Monday, 9 December 2024, 15:04
This image has an empty alt attribute; its file name is logo-gi-3.jpg

  gaulislam edisi 583/tahun ke-12 (17 Rabiul Akhir 1440 H/ 24 Desember 2018)

Belum lama ini, tepatnya Sabtu malam (22/12) lalu tsunami menghantam wilayah Serang, Pandeglang, dan Lampung Selatan. Sampai Senin pagi ini (24/12) korban sudah 229 orang meninggal dunia, ratusan lainnya menderita luka berat dan luka ringan, juga ada yang masih hilang, serta ribuan lainnya mengungsi. Innalillaahi wa inna ilaihi roojiuun. Semoga kaum mukminin yang wafat diampuni dosa-dosanya dan diterima amal shalihnya. Bagi keluarga korban diberikan kesabaran. Dan, bagi kita semua semoga kian meneguhkan keimanan kita kepada Allah Ta’ala dan tetap istiqomah dalam kebenaran Islam.

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Musibah demi musibah datang silih berganti mendera negeri ini. Bencana alam berupa gempa bumi, gunung meletus, tanah longsor, angin kencang, dan tsunami. Juli dan Agustus lalu Lombok digunjang gempa, Palu dan Donggala diterjang tsunami pada bulan September, dan kini tsunami Selat Sunda yang menerjang kawasan tersebut. Ya, negeri ini seperti sedang dibombardir dengan segala bentuk bencana alam. Bagi kita kaum muslimin, menyebutnya musibah. Semoga memang demikian adanya.

Oya, sebenarnya apa sih musibah itu? Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) versi daring (dalam jaringan) alias online, mu·si·bah n 1 kejadian (peristiwa) menyedihkan yg menimpa: dia mendapat — yg beruntun, setelah ibunya meninggal, dia sendiri sakit sehingga harus dirawat di rumah sakit; 2 malapetaka; bencana: — banjir itu datang dng tiba-tiba.

Oya, dalam Bahasa Inggris dikenal istilah disaster. Ternyata itu juga berasal dari Bahasa Yunani, lho: disastro, dis berarti ”jelek” dan astro yang berarti “peritiwa jatuhnya bintang-bintang ke bumi”.

Menurut Bahasa Arab, Musibah ~ ashaaba, yushiibu, mushiibatan yang berarti: mengenai, menimpa, atau membinasakan.

Lalu bagaimana menurut istilah syara’? Ahli tafsir Muhammad Husin Tabataba’i, dalam tafsirnya al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an, menuliskan bahwa musibah adalah kejadian apa saja yang menimpa manusia yang tidak dikehendaki.

Baik, berarti musibah itu sesuatu yang tidak dikehendaki (tidak diinginkan) oleh manusia. Kita, tentu nggak ada yang mau dapet musibah, kan?

Namun demikian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam menyampaikan bahwa bagi orang yang beriman apapun yang Allah Ta’ala berikan (kesenangan atau musibah) tetap diterima dengan lapang dada. Beliau bersabda (yang artinya), “Orang-orang beriman itu memang sangat mengherankan semua perkaranya serba baik, dan tak ada seorang pun yang seperti orang yang mukmin. Apabila dianugerahi kesenangan ia bersyukur, dan apabila tertimpa musibah, ia berlaku sabar. Hal inilah yang menjadikan dia selalu dalam keadaan baik” (HR Muslim)

Jangan lupakan Muslim Uighur

Tsunami Selat Sunda yang meluluhlantakan kawasan pantai yang membentang di sebelah barat hingga selatan Pulau Jawa dan sebelah timur hingga selatan Pulau Sumatera, khususnya kawasan Provinsi Lampung memang menyisakan duka bagi para korban. Kita semua berduka. Tetapi, dunia Islam secara umum memang sedang berduka. Muslim Uighur. Ya, saudara seakidah nun jauh di sana yang sedang menghadapi kekejaman rezim Komunis Cina juga pantas mendapatkan perhatian.

Sebelumnya (dan masih berlangsung) adalah duka muslim Rohingya, Suriah, Palestina, Afganistan, Irak dan banyak lagi termasuk di negeri kita yang dizalimi pemerintah sendiri. Kok dizalimi? Iya, misalnya persekusi terhadap ulama, bahkan kaum muslimin secara umum selalu diidentikan dengan aksi terorisme dan sikap intoleran terhadap keyakinan lain.

Namun dalam waktu yang bersamaan, gerakan OPM (Organisasi Papua Merdeka) yang sering melakukan teror tak pernah disebut kelompok teroris, hanya Kelompok Kriminal Bersenjata. Nggak adil  banget.

Tentu saja pelabelan dan tuduhan itu menyakitkan hati kita. Makin rumit dan runyam menjelang Pilpres 2019 ini, masing-masing pendukung capres/cawapres bersilat lidah dan saling menghina. Bukan tak mungkin ada yang bermain di air keruh dengan melakukan praktek adu domba. Jadilah sesama muslim saling bertengkar. Orang kafir dan munafik mengambil keuntungan besar dari konflik ini.

Oya, kalo kita harus peduli dengan sesama muslim di belahan negara lain, suka ada aja yang nyinyiran or cibiran, “Ah, jangan kejauhan deh mikirin Muslim Uighur, Suriah, Palestina dan lainnya, di sini juga banyak yang perlu dibantu!” Tetapi pada faktanya orang yang ngoceh seperti itu di media sosial umumnya cuma omdo alias omong doang, nulis doang. Ngebantu nggak, mendoakan nggak tahu deh. Tetapi nyinyirnya ngegas terus.

Bagi kita kaum muslimin, tentu semestinya akan memperhatikan banyak hal. Tingkat kemampuan akan menunjukkan tingkat kepedulian. Bagi individu, tentu kepedulian dengan memberikan minimal doa adalah sebuah perhatian juga, tanda cinta juga. Sesuai kemampuan. Apalagi  jika ikut membantu mengirimkan donasi berupa makanan, pakaian, dan juga uang. Bagi lembaga sosial (termasuk di dalamnya pemerintah), yang memang sudah memiliki kemampuan lebih dalam tanggap bencana, bisa terjun langsung ke wilayah bencana. Punya keterampilan khusus dalam menolong para korban, baik yang meninggal dunia maupun yang luka berat.

Ada tugasnya masing-masing. Saling sinergi. Nah, Muslim Uighur yang jaraknya ribuan kilometer dari negeri kita, tetap menjadi perhatian, lho. Kita tetap peduli. Di zaman sekarang ketika teknologi komunikasi dan informasi sudah canggih, informasi (termasuk opini) dari berbagai belahan dunia bisa dengan cepat tersebar dan kemudian diketahui manusia di berbagai belahan dunia lainnya.

Bumi yang besar ini, seperti terasa kecil ketika dihubungkan dengan jaringan internet. Kita bisa menjelajah berbagai tempat untuk mengetahui beragam peristiwa dunia hanya dari tempat duduk kita, baik sambil menggenggam smartphone maupun di belakang laptop. Semua informasi ada. Meski beragam bahasa, tetapi jika punya kemampuan menguasai bahasa tertentu akhirnya mengetahui dengan mudah isi berita tersebut.

Namun, perlu hati-hati juga bahwa informasi yang didapat belum tentu benar. Itu sebabnya perlu cek and ricek alias tabayun. Apalagi di media sosial bisa dengan mudah tersebar. Klik dan share dengan jari kita. Mudah dan bisa jadi murah.

Ya, bisa jadi berita seputar Muslim Uighur ada yang benar ada yang salah. Jangankan yang jauh seperti ini, berita bencana alam di negeri sendiri saja banyak yang hoax alias bohong. Mereka itu orang yang tidak bertanggung jawab. Namun demikian, sebagaimana kaidah mempercayai sumber berita, kita bisa menyeleksinya, salah satunya informasi dari muslim hukum asalnya bisa dipercaya (kecuali ada kondisi yang membuat tidak bsia dipercaya). Memang butuh waktu, tetapi yang kita inginkan adalah kebenaran, bukan asal cepat tersebar.

Bagaimana Muslim Uighur? Nih, secara singkat infonya. Berdasarkan catatan Ani Nursalikah, redaktur Republika.co.id, perjuangan Muslim Uighur untuk merdeka bermula pada abad ke-18 di saat Dinasti Qing menaklukkan Provinsi Xinjiang. Warga Uighur melakukan sejumlah perlawanan terhadap dinasti yang memerintah Cina hingga awal abad ke-20.

Bangsa Uighur adalah keturunan klan Turki yang hidup di Asia Tengah, terutama di Xinjiang. Namun, sejarah etnis Uighur menyebut daerahnya itu Uighuristan atau Turkestan Timur.

Negara Turkestan Timur dideklarasikan pada 1949. Namun hanya seumur jagung. Di tahun itu juga, Xinjiang resmi menjadi bagian Komunis Cina.

Menurut sejarah, bangsa Uighur merdeka telah tinggal di Uighuristan lebih dari 2.000 tahun. Tapi Cina mengklaim daerah itu warisan sejarahnya, dan oleh karenanya tak dapat dipisahkan dari Cina. Orang Uighur percaya, fakta sejarah menunjukkan klaim Cina tidak berdasar dan sengaja menginterpretasikan sejarah secara salah untuk kepentingan ekspansi wilayahnya.

Uighuristan merupakan tanah subur 1.500 mil dari Beijing, dengan luas 1,6 juta kilometer persegi atau hampir 1/6 wilayah Cina. Xinjiang adalah provinsi terbesar di Cina. Di utara, tanah Uighur berbatasan dengan Kazakhstan; Mongolia di timur laut; Kirgistan dan Tajikistan di barat laut; dan dengan Afghanistan-Pakistan di barat daya.

Ada dua kelompok etnis Muslim besar di Cina: Hui dan Uighur. Meski sama-sama Muslim, kedudukan kedua kelompok ini di masyarakat Cina sangat bertolak belakang.

Muslim Uighur yang aslinya berbicara bahasa Turki dengan tulisan Arab mempunyai populasi sekitar delapan juta orang. Etnis Hui diperkirakan berjumlah 11 juta orang. Mereka tersebar di berbagai penjuru Cina. Namun, mereka paling banyak berada di Kawasan Otonomi Ningxia Hui.

Tidak seperti Hui, Uighur menghadapi sejumlah diskriminasi. Laporan Human Rights Watch 2013 tentang Cina mengatakan atas nama upaya kontraterorisme dan antiseparatisme, pemerintah mempertahankan sistem diskriminasi etnis terhadap Uighur dan secara tajam mengekang ekspresi agama dan budaya.

Pada Juli 2014, sejumlah departemen pemerintah Xinjiang melarang pegawai negeri Muslim berpuasa selama Ramadhan. Pengawasan terhadap masjid dan sekolah Islam juga sangat ketat. Anak-anak Muslim yang bersekolah diminta menandatangani kontrak yang isinya mereka berjanji tidak shalat, berpuasa, dan pergi ke masjid.

Yang terbaru adalah adanya sebuah kamp penahanan dimana satu juta Muslim Uighur dipaksa menjalani indoktrinasi. Badan HAM PBB mengatakan etnis minoritas itu disekap dalam fasilitas rahasia. Laporan tersebut mengatakan sekitar dua juta etnis Uighur dan minoritas Muslim ditahan di sebuah kamp politik guna menjalani proses cuci otak.

Sejumlah kesaksian dari warga Uighur menyebut mereka hidup ketakutan di Cina. Mereka merasa diperlakukan layaknya musuh negara.

Satu jiwa, satu raga   

Sobat gaulislam, musibah kadang mempersatukan hati kita. Menautkan hati kaum muslimin meski secara fisik jarak satu dengan yang lainnya terpisah jauh. Saya di Bogor, tetapi rasanya dekat dengan saudara di kawasan yang terkena bencana Tsunami Selat Sunda. Bukan hanya karena faktor bahasa dan tempat yang masih sama-sama bagian dari wilayah Indonesia, tetapi karena satu keyakinan, yakni sesama muslim. Faktor satu keyakinan inilah yang sebenarnya menyatukan miliaran kaum muslimin di berbagai tempat.

Maka, ketika musibah menimpa kaum muslimin Uighur, kita di negeri ini pun merasa terpanggil untuk peduli. Minimal mengirimkan doa. Boleh juga melakukan protes di lapangan meminta pemerintah untuk peduli dan menggunakan kewenangannya sebagai negara untuk melakukan tindakan ril yang bukan sekadar doa dan bantuan dana. Kekuatan yang mestinya dilakukan negara untuk menolong sesama muslim di Uighur yang mendapat musibah adalah tekanan diplomatik misalnya mengancam akan memutuskan hubungan politik, ekonomi, dan juga sosial jika pemerintah Cina tidak menghentikan kekejamannya terhadap muslim Uighur. Lebih keren lagi kalo pemimpin negeri ini mengirimkan militer ke sana untuk membebaskan saudara kita dari kekejaman rezim Komunis Cina.

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda (yang artinya), “Perumpamaan kaum mukmin dalam sikap saling mencintai, mengasihi dan menyayangi, seumpama tubuh, jika satu anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh yang lain akan susah tidur atau merasakan demam.” (HR Muslim)

Semoga musibah dan musibah yang menimpa kaum muslimin, baik yang secara langsung merasakan penderitaannya seperti saudara-saudara kita yang terdampak Tsunami Selat Sunda, maupun saudara kita di Uighur, Afghanistan, Irak, Suriah, Palestina, Rohingya, Yaman, dan lainnya, serta kita semua yang tetap perlu bersabar karena ketidakmampuan kita menolong saudara-saudara kita tersebab berbagai kendala.

Semoga musibah tersebut merupakan ujian dari Allah Ta’ala untuk meningkatkan keimanan kita kepada-Nya. Maka, tetaplah bersabar atas musibah ini.

Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika Allah menginginkan kebaikan pada hamba, Dia akan segerakan hukumannya di dunia. Jika Allah menghendaki kejelekan padanya, Dia akan mengakhirkan balasan atas dosa yang ia perbuat hingga akan ditunaikan pada hari kiamat kelak.” (HR Tirmidzi no. 2396)

Juga dari hadits Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya pahala besar karena balasan untuk ujian yang berat. Sungguh, jika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menimpakan ujian untuk mereka. Barangsiapa yang ridho, maka ia yang akan meraih ridho Allah. Barangsiapa siapa yang tidak suka, maka Allah pun akan murka.” (HR Ibnu Majah no. 4031)

Sobat gaulislam, semoga pula musibah demi musibah yang mendera kita, kaum muslimin, kian meneguhkan keyakinan kita untuk tetap beriman kepada Allah Ta’ala, tetap bersabar, dan menumbuhkan semangat juang untuk saling menolong sesama saudara kita, serta bisa menggerakkan perjuangan untuk segera menyelesaikan berbagai problem kehidupan kita. Berjuang untuk menegakkan syariat Islam di muka bumi ini, agar kaum muslimin di negeri ini dan di berbagai tempat di bumi ini terselamatkan di dunia dan di akhirat. Insya Allah. [O. Solihin | IG @osolihin]