Tuesday, 23 April 2024, 22:14

gaulislam edisi 204/tahun ke-4 (20 Syawal 1432 H/ 19 September 2011)

 

Sobat muda muslim, sejak dulu kita udah diajarkan untuk santun berkomunikasi. Ortu kita di rumah udah sering wanti-wanti agar tutur kata kita juga baik. Selain itu, sopan-santun ketika berbi-cara dan berhadapan dengan orang lain menjadi menu harian kita. Umumnya sih begitu. Meski ada juga ortu dan lingkungan kurang baik dalam mengajarkan anak-anaknya untuk santun berkomunikasi. Misalnya, pernah tuh saya mendengar ada anak yang masih berumur empat tahun tapi sepertinya ungkapan kata-katanya nyontek abis dari film-film preman di televisi. Seperti, “Kubunuh kau!”. Dua kata itu keluar lancar dan fasih dari mulutnya (nggak pake fals segala. Bening.) ketika berantem dengan teman mainnya. Wacks, saya kaget. Begitu ditanya kepada orang dewasa yang ada di situ, dijawab, “Nggak heran, ortunya aja secara tidak langsung ngajarin gitu. Maklum, komunikasi di antara ayah dan ibunya kasar, jadinya anak ngikutin”. Ampuun!

Ngeri banget deh kalo sejak kecil kita udah belajar yang keras dan kasar. Komunikasi yang terekam di benak kita jadinya ya itu tadi, kata-kata kasar dan nggak santun banget. Pernah juga saya mendapati anak usia tiga tahunan yang ngomongnya kasar abis. Kata-katanya yang dikeluarkan nggak santun. Seperti mengucapkan, “Gua pukul lo!”, “Gua hajar lo!”. Lha, itu anak kecil. Masih tiga tahun. Tapi kata-katanya sungguh bikin risih. Maka, saya sendiri sungguh sangat khawatir kalo anak sejak kecil udah seperti itu. Usut punya usut, ternyata ibunya juga kalo berkomunikasi seperti itu. Walah, benar juga pepatah Belanda: Buah apel nggak bakalan jatuh jauh dari pohonnya (**kecuali pohon apelnya pinggir sungai dan ketika buahnya jatuh kebawa palid alias hanyut di sungai hehehe..)

Memang, anak kecil itu belajar berkomunikasi dari apa yang dilihatnya di lapangan saat main atau saat ngobrol dengan ortunya, plus nonton televisi. Kalo yang ditontonnya baik, insya Allah kebawa baik. Kalo yang dia dapati kata-kata yang santun dalam komunikasi dengan temannya atau ortunya, maka insya Allah itu pula yang keluar. Soalnya, saya merasakan betul gimana ‘cerewetnya’ ibu saya dalam mengingatkan supaya saya bertutur kata yang santun. Pernah suatu ketika saya ngomong istilah kasar dalam bahasa Sunda, langsung dipelototin sambil bilang kalo itu nggak baik. Kalo itu nggak sopan. Karena sering mendapati informasi seperti itu. Diajarkan dan diingatkan, maka alhamdulillah kebawa memorinya sampe sekarang.

Begitu pun dalam bergaul dengan teman-teman, pasti diminta supaya omongan saya tuh yang baik dan sopan-santun. Nggak boleh kasar. Meski cukup mengekang, tetpi ternyata itu memang cukup bagus dalam mengajari saya. Itu sebabnya, saya juga sering merasa khawatir kalo anak-anak saya komunikasinya kurang santun atau malah nggak santun. Memang susah untuk menjaga terus menerus. Paling-paling yang kami lakukan adalah dengan memberikan pengertian. Kami ajak ngobrol anak-anak dengan bahasa yang baik. Kalo kebetulan terkontaminasi karena udah gaul di luar bareng temen-temennya, kami coba perhatikan dan cek tutur katanya dalam komunikasi. Jika ada yang nggak santun, langsung diperingatkan. Terus dan terus. Supaya ada pembanding baginya. Sebab, kalo dibiarkan, anak-anak akan merasa bahwa hal itu boleh. Alhamdulillah, sampai saat ini (dan semoga seterusnya), jika anak-anak kami menyampaikan kata-kata yang kurang santun, setelah kami tatap matanya dan sambil bilang bahwa itu nggak boleh, biasanya anak-anak langsung mengubah kata-katanya dengan kata-kata yang santun yang kami ajarkan.

Sobat gaulislam yang keren, ini sekadar contoh bahwa santun berkomunikasi itu harus diajarkan sejak kecil. Gimana pun juga, komunikasi yang baik yang diberikan sejak kecil akan terekam dengan kuat. Insya Allah sampe besar. Sehingga, pas udah gede itu nggak terlalu berat untuk meng-upgrade-nya menjadi lebih baik lagi. Karena udah punya dasar. Umumnya sih begitu.

Oya, santun berkomunikasi ini tentunya sangat diperlukan lagi jika kita sering kontak dengan temen-teman. Apalagi sebagai pengemban dakwah. Tutur kata yang santun itu akan memberikan nilai tambah buat kita. Bahasa tubuh yang menyenangkan saat berkomunikasi dengan lawan bicara juga akan memberikan imej baik buat kita. Sorot mata yang penuh perhatian, senyuman, atau sekadar tulisan saat kirim SMS atau diskusi di mailing list akan memberikan kesan kepada lawan bicara kita bahwa kita santun dalam berkomunikasi dengannya. Bukan tak mungkin kan kalo akhirnya kita dihormati dan disegani. Meski kita secara keilmuan mungkin pas-pasan. Iya kan? Buktikan saja!

Perhatikan tutur kata

Pernah nggak denger obrolan orang yang berkomunikasi di antara mereka dengan kata-kata kasar? Kalo saya sering. Itu sebabnya, saya merasa risih. Misalnya, ada anak SMP, pas di warnet main game online teriak sama temannya, “B*****T! Jangan curang lo!”. Kontan saya kaget. Wah, sungguh komunikasi yang nggak santun. Begitu dipelototin sama pengguna warnet lain dan ditegur, termasuk saya yang posisinya agak jauh dari tempat dia duduk, dia malu-malu sambil berbisik ke teman di sebelahnya. Nggak tahu apa yang dibisik-kannya. Tapi, mungkin karena udah kebiasaan, meski udah ada yang negur beberapa saat kemudian, begitu lagi. Bahkan akhirnya jadi rame karena teman lainnya ikuta ngoceh. Waduh, gimana jadinya kalo remaja muslim kayak gini semua?

Sobat gaulislam rahimakullah, tutur kata kita sangat boleh jadi mencerminkan siapa diri kita. Kalo kamu coba rajin merhatiin bahasa di film-film, ada tokoh antagonis dan ada tokoh protagonis. Kalo tokoh antagonis, pasti kata-kata yang keluar biasanya makian, sumpah serapah, dan kata-kata yang sangat tidak santun (iya, mana ada sih preman bilangnya: “Maaf Mas, kaki saya keinjek” Atau, “Kamu punya uang nggak? Kalo nggak punya uang nggak apa-apa, saya nggak jadi nodong”). Hahaha..lucu kalo preman kayak gitu. Umum-nya preman ya kata-katanya kasar dan sangat tidak santun. Karena sangat boleh jadi merupakan senjata untuk menakuti-nakuti.

Sementara tokoh-tokoh protagonis di film, biasanya menggunakan bahasa yang santun. Tutur kata yang baik dan bagus. Meski lawannya berbicara dengan bahasa yang kasar dan sama sekali tak santun. Iya kan?

Jadi intinya, tutur kata yang kita ucapkan pasti secara nggak langsung akan memberikan penilaian kepada orang lain bahwa kita tuh kepribadiannya nggak jauh beda dengan apa yang kita ucapkan. Terus terang nih, kita pasti menaruh hormat kepada orang yang tutur katanya santun. Karena apa? Karena jelas ia udah menghargai dirinya dengan berkomunikasi secara santun kepada orang lain. Bukan hanya itu, dengan santun berkomunikasi kepada orang lain, itu sama artinya dengan menghargai orang lain yang diajak bicaranya. Ini nilai tambah. Insya Allah lawan bicara akan menaruh hormat kepadanya. Ia akan hati-hati berbicara dengan orang yang santun tutur katanya. Khawatir ia juga akan merasa salah mengucap-kan. Tuh, enak banget kan? Kita bukan hanya dinilai karena menghormati orang lain, tapi orang lain juga akan menghormati kita. Jadi, tolong ya perhatikan tutur kata kita yang baik dan santun saat berkomunikasi karena akan mencerminkan siapa kita di hadapan orang lain.

Itu sebabnya, kayaknya ada benarnya juga apa yang disampaikan Fisher, nama lengkapnya B. Aubrey Fisher, yang menulis buku Interpersonal Communication: apragmatics of Human Relationship, mengemukakan bahwa ketika kita berkomunikasi dengan orang lain, proses intra pribadi kita memiliki paling sedikit tiga tataran yang berbeda. Tiap tataran tersebut akan berkaitan dengan sejumlah ‘diri’ yang hadir dalam situasi antarpribadi, yaitu pandangan kita mengenai diri kita sendiri, pandangan kita mengenai diri orang lain, dan pandangan kita mengenai pandangan orang lain tentang kita (S. Djuarsa Sendjaja Ph.d dkk, Teori Komunikasi. Hlm. 46)

Jadi, ketika kita berkomunikasi dengan orang lain menggunakan kata-kata yang bisa aja kita anggap gaul, maka kita memposisikan diri sebagai orang yang gaul, kemudian dalam waktu yang bersamaan ketika lawan bicara kita nggak tahu apa-apa, maka kita akan memandang dan menilai bahwa orang lain itu nggak gaul, plus lawan kita pasti akan menganggap gaul juga. Iya kan?

Persoalannya sekarang, umumnya orang sangat menyukai sopan-santun. Itu sebabnya, tutur kata yang paling mungkin dirasakan oleh orang lain saat kita berkomunikasi dengannya menjadi penting untuk dilakukan. Supaya memberi kesan positif kepada kita. Apalagi yang akan kita sampaikan adalah dakwah, untuk menyampaikan kebenaran. Iya kan? Gimana jadinya kalo pengemban dakwah tutur katanya nggak nyenengin. Meski yang disampaikan benar, tapi karena caranya kurang santun, tetep aja orang nggak suka. Jadi, supaya kesan pertama aja begitu menggoda (dan ada peluang untuk melanjutkan ke tahap berikutnya dari hubungan tersebut), kita harus belajar untuk bertutur kata yang santun saat berkomunikasi dengan sesama manusia. Oke?

Bener lho. Bukan apa-apa, dengan kita santun dalam berkomunikasi, akan memberi kesan baik pada saat pertama kali bertemu dan berinteraksi dengan kita. Lemah lembut dalam bertutur kata dan bersikap, adalah bagian dari penghias komunikasi kita dengan orang lain. Rasulullah saw. bersabda: “Ya Aisyah, berlaku lembutlah! Sesungguhnya sifat lemah lembut itu dapat menjadi penghias dalam segala hal. Tanpa sifat tersebut, maka segala sesuatu akan mengandung kekurangan.” (Dalam kitab Penjelasan Kitab Sunan Abu Daud, hlm. 69)

Oke deh, mulai sekarang kita santun yuk dalam komunikasi kita dengan siapa pun. Semoga bermanfaat. [solihin | Twitter: @osolihin | Blog: www.osolihin,net]

1 thought on “Santun Berkomunikasi, Yuk!

Comments are closed.