membawa kebahagiaan bagi kalangan tertentu. Mereka punya jasa, kita beli jasa itu. Soal mahal atau tidak mahal, dalam kondisi sekarang ukurannya menjadi relatif. Semoga saja yang dipikirkan oleh mereka bukan semata nyari untung, tapi ada kepedulian sosialnya.

Media massa juga sama. Bagi media massa, khususnya televisi saat ini, gempa menjadi senjata andalan untuk menaikkan rating. Berlomba menjadi yang pertama menyiarkan langsung dari tempat kejadian. Memilih gambar yang paling menyentuh dan mengundang empati. Meskipun seringkali tidak empati dalam mencari beritanya. Iya, masak orang tua yang kehilangan anaknya, ditanyain bagaimana perasaan ibu, atau kok ibu tidak menangis (beuu.. pertanyaannya dodol banget!). Memangnya orang yang sedih itu harus meronta-ronta, meraung-raung agar gambar yang dibidik dramatis dan mengundang empati penonton? Nggak lah, kadang ada orang yang sedih tak bisa berbuat banyak. Hanya mampu diam. Shock.

Demi mengejar rating pula, media televisi memberikan embel-embel “ekslusif” dan menayangkannya nyaris 24 jam sehari. Agar orang tak berpaling dari media tersebut, atau setidaknya orang menjadi tahu bahwa kalo pengen update berita seputar gempa, ya di televisi tersebut. Apa untungnya bagi media massa? Masuknya iklan, dong. Ya, rating itu adalah untuk menggaet iklan. Jadi, gempa membawa bahagia juga bagi pengusaha media massa.

Gempa bagi para korban yang selamat dan masih hidup, tentunya adalah sarana untuk interospeksi. Mengukur diri dengan amalan yang sudah dilakukan. Gempa yang telah merenggut segalanya; harta, keluarga, rumah, pekerjaan, mungkin sebagian anggota tubuh yang harus diamputasi, dan semua cerita indah lainnya, disikapi dengan sabar dan penuh keimanan kepada Allah Swt. Kadang, kita baru bisa sadar dan sabar ketika mengalami kondisi sulit dan pahit. Ketika dalam keadaan bahagia, kita sulit untuk sadar dan sabar. Semoga dengan adanya gempa ini makin meneguhkan keimanan mereka. Menyadari kelemahannya sebagai manusia dan makin taat kepada Allah Swt. Semoga.

Bro en Sis, gempa ‘bermanfaat’ juga bagi kita yang jauh dari tempat kejadian dan tentunya tidak mengalami kejadian tersebut. Bukan berarti kita nggak peduli lho. Justru adanya gempa ini, jiwa sosial kita muncul dan empati kita tumbuh. Ketika sering melihat kebahagiaan, empati kita mampet, dan jiwa sosial kita jadi mandeg. Tapi, setelah membaca/melihat berita/tayangan korban gempa, dampak kerusakan yang tejadi, serta keadaan darurat korban yang selamat dan berdiam di tenda-tenda di pengungsian, kita tersentuh. Maka, tak terasa kita ikut menyisihkan sebagian kecil harta kita untuk meringankan beban mereka. Tampak banyak lembaga yang menampung gelontoran dana dari siapapun untuk diberikan kepada mereka yang menjadi korban. Ya, ternyata gempa (atau bencana lainnya) juga ada hikmahnya bagi kita yang tak merasakannya. Subhanallah. Rasulullah saw. bersabda (yang artinya): Perumpamaan kaum mukminin dalam kasih sayang, sikap rahmah, dan sikap lembut antar mereka adalah seperti satu tubuh. Jika satu anggota tubuh mengeluh kesakitan, maka seluruh badannya akan merasakan sakit.” (HR Bukhari No. 5552, dan Muslim No. 4685)

Rasulullah saw. juga bersabda (yang artinya): Barangsiapa yang meringankan dari seorang mukmin satu kesulitan dan kesulitan-kesulitan dunia, maka Allah akan ringankan untuknya satu kesulitan dari kesulitan-kesulitan Hari Kiamat. Barangsiapa yang memudahkan seorang yang mengalami kesulitan, maka Allah akan beri kemudahan untuknya di dunia dan di akhirat. Barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim maka akan Allah tutupi (aibnya) di dunia dan di akhirat. Allah akan senantiasa menolong hamba selama sang hamba tersebut menolong saudaranya.” (HR Muslim No. 4867)

Dalam riwayat lain, Rasulullah saw. bersabda (yang artinya): Barangsiapa yang yang membantu kebutuhan saudaranya maka Allah akan membantu kebutuhannya.” (HR Bukhari No. 2262, dan Muslim No. 4677)

Sebuah nasihat

Kejadian bencana alam ini bisa kita lihat dengan dua sudut pandang. Pertama, ini semata memang ujian dari Allah Swt. Insya Allah, bagi orang-orang yang beriman ini adalah ujian. Semoga dengan kejadian yang meskipun menurut kita sangat berat, menyesakkan, dan tentunya menyedihkan, tapi jika kita bersabar, insya Allah ada pahalanya. Jangan pernah berputus asa. Firman Allah Swt. (yang artinya):“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun” (QS al-Baqarah [2]: 155-156)

Kita kayaknya udah akrab juga dengan kalimat “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”. Bahkan kita sangat hapal dengan maknanya. Yup, arti kalimat itu adalah “Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepadaNya-lah kami kembali.” Kalimat ini oleh para mufasir (ahli tafsir) dinamakan kalimat istirjaa (pernyataan kembali kepada Allah). Disunahkan menyebutnya waktu ditimpa marabahaya baik besar maupun kecil. Indah sekali bukan, ditimpa musibah bukannya putus asa, tapi kita malah bersabar. Jadi berbahagialah karena kita sebagai seorang muslim dan insya Allah juga seorang mukmin.

Dalam ayat lain, Allah Swt. juga menjelaskan bahwa segala musibah yang menimpa adalah atas kehendakNya (yang artinya): “Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS at-Taghaabun [64]: 11)

Sobat muda muslim, kalo sudut pandang pertama musibah ini bisa bermakna ujian, maka pada sudut pandang kedua, justru kita khawatir nih, karena bisa jadi musibah itu adalah bentuk murkaNya. Mungkin lebih halus bisa disebut peringatanNya sebagai bagian dari azabNya karena kita sudah mulai lupa kepadaNya, karena kita sudah mulai berani melawanNya, bahkan nekat menentangNya serta mendustakanNya. Wallahu’alam.

“Pelajaran” tentang peringatanNya itu bisa kita simak dalam firman Allah Swt. (yang artinya): “Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di langit bahwa Dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang? Atau apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di langit bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu. Maka kelak kamu akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatanKu? Dan sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (rasul-rasulNya). Maka alangkah hebatnya kemurkaanKu.” (QS al-Mulk [67]: 16-18)

Boys and gals, itu semua bisa kita analisis. Mengukur diri. Kita bisa interospeksi diri. Kita bisa menilai diri kita, dan berusaha mencocokkan apakah musibah ini adalah ujian atau justru bagian dari murkaNya? Masing-masing dari kita insya Allah bisa menjawabnya. Asal kita mau jujur pada diri sendiri.

Yuk, kita benahi diri kita. Lakukan apa yang bisa kita perbuat sesuai kemampuan kita untuk menolong saudara-saudara kita yang mendapat musibah. Semoga gempa yang saat ini telah dirasakan saudara-saudara kita di Padang dan sekitarnya, menjadikan mereka kuat, sabar, dan makin meningkat imannya. Bagi kita, semoga kita mulai bisa empati, menumbuhkan jiwa sosial sekaligus menguatkan iman kita, bahwa semua ini adalah ketentuan dari Allah Swt. Dia memiliki rencana bagi kita dan seluruh alam ini. Tugas kita, adalah tetap beriman kepadaNya. Ok? Sip deh! [osolihin: osolihin@gaulislam.com | www.osolihin.com]