Saturday, 20 April 2024, 13:02

gaulislam edisi 513/tahun ke-10 (28 Dzulqa’dah 1438 H/ 21 Agustus 2017)

 

Widih.. Judul gaulislam kali ini kok kedengerannya kayak judul sinetron Indonesia, ya? Hihihi.. Emang ada apa ya, dengan anak SMA? Kok bisa berdilema dengan cinta. Apa sih yang didilemain? Jadi gini nih, Bro en Sis, kronologisnya.

Siapa sih, remaja kayak kita ini (saya  juga remaja soalnya, hihihi) yang nggak tahu apa itu cinta? Itu loh, yang ada nuansa-nuansa merah jambunya. Eh, emang kalo ngomongin cinta selalu ke sana fokusnya? Hmm.. nggak juga sih. Sebab, ternyata makna cinta itu luas, loh. Cinta itu bukan hanya kepada lawan jenis saja. Tapi kepada Allah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam, ayah dan ibu, saudara, teman-teman, dan kaum muslimin. Bahkan ada cinta-cinta yang lain yang banyak sekali. Nah, cinta yang akan dibahas kali ini adalah cinta yang bernuansa merah jambu itu. Siap? Ciee..ciee..

 

Pacaran atau nikah?

Hmm… dilema cinta anak SMA itu: pacaran atau nikah? Bahkan dari zaman nenek dan kakek masih muda kita dulu, dilema ini juga sudah dirasakan. Karena masa remaja adalah masanya puber plus pengembangan diri, maka naluri-naluri yang ada di dalam diri juga semakin menampakkan wujudnya. Salah satunya adalah naluri melestarikan keturunan atau istilahnya adalah gharizah an-Na’u. Ciri-ciri bahwa naluri itu sedang berkembang ditandai dengan ketertarikan dengan lawan jenis. Kalau kita merasa tertarik pada lawan jenis, ada rasa senang ketika bersamanya, atau ciri-ciri fall in love lainnya, jangan khawatir, itu tandanya Bro en Sis sehat dan normal. Hihihi..

Rasa cinta itu adalah hal yang wajar. Ketika kita mendapatkannya, maka kita harus bersyukur kepada Yang Menciptakan rasa cinta ini. Yang salah adalah, ketika pelampiasannya kepada hal yang maksiat. Sebab, yang namanya naluri itu, ia pasti menuntut untuk dipenuhi kebutuhannya (walau tidak mutlak dalam pemenuhannya seperti kebutuhan jasmani). Dalam hal ini adalah pelampiasan rasa cinta. Islam telah memberikan solusi yang paling baik untuk memenuhi panggilan dari naluri ini.

Seperti yang Bro en Sis sering temukan di kehidupan kita sehari-hari, pelampiasan dari rasa cinta ini biasanya dijawab dengan cara yang salah, yaitu pacaran. Ini harus diingat, pacaran itu tidak dibolehkan dalam Islam. Jika ada yang melakukannya, ganjarannya adalah dosa. Karena pacaran adalah salah satu dari ciri-ciri mendekati zina. Di dalam al-Quran dijelaskan, “Dan janganlah mendekati zina,”. Nah, loh. Nggak percaya? Silakan cek deh di al-Quran surah al-Israa ayat 32. Beneran!

Ketika sudah mengerti bahwa pacaran itu dosa, lalu bagaimana solusinya? Tenang saja, semua masalah selalu ada solusinya dalam Islam. Satu-satunya solusi untuk memenuhi gharizah na’u adalah dengan menikah. Hmm… tapi untuk menikah, rasanya jelas tidak mungkin untuk saat ini. Alasannya beragam (selain aturan di negeri kita yang membatasi usia seseorang dibolehkan menikah). Mungkin dalam diri kita sendiri yang mempertanyakannya dengan bimbang. Memangnya umurnya sudah cukup untuk menikah? Kita kan, masih harus sekolah. Kemudian masih ingin mewujudkan cita-cita setinggi mungkin. Ingin kuliah dulu. Ingin cari pengalaman kerja dulu. Kalau pun memaksakan menikah, apakah kita sudah siap di usia dini ini? Dan banyak lagi pertanyaan bimbang lainnnya. Wah.. jadi galau, nih.

Ckckck.. kalau masalah kayak gini aja sih, kayaknya nggak pantas digalauin, Bro en Sis. Emangnya segitu utamanya ya, masalah dilema ini? Emangnya mikirin krisis ekonomi negara? Bukan, kok. Ini bukan masalah yang paling berat. Udahan, yuk, galaunya. Takdir tetap berjalan loh, walaupun kamu galau. So, let’s move on!

Bro en Sis, daripada galau sama masalah percintaan, lebih baik waktu yang berharga itu digunakan untuk mengerjakan hal-hal lain yang lebih penting. Apa itu? Banyak, loh. Kita kan, masih perlu untuk menuntut ilmu dan menggapai cita-cita kita. Sabar dulu aja, ya. Masalah menikah, In syaa Allah akan datang waktunya, kok. Daripada bergalau-galau yang jauh solusinya, lebih baik kita tetap bersemangat untuk berbuat yang terbaik untuk dunia dan akhirat kita.

Jangan lupa juga untuk menjaga diri dari pergaulan yang nggak sehat. Apalagi pergaulan yang cenderung maksiat. Jangan sampai deh, dekat-dekat sama yang namanya pacaran. Bukan artinya kita nggak boleh berteman atau berinteraksi dengan teman-teman yang lawan jenis. Tapi kita harus selalu menjaga diri dari hal-hal yang bisa mengundang setan untuk menggoda. Harus menjaga pandangan, hati, dan juga batasan-batasan interaksinya.

 

Nikah dini? Yang penting siap!

Oh iya, Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Tentang nikah dini, nih. Sebenarnya kalau kamu sudah merasa siap untuk beranjak ke jenjang pernikahan, nggak ada yang nggak mungkin, loh. Asalkan siap secara fisik dan mental. Juga persetujuan dari keluarga. Jangan sampai kita menganggap kalau menikah itu sama dengan pacaran. Menikah itu memerlukan syarat-syarat yang lebih banyak. Itu sebabnya, harus ada kesiapan yang matang. Minimal dari suaminya. Yang lebih bagus kalau dua-duanya mengerti. Walaupun masih ada yang meragukan tentang pernikahan dini, saat ini ternyata menikah dini sudah menjadi pilihan kebanyakan orang. Nikah dini setidaknya udah dicontohin tuh sama Alvin-Larissa. Tahu, kan?

Bro en Sis, pernikahan dini ternyata juga banyak ditentang. Alasannya kira-kira karena pernikahan dini meragukan usia pengantin yang dianggap belum cukup umur untuk menikah. Pernikahan memang tidak boleh diremehkan. Tapi bukan berarti tidak bisa dilakukan oleh usia pemuda. Sekali lagi, yang penting sudah siap. Karena ternyata umur bukanlah satu-satunya penanda kedewasaan seseorang. Ada remaja (atau malah anak kecil) yang sudah bisa bersikap dewasa. Tetapi ada juga orang dewasa yang justru bersikap kekanak-kanakan.

Oya, menikah itu adalah sunnah nabi. Menikah adalah solusi untuk menghilangkan kemaksiatan yang disebabkan pelampiasan di jalur yang salah dari perwujudan gharizah an-Na’u. Jika menikah dini dilarang, maka seharusnya pacaran lebih dilarang lagi. Sebab, pacaran sudah jelas maksiatnya. Ini yang berpahala dilarang, yang dosa malah dipersilakan. Jadinya maksiat deh, tuh. Betul apa bener?

Logikanya seperti ini, orang yang siap untuk menikah muda haruslah orang yang sudah siap. Siap secara akal, ilmu, finansial, dan lain-lain. Apalagi pernikahan itu bukan untuk main-main. Pernikahan itu adalah sesuatu yang serius. Maka orang yang siap menikah adalah orang yang bisa bersikap dewasa. Sedangkan orang yang lebih memilih untuk berpacaran, artinya ia merasa belum siap untuk masuk ke jenjang pernikahan. Tapi anehnya nekat maksiat malah berani ya? Buktinya berani pacaran, tapi nikah malah ogah.

Dari faktanya saja, ternyata hanya sedikit orang yang berpacaran dengan satu orang yang berujung pada pernikahan yang bahagia. Kebanyakan bahkan tidak sampai ke jenjang pernikahan, karena berakhir dengan putus atau mengganti-ganti pacarnya. Kalau begini jadinya, maka di mana kehormatannya? Kan kesannya jadi seakan hanya main-main saja. Betul nggak?

Oh iya, Bro en Sis,. Tentang pacaran, ternyata ada pacaran yang dibolehkan, loh. Tidak berdosa, dan justru berpahala. Apa tuh? Tentu saja pacaran setelah menikah. Hihihi.. Setelah menikah mah, bebas saja untuk berdua-duaan, bergandengan tangan, saling menyampaikan kata-kata romantis, bahkan dalam pernikahan yang dirahmati Allah, dua orang yang saling mencintai itu akan selalu disatukan hingga ke surga. Wah.. Siapa sih yang nggak mau?

 

Ayo, berpikir realistis!

Tapi kalau Bro en Sis merasa belum waktunya untuk menikah, nggak masalah juga, kok. Karena masih ada kewajiban-kewajiban lain yang masih harus diselesaikan. Yang penting, jangan sampai kita mengambil jalan lain. Pacaran misalnya. Itu mah, nggak banget deh!

Mungkin ada yang coba-coba menyangkal. Misalnya, nggak sampai maksiat, kok. Cuma jalan bareng aja. Nggak pegangan tangan dan lain-lain. Cuma status aja, kok. Yah, anggap aja ta’aruf sebelum nikah. Pacaran kita islami, kok. Huft.. hadeuuh ngakalin aja nih!

Bro en Sis, yang namanya pacaran islami itu hoax. Nggak ada yang namanya pacaran islami. Pacaran itu hukumnya positif dosa. Nggak ada kelonggaran dalam bentuk apa pun. Memang ada hubungan yang membolehkan interaksi secara umum antara laki-laki dan perempuan. Tetapi hanya dalam pendidikan, kesehatan, jual beli, dan pengadilan. Bahkan dalam interaksi-interaksi itu pun tetap harus ada pemisahannya. Tetap harus ada batasannya. Nggak bebas.

Sobat gaulislam, jika takut dilebur ombak, jangan bermain di tepi pantai. Jika takut terjerumus maksiat, jangan pacaran. Pacaran itu mendekati zina. Mendekati zina itu dilarang dalam Islam. Mendekatinya saja sudah dilarang, apalagi ngelakuinnya. Sudah jelas, pacaran adalah salah satu jalan menuju perzinaan. Maka pacaran juga dilarang. Titik. (#galak nggak nih?)

Mungkin oleh teman-teman yang pacaran kita akan dituduh nggak laku, jomblo, dan julukan lainnya karena kita memilih tidak pacaran. Tapi jangan khawatir. In syaa Allah ada hikmahnya. Allah tidak akan merendahkan hamba-Nya yang menaati perintah dan menjauhi larangan-Nya. Bahkan seharusnya kita merasa kasihan kepada teman-teman yang masih pacaran karena ia masih berada di jalan yang salah. Kita seharusnya mengingatkan dan menyadarkannya agar tidak terjerumus ke dalam dosa.

Jadi, Bro en Sis, haruskah kita dilema dengan masalah percintaan SMA kita? Jangan sampai, deh. Lebih baik kita  fokuskan diri untuk mengasah ilmu kita. Mengerjakan hal yang harus menjadi prioritas kita itu bisa menahan beban cinta, kok. Hihihi.. Fokus untuk belajar, meraih cita-cita, in syaa Allah bisa melupakan kegalauan kita untuk sementara. Toh, belajar memang harus lebih diutamakan untuk saat ini. Setuju? [Fathimah NJL | Twitter @FathimahNJL]