Monday, 9 December 2024, 01:46

gaulislam edisi 470/tahun ke-10 (23 Muharram 1438 H/ 24 Oktober 2016)

 

Sobat gaulislam, akhir-akhir ini kalo kamu getol nyimak peristiwa sosial dan juga politik serta hukum dan lainnya, mestinya tahu juga dong soal pelecehan dan penghinaan terhadap salah satu ayat di al-Quran yang dilakukan seorang gubernur nonmuslim. Itu seharusnya sudah cukup membuat kita prihatin dan tergerak hati dan pikiran serta tenaga untuk membela Islam dan kaum muslimin. Wajar jika pada 14 Oktober 2016 lalu puluhan ribu umat Islam melakukan aksi turun ke jalan dengan tuntutan agar polri menangkap pelaku penghinaan dan menjebloskannya ke bui.

Namun, kondisinya sampai tulisan ini dibuat dan diterbitkan, yang bersangkutan masih aman-aman saja. Diproses pun tidak, apalagi ditangkap. Itu sebabnya, bertebaran informasi di grup-grup WhatsApp dan media sosial lainnya yang mengajak kaum muslimin untuk melakukan aksi serupa (bahkan ditargetkan lebih banyak lagi jumlah yang ikut aksi bela Islam) pada hari Jumat awal November 2016 nanti. Bahkan, bila perlu seruannya sudah terkategori jihad. Luar biasa.

Oya, ngomongin dakwah dan jihad sebagaimana judul dalam buletin kesayangan kamu edisi ini, saya (atau kita semua) seharusnya jadi inget tentang perjuangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Ya, setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat berhasil mewujudkan pemerintahan Islam di Madinah, sebagai upaya untuk menyebarkan dakwah lebih kuat dan luas lagi, maka beliau mulai memikirkan berbagai penghalang dakwah, yakni dengan cara memeranginya.

Nggak kebayang sebelumnya kalo kaum Muslimin yang ketika di Mekkah jadi bulan-bulanan kafir Quraisy, ternyata akhirnya menjadi berwibawa dan punya kekuatan setelah dakwah di Madinah berhasil dan kemudian menyebarkan Islam di sana. Mendengar kaum Muslimin sudah memiliki kekuatan di Madinah, orang-orang kafir Quraisy mulai gerah dan cemas. Tapi, sudah terlambat karena jumlah kaum Muslimin semakin membengkak dan ini merupakan salah satu modal dalam perjuangan mengamankan dakwah.

Lalu, bagaimana kondisi kaum muslimin saat ini (apalagi remajanya)? Duh, terpaksa kudu mengurut dada atau geleng kepala tanda prihatin. Banyak jumlahnya, tetapi sebagian besar lemah ghirahnya, tipis imannya, dan juga cekak ilmunya. Maka, menghadapi satu orang kafir yang melecehkan salah satu ayat di al-Quran saja kita masih sempoyongan dan belum berhasil. Malu. Ayo, buktikan kepedulian kita!

 

Menghancurkan penghalang dakwah

Adakalanya upaya ‘show of force’ justru diperlukan untuk membuat gentar musuh yang emang bandel banget dan selalu nyari celah untuk menghancurkan kita. Seperti di masa lalu ada kafir Quraisy, adalah ganjalan utama dalam upaya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menyebarkan Islam ke luar Madinah. Maka, untuk menghancurkan halangan-halangan secara fisik inilah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengirimkan beberapa ekspedisi militer untuk menggentarkan kekuatan musuh.

Ekspedisi militer pertama dikirim oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah di bawah pimpinan Ubadah bin al-Harits bin al-Muthalib bin Abdu Manaf bin Qushai bersama-sama dengan 60 atau 80 orang pasukan kaum Muhajirin. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam nggak menyertakan satu pun dari kaum Anshar. Ubadah bin al-Harits bersama pasukannya pergi keluar Madinah hingga tiba di mata air Hijaz di bawah Tsaniyatul Marah. Di sana pasukan Islam bertemu dengan pasukan kafir Quraisy pimpinan Ikrimah bin Abu Jahal, tapi nggak terjadi pertempuran.

Pada waktu yang hampir bersamaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga mengirim pasukan kaum Muslimin di bawah pimpinan Hamzah bin Abdul Muthalib ke tepi pantai laut Merah, di kawasan ini mereka bertemu dengan pasukan Quraisy pimpinan Abu Jahal. Nggak terjadi peperangan. Menurut Dr Muhammad Rawwas al-Qal’ahji (dalam kitab Qira’atun Siyasiyah li as-Sirati an-Nabawiyah, hlm. 123. Lihat juga dalam kutipan di buku Peperangan Rasulullah saw., hlm. 165), ekspedisi militer ke daerah pantai laut Merah oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, adalah untuk mengganggu jalur perdagangan kaum Quraisy Makkah ke arah Syam, yang melalui jalur pantai laut Merah, sekaligus untuk memporak-porandakan barisan mereka. Dan, masih banyak lagi ekspedisi militer yang dilakukan sebagai upaya menggentarkan kekuatan musuh Islam, terutama kafir Quraisy.

Kalo sesuai kondisi sekarang, boleh juga turun ke jalan tuh untuk menggentarkan musuh-musuh Islam. Lebih bagus lagi nggak sekadar turun ke jalan, tetapi sudah punya agenda untuk melawan musuh-musuh Islam. Beneran!

 

From Madinah with love

Wah, mirip-mirip judul salah satu film James Bond ya? Ya, ini emang plesetan dari salah satu judul film agen MI-6 itu, From Russia with Love (1963) yang dibintangi oleh Sean Connery. Nggak ada hubungan apa-apa, kecuali judulnya yang saya plesetkan. Sekadar ingin ngasih kesan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mencoba mendakwahkan Islam dari Madinah untuk seluruh dunia dengan cinta.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya):“Dan tiadalah Kami utus engkau (ya Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam” (QS al-Anbiya [21]: 107)

‘Berbekal’ ayat ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mulai menyebarkan Islam ke pemimpin dunia yang ada saat itu. Menyampaikan rasa cinta bagi seluruh umat manusia. Pada tahun 6 H/628 M, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengirim utusan ke Heraklius (Kaisar Byzantium), Kisra (Kaisar Persia), Mukaukis (Penguasa Qibti Mesir), Raja Yaman, Raja Najashi, Raja Bahrain dll. (VCD Serial Sejarah Daulah Khilafah, el-moesa production, 2006)

Seterusnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam semangat banget untuk menyebarkan dakwah Islam ini keluar Madinah. Karena hampir selalu ada perlawanan terhadap dakwah, maka ekspedisi militer kerap mendampingi penyebaran dakwah untuk jaga-jaga kalo akhirnya akan dilawan dengan senjata. Kalo dilawan, ya apa boleh buat deh, kaum Muslmin kudu melayaninya.

Sobat gaulislam, Rasulullah memantapkan stabilitas dalam negeri dengan membuat perjanjian yang dikenal sebagai Piagam Madinah atara kaum Muslimin (Anshar dan Muhajirin) dengan kaum musyrik dan Yahudi di Madinah seperti Bani Qainuqa, Bani Nadhir, dan Bani Quraidah. Salah satu isinya adalah perjanjian untuk tidak saling menyerang.

Nah, dengan perjanjian itu, kondisi dalam negeri insya Allah stabil. Sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam fokus untuk meluaskan Islam ke luar Madinah. Kekalahan Quraisy dalam Perang Ahzab (627 M) merupakan salah satu poin penting keberhasilan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan kaum Muslimin untuk lebih fokus menyebarkan dakwah Islam ke luar Madinah. Karena penghalang dakwah yang paling berat waktu itu, yakni kafir Quraisy nggak bisa berkutik untuk melancarkan serangan. Apalagi mereka juga sebelumnya kalah di Perang Badar (624 M).

Pada tahun 628 M, terjadi Perjanjian Hudaibiyah, yakni perjanjian damai dengan jangka waktu maksimal 10 tahun, yang dibuat oleh kaum muslimin dengan Quraisy. Langkah politik Nabi (saw) yang bijak dan jitu. Antara lain untuk menghancurkan persekongkolan antara Quraisy dan Khaybar. Dengan demikian, kekuatan pihak Quraisy semakin Iemah.

Itu sebabnya nih, Rasulullah mulai mantap untuk berupaya menaklukan kekuatan-kekuatan besar yang ada saat itu. Salah satunya Romawi. Maka, pada tahun 629 M, terjadilah Perang Mu’tah, yakni perang antara pihak pasukan Islam dan Romawi. Pada perang ini, 3.000 pasukan Islam berhadapan dengan 200.000 pasukan kaum kuffar (100.000 pasukan gabungan dari kabilah-kabilah Arab yang dimotori Malik bin Zafilah dan 100.000 pasukan dibawa sendiri oleh Hiraklius). Pada waktu itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengangkat Zaid bin Haritsah sebagai komandan pasukan. Pada waktu mengangkat Zaid, beliau berpesan, “Jika Zaid gugur, maka Ja’far bin Abi Thalib (saudaranya Ali bin Abi Thalib, pen.). Jika Ja’far pun gugur, maka Abdullah bin Rawahah mengambil posisinya memimpin pasukan.”

Kaum Muslimin berperang dengan semangat dan keberanian yang tinggi sehingga mampu merepotkan pasukan Romawi. Nah, dalam perang yang tak seimbang tersebut semua komandan pasukan syahid. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hanya memberikan mandat kepada tiga sahabatnya yang sudah gugur itu untuk menjadi komandan pasukan, maka Tsabit bin Aqram mengambil bendera peperangan (ar-Raya) sembari berteriak lantang: “Hai kaum Muslimin, pilihlah seorang komandan yang pantas di antara kalian!” Nggak berapa lama kemudian mereka memilih Khalid bin Walid. (Taqiyuddin an-Nabhani, Daulah Islam (terj.), hlm. 146-147)

Khalid bin Walid yang jago taktik perang ini, yang sempat memukul mundur pasukan Islam ketika beliau masih jadi panglima perang Quraisy pada Perang Uhud, memilih merapatkan barisan dan mundur sesaat sampai malam menjelang dan peperangan dihentikan sementara. Nah, menyadari bahwa kekuatan musuh lebih besar dan kuat, akhirnya Khalid membagi-bagi pasukan dalam kelompok-kelompok kecil dan berpencar di beberapa tempat. Menjelang shubuh, mereka diminta untuk mengepulkan asap dan membuat kegaduhan. Efektif. Musuh menyangka bantuan pasukan Islam telah datang sehingga mereka cemas dan berpikir untuk pulang saja daripada menghadapi kekuatan kaum Muslimin yang diduga bertambah jumlahnya.

Sobat gaulislam, setelah itu kaum Muslimin melakukan Futuh Makkah (Penaklukan Mekkah) pada 630 M setelah kaum kafir Quraisy melanggar perjanjian Hudaibiyah. Makkah masuk dalam genggaman kekuasaan Islam. Nah, tanda-tanda Islam akan menyebar lebih jauh nampak setelah Romawi mundur dalam Perang Tabuk. Waktu itu pasukan Islam berjumlah sepuluh kali lipat dari jumlah pasukan ketika Perang Mu’tah. Dengan 30.000 pasukan ini, kaum Muslimin berangkat ke Tabuk. Lagi-lagi, kaum Muslimin menang tanpa berperang ketika pasukan Romawi mendapat informasi bahwa pasukan Islam datang dalam jumlah yang lebih banyak dari jumlah ketika Perang Mu’tah. Mereka mungkin kepikiran, 3.000 orang saja udah merepotkan, gimana kalo sepuluh kali lipat dari itu. Akhirnya pasukan Romawi yang pengecut itu menarik mundur dari Tabuk. Karuan aja ini membuka jalan bagi Islam untuk menyebarkan dakwah lebih luas lagi.

Tabuk diduduki sekitar sebulan sambil menyebarkan dakwah di wilayah jajahan Romawi dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menggunakan kesempatan itu untuk mengajak mereka masuk Islam dan bergabung dengan kekuatan Islam. Nggak tanggung-tanggung, akhirnya wilayah Ailah, Jirba’ dan Adzrah bersedia taat dan tunduk kepada pemerintahan Islam. Berarti dengan demikian, batas kekuasaan Islam di jazirah Arab bagian utara telah aman. (ibidem, hlm. 173)

Dua tahun setelah penaklukan Makkah dan Perang Tabuk, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat. Meski demikian, pasukan yang dikomandani Usamah bin Zaid (18 tahun) yang telah diberangkatkan lebih dulu seusai haji Wada’ ke Syam (Romawi) tetap melanjutkan perjalanannya.

Setelah itu, era kepemimpinan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diteruskan oleh para Khulafa ar-Rasyiddin dan khalifah-khlaifah kaum Muslimin lainnya hingga berakhir pada 3 Maret 1924. Islam berkembang pesat dalam rentang waktu yang panjang setelah Rasulullah wafat (632-1924). Berarti ada sekitar 1200 tahun lebih Islam menjadi adidaya dan kekuatan baru di dunia. Bahkan Persia dan Romawi yang menjadi negara kuat pada waktu itu ketar-ketir bin cemas dengan kekuatan Islam. Kekuasaan Islam yang bertahan lama ini menjadi jaminan bahwa Islam adalah ideologi yang mampu memimpin dunia dengan benar dan baik. Bandingkan dengan Sosialisme yang diemban Soviet yang cuma berumur 70 tahunan. Begitu pula dengan Kapitalisme yang di-launching sejak tahun 1700-an. Meski baru 300-an tahun disebar, tanda-tanda kehancurannya udah nampak jelas.

Oya, kemenangan demi kemenangan dakwah Islam yang dilancarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selama di Madinah diabadikan dalam al-Quran (terutama sejak penaklukan Mekkah). Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepadaNya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.” (QS an-Nashr [110]: 1-3)

Kita perlu merenung kalo melihat kondisi kita saat ini. Jumlah memang banyak, tetapi kita seperti buih di lautan. Terombang-ambing nggak keruan. Besyukur masih ada yang peduli walau jumlahnya tak sebanyak yang cuek. Lebih miris lagi, karena ada juga segelintir muslim yang malah membela kebatilan. Makin parah. Semoga penjelasan tentang dakwah dan jihad bisa menjadi penyemangat kita untuk sadar dan bangkit membela Islam dan kaum muslimin. Minimal saat ini, ikut peduli untuk membantu kaum muslimin yang berdakwah dan berjuang membela Islam. Yuk!

Sobat gaulislam, semoga informasi sekilas dan singkat ini (walau kalo dalam edisi buletin ya jadinya panjang juga) menjadikan kamu makin bangga dan percaya diri menjadi Muslim. Sekaligus menghargai jasa-jasa pendahulu kita yang sudah dengan gagah berani menyebarkan Islam hingga kita mengenalnya dan memeluknya dengan sepenuh hati. Sebagai ‘balas jasa’, rasanya pantas banget kalo kita kini tampil bangga dengan Islam dan banga pula menjadi Muslim, sekaligus tentunya siap menjadi pejuang dan pembela Islam. Are you ready? [O. Solihin | IG @osolihin]

1 thought on “Dakwah dan Jihad

Comments are closed.