Thursday, 18 April 2024, 09:03

gaulislam edisi 232/tahun ke-5 (10 Jumadal Uulaa 1433 H/ 2 April 2012)

 

Afwan bin sorry alias punten binti maaf. Halah, nih bahasa campur-aduk kayak gado-gado. Lho kok kenapa kata-kata di awal kalimatnya ujug-ujug alias tiba-tiba minta maaf? Begini ceritanya. Meski mungkin nggak ada hubungannya (lho?). Minta maaf ini sebenarnya ditujukan kepada redaktur gaulislam yang udah bela-belain bikin tulisan. Hingga ditungguin di akhir deadline, tapi kemudian pagi hari menjelang dicetak malah diganti dengan tulisan baru. Sebabnya, tema yang hendak kita bahas sekarang ini lebih ‘seksi’, lebih bikin ngiler dan bikin jakun kamu turun-naik menelan ludah (*lebay!)

Lebay? Hehehe.. nggak juga sih. Nggak apa-apa akan menggunakan istilah dan bahasa yang kayak penggambaran pada alinea di atas? Apa yang bikin saya, sebagai editor gaulislam, mengubah tema tulisan? Karena eh karena seminggu terakhir ini marak unjuk rasa mahasiswa dan juga elemen masyarakat yang menolak rencana kenaikan BBM (yang mungkin saja ketika tulisan ini terbit di buletin kesayangan kamu pada 2 April 2012 udah ada keputusan dari pemerintah: dibatalkan atau ditetapkan kenaikan harga BBM tersebut, dan kamu udah tahu kan jawabannya sekarang).

Bro en Sis, terlepas dari itu semua, yang bikin saya geregetan untuk menulis tema ini adalah karena tergelitik dengan istilah revolusi. Contoh misalnya: “BBM Naik, SBY Turun”, “Ganti Sistem Ganti Rezim”, dan slogan-slogan lainnya yang bernada revolusi. Wah, gaulislam  ngomongin politik dong? Lho, emangnya nggak boleh? Emangnya tabu? Remaja nggak berhak ngomongin dan aktif berpolitik? Ooppss.. jawaban atas pertanyaan itu mudah saja. Ngomongin politik dan beraktivitas politik bagi remaja ya boleh-boleh saja. Nggak tabu. Emangnya yang umumnya dilakukan bagi remaja cuma ngomongin pacaran, ngebudah soal musik, ngobrol ampe dower soal gaya hidup kaum seleb? Nggak lah. Remaja kudu cerdas, remaja harus serius juga (meski dengan gayanya yang khas remaja), plus jadi remaja beriman dan giat berdakwah serta berprestasi di sekolah. Wuih, ideal bin keren lah. Ya, memang demikian harusnya, mumpung masih muda kudu nunjukkin kalo remaja adalah agent of change (agen perubah). Apa yang harus diubah? Banyak. Ubah diri kita yang tadinya malas jadi rajin, ubah kebiasaan buruk ngerokok jadi antirokok, ubah kelakuan yang doyan maksiat jadi remaja taat syariat. Semoga ya.

 

Revolusi itu: perubahan

Sobat muda muslim pembaca setia gaulislam, sebenarnya istilah revolusi lebih dahsyat pengaruhnya ketimbang disebut berubah atau perubahan semata. Kalo dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), revolusi diartikan: perubahan ketatanegaraan (pemerintah atau keadaan sosial) yang dilakukan dengan kekerasan (seperti dengan perlawanan bersenjata). Sementara arti kata “ubah atau berubah” dalam KBBI diartikan: menjadi lain (berbeda) dari semula atau bertukar (beralih, berganti) menjadi sesuatu yang lain. So, dengan pengertian seperti ini maka istilah revolusi efek bahasanya lebih hebat ketimbang sekadar ubah atau berubah.

Nah, masalahnya adalah, apakah revolusi harus selalu identik dengan kekerasan? Nggak adakah revolusi yang dilakukan dengan tanpa darah? Kita, saat ini udah dijejali dengan fakta dan informasi bahwa revolusi selalu identik dengan kekerasan. Di televisi kita diperlihatkan bagaimana aksi massa yang berunjuk rasa sering berakhir ricuh. Fakta terakhir kita disuguhi gambaran aksi demo menolak kenaikan harga BBM yang dilakukan dengan cara anarkis. Sedih juga sih liat polisi dan pengunjuk rasa berjibaku saling pukul saling lempar. Entah siapa yang lebih dulu menyerang atau yang mempertahankan diri. Perlu ada penelitian khusus. Cuma memang kalo kedua kubu udah berhadap-hadapan dengan senjata di tangan, ya kemungkinan terlibat baku hantam sangat tinggi. Haruskah dengan cara ini untuk mengubah kondisi?

Nggak juga. Meski kadang kekerasan tak terelakkan alias sulit dihindari pada kondisi tertentu. Namun demikian, sebagai remaja muslim kita semua wajib tahu, apa sih dasar mengubah sesuatu itu? Apa pula cara yang dibutuhkan untuk perubahan itu? Sejatinya kita sendiri setiap hari berubah. Usia berubah, wajah berubah (dari baby face yang lucu kini jadi remaja cakep dan berwibawa, ciee.. pasti ada yang ngaku-ngaku nih). Selain usia dan wajah, perubahan juga terjadi pada tubuh kita, kadang sehat dan kadang sakit. Jadi, sebenarnya kita udah nggak asing dengan kata perubahan. Lalu perubahan seperti apa yang harus dilakukan agar lebih baik dalam segala hal: bagi kita, bagi keluarga, bagi masyarakat dan bagi negara serta agar bahagia di kehidupan abadi di akhirat kelak?

 

Revolusi dan kebangkitan

Bagi kamu yang cowok dan suka sepakbola atau info seputar sepakbola, pastinya sering dong menyimak perubahan strategi dalam sebuah pertandingan sepakbola untuk mencapai kemenangan. Seorang pelatih sebuah klub sepakbola yang kinerjanya rendah karena tim yang ditukanginya kalah melulu bisa diganti. Tujuannya untuk apa? Perubahan strategi dan penggantian pelatih (termasuk pemain) sebagai bagian dari upaya mencapai kemenangan agar bisa bangkit dari keterpurukan atau kondisi yang tak mengenakkan. Iya kan?

Nah, sekarang bagaimana dengan kita, remaja Islam? Tetap harus bangkit juga. Maka, jangan takut untuk berubah, jangan takut bila harus merevolusi diri kita, revolusi keluarga kita, revolusi masyarakat kita, dan akhirnya merevolusi kondisi negeri kita. Bukan mustahil lho kalo kita punya niat ikhlas dan caranya benar. Sure! Berarti kudu bangkit nih kita?

Yup, nggak ada jalan lain kecuali kita segera bangkit dari keterpurukan ini. Sebab, pastinya kita nggak mau dong jadi orang yang punya semangat minimalis. Qonaah boleh saja, tapi jangan sampe merasa puas dengan kondisi kita saat ini. Celakanya justru kondisi kita sekarang ini lagi ada di bawah. Kan aneh dong kalo nggak mau bangkit. Allah Swt. berfirman (yang artinya): “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” [QS ar-Ra’d [13]: 11]

Bangkit itu perlu, bahkan wajib sobat. Apalagi bila kita bicara tentang masa depan Islam. Ya, Islam. Agama yang selama ini kita anut, belum kembali ke puncak kejayaan setelah mengalami kemunduran. Dan yang berperan selama ini—disaat maju dan mundur—adalah kita, kaum muslimin.

Ketika Islam mencapai kegemilangan di masa Rasulullah saw. dan Khulafa ar-Rasyiddin serta pemimpin-pemimpin setelahnya, umat Islam sedang getol-getolnya menjadikan Islam sebagai pedoman hidupnya. Islam udah menyatu dalam pemahaman dan tingkah laku kaum muslimin di masa lalu. Mereka sama sekali tak mau mele­paskan diri dari Islam. Islam maju, ketika umat­nya juga lengket dengan ajaran Islam. Daripada melepaskan akidah Islam, lebih baik nyawa mela­yang. Lebih mulia kok di hadapan Allah ketimbang menggadaikan akidah demi kebahagiaan semu duniawi.

Bro en Sis rahimakumullah, tetapi sayangnya nih, begitu umat Islam menjauhi agama­nya, saat itulah Islam perannya mulai pudar. Semakin hari semakin hilang wibawanya. Umat Islam berlomba-lomba meninggalkan ajaran Islam. Jadi, upaya membangkitkan Islam dan kaum muslimin, adalah syarat mutlak untuk menjadikan Islam sebagai kekuatan handal di dunia ini. Dan ini tanggung jawab kita sobat. Oya, selain kudu memahami Islam lebih dalam lagi, kita juga dituntut untuk menanggalkan segala bentuk pemikiran dan budaya dari musuh-musuh Islam. Biar efektif, gitu lho.

 

Apa yang harus kita lakukan?

Demo anti kenaikan harga BBM yang kini marak, ada yang beralasan bahwa itu bagian dari perjuangan untuk mewujudkan perubahan. Hmm… boleh-boleh saja. Selama niat dan caranya benar. Saat ini yang diperlukan adalah kekuatan pemikira, kekuataan perasaan, serta kehebatan tingkah laku kaum muslimin dalam mengekspresikan perjuangannya untuk perubahan kondisi. Nggak asa jalan kayak gaya drunken master, nggak lembek, nggak ngambang. Tetapi tertib, tegas dan fokus pada perjuangan.

Bagi umat Islam, revolusi ini harus terjadi. Revolusi diri kita, lalu bersama-sama merevolusi negeri ini dari budaya yang nggak islami. Caranya praktisnya gimana? Menurut Syaikh Hafidz Shalih, menjelaskan sbb. (dalam Kitab an-Nahdhah, hlm. 132-155):

Pertama, setiap muslim kudu menyadari tugasnya sebagai pengemban dakwah. Allah Swt. berfirman (yang artinya):”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” [QS an-Nahl [16]: 125]

Kedua, setiap muslim harus memahami Islam sebagai sebuah mabda, alias ideologi. Dengan begitu, kita bisa menjadikan Islam sebagai pedoman hidup kita. Islam bukan hanya mengatur urusan sholat, zakat, puasa aja, tapi sekaligus mengurusi masalah ekonomi, politik, pendidikan, hukum, peradilan, pemerintahan, dsb. Ketiga, kita kudu berjuang menegakkan Islam. Keempat, melakukan kontak pemikiran dengan masyarakat, nggak cuma diem doang. Sebarkan ide-ide Islam kepada mereka. Kalo ternyata timbul pro dan kontra, itu wajar. Rasulullah saw. saja pernah merasakannya. Tenang. Kita di jalur yang benar. Kelima, harus jelas dalam berjuang. Artinya, kita kudu fokus dan membatasi mana yang pokok, dan mana yang cabang. Allah Swt. berfirman (yang artinya): “Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. [QS Yusuf [12]: 108]

Keenam, harus berani melakukan shiraul fikriy (pertarungan pemikiran) dengan berbagai ide sesat yang ada di masyarakat. Misalnya, sampaikan bahwa demokrasi sesat, nasionalisme itu tercela, sekularisme adalah bagian dari kekufuran dan sebagainya. Itu sebabnya, perjuangan Boedi Oetomo yang katanya sebagai tonggak kebangkitan, ternyata malah menuju kemunduran. Kenapa? Karena menyerukan nasionalisme. Nah, pemuda Islam, harus berani melawan itu semua!

Ketujuh, selalu meng-update perkembangan yang terjadi di masyarakat. Dan berikan solusinya dengan ajaran Islam. Kedelapan, kita harus bisa menunjukkan kelemahan dan kepalsuan sistem kufur yang tengah mengatur kehidupan masyarakat kita saat ini. Supaya mereka juga ngeh, bahwa selama ini ternyata hidup dalam lingkungan yang tidak islami. Itu sebabnya kita juga mengajak kaum muslimin untuk berjuang melanjutkan kehidupan Islam.

So, sudah siap merevolusi diri dan merevolusi negeri ini? [solihin | Twitter: @osolihin | Blog: www.osolihin.net]