Thursday, 28 March 2024, 20:18

gaulislam edisi 569/tahun ke-11 (7 Muharram 1440 H/ 17 September 2018)

 

Mumpung momen Muharram kita bahas soal hijrah, yuk. Apalagi masih anget. Sebab, saat buletin kesayanganmu ini terbit, baru tanggal 7 Muharram 1440 H. Wuih, udah tahun baru aja ya. Pekan kemarin masih bulan Dzulhijjah 1439 H. Waktu terasa cepat berlalu.

Oya, sesuai judul edisi kali ini, kalo kita nyicil beli barang, kayaknya ada penjual yang ngebolehin belinya dicicil—yang penting lunas pada waktu tertentu. Namun, kalo kita hijrah tapi masih nawar, itu berarti niatnya masih setengah hati. Nah, nanti yang terjadi adalah hijrah yang nggak total. Kesannya pengen sih jadi baik, tapi setengah dulu ya baiknya. Setengah lagi masih suka dengan yang buruk. Idih, itu sih namanya nggak niat banget alias niatnya juga cuma setengah hati. Bisa dibilang belum ikhlas, malah.

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Segala sesuatu yang diawali dengan kurangnya niat, maka akan bermasalah di kemudian hari. Begitu pula kalo hijrahmu setengah hati, jadinya hijrah yang gagal. Sebab, nantinya bakal setengah-setengah melangkah dalam menjalaninya. Kalo udah setengah hati melangkah dalam proses hijrah, justru bakal menjauhkan dirimu dari istiqomah. Sebab, istiqomah itu butuh kekuatan niat. Nggak mungkin kita bisa semangat konsisten melakukan kebaikan kalo niatnya nggak full. Betul apa bener?

Oya, pengertian hijrah sepertinya udah pada tahu, ya. Sip. Hijrah sering dipahami sebagai ‘perpindahan’ dari suatu tempat ke tempat lain. Bisa juga bermakna ninggalin kebiasaan buruk lalu tetep ajeg dengan kebiasaan yang baik. Intinya, hijrah dari maksiat dan apa saja yang dilarang Allah Ta’ala kepada ketaatan yang diridhoi Allah Ta’ala. Nah, kan aneh banget kalo mau taat sama Allah tapi hati kita masih setengah-setengah menjalaninya. Berarti belum bener niatnya.

 

Niat itu penting

Benar. Niat yang kuat bakal bikin kita semangat untuk menjalaninya. Misal nih, kalo niat makan aja nggak kuat, nggak mungkin lah tuh makanan bisa sampai ke mulut kita, apalagi dikunyah dan sampai masuk ke lambung kita. Dijamin nggak bakalan.

Itu terjadi jika kita males makan dan ditambah makanan yang ada di hadapan kita bukanlah makanan yang kita suka atau jenis makanan enak. Nah, karena dari awal sudah males makan, berarti niatnya kendor. Apalagi disodorin makanan yang nggak disuka atau nggak enak. Makin tambah melempem deh niatnya. Udah mah males, ditambah kondisi makanan yang nggak membuat selera.

Berbeda halnya dengan orang yang niat makan itu bukan ngejar enak atau makanan yang disuka, tetapi untuk memenuhi rasa lapar dan haus agar tubuh bisa kuat diajak ibadah. Nah, orang dengan niat begini, dia nggak bakalan terpengaruh dengan kondisi yang ada, karena fokusnya pada tujuan dan target yang sudah disiapkan. Maka, dia akan tetap makan dengan lahap. Sebab, yang ada di pikirannya adalah bagaimana caranya bisa bertahan hidup dan makan sebagai bagian dari menguatkan kondisi fisik agar mau rajin beribadah.

Kondisi kayak gini bisa saja terjadi, lho. Misalnya pas kamu lagi ngekos atau di pesantren. Kamu yang jauh dari ortu pastinya pernah ngerasain kondisi nggak punya uang atau jatah uang bulanan udah menipis. Pada kondisi kayak gitu, berhemat adalah cara yang masuk akal dan pas di kantong. Makan seadanya jadi menu harian sampai batas waktu datang kiriman jatah uang bulanan. Bila kamu mondok di pesantren, maka uang sakumu kudu juga dihemat. Misalnya, untuk makan sehari-hari ngandelin jatah makan di pondok yang sehari 3 kali makan itu (pagi, siang dan sore)—yang mungkin saja ada makanan yang tidak kamu suka. Tapi mau gimana lagi, harus dibiasakan makan walau tidak suka, demi niat menjaga kondisi fisik agar bisa kuat ibadah. Bisa juga sering puasa sunnah Senin dan Kamis. Selain insya Allah dapat pahala, jadi memangkas uang jajan selama 2 hari dalam seminggu. Selain itu kamu belajar mandiri dan prihatin. Setuju?

Ya, intinya kalo niat udah kuat, maka insya Allah siap menghadapi kondisi apapun. Kekuatan niat akan menggerakkan kita meraih apa yang ingin kita dapatkan.Nah, dalam hijrah, niat juga kudu kuat. Nggak boleh setengah-setengah atau malah seadanya. Apalagi ini hijrahnya dari kebiasaan buruk kepada kebiasaan baik. Niat kudu seutuhnya kuat mau ninggalin maksiat menuju taat. Nggak kebayang deh kalo niatnya nggak kuat, jangan-jangan malah bikin ribet urusan di tengah jalan.

Dari Amirul Mukminin, Abu Hafsh ‘Umar bin al-Khattab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.” (HR Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 1907)

Penjelasan di rumayshocom tentang hal ini dituliskan bahwa niat secara bahasa berarti al-qashd (keinginan). Sedangkan niat secara istilah syar’i, yang dimaksud adalah berazam (bertekad) mengerjakan suatu ibadah ikhlas karena Allah, letak niat dalam batin (hati).

Kalimat “Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya”, ini dilihat dari sudut pandang al-manwi, yaitu amalan. Sedangkan kalimat “Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan”, ini dilihat dari sudut pandang al-manwi lahu, yaitu kepada siapakah amalan tersebut ditujukan, ikhlas lillah ataukah ditujukan kepada selainnya.

Sobat gaulislam, dengan demikian, karena niat itu penting banget dan akan menentukan amalan kita, maka ketika hijrah niatnya harus full (ikhlas) karena Allah Ta’ala, bukan karena yang lain. Jadi, niatnya harus ikhlas karena Allah Ta’ala. Menurut Ibnu Taimiyah rahimahullah, “Segala sesuatu yang tidak didasari ikhlas karena Allah, pasti tidak bermanfaat dan tidak akan kekal.”

 

Hijrah abal-abal

Aduh, jangan sampe deh hijrahmu abal-abal. Tahu, kan istilah abal-abal? Di KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), terkategori cakapan, yakni menandai kata yang digunakan dalam ragam tak baku. Abal-abal itu artinya bermutu rendah. Oya, sekadar tahu aja dalam KBBI, istilah abal-abal juga berarti kincir angin yang digunakan untuk mengusir hama, terbuat dari bambu dan mengeluarkan bunyi saat berputar. Eh, ada satu lagi istilah ini di KBBI yang berarti lebih serem, yakni penjahat kelas kakap. Tapi kita pilih arti yang pertama, ya.

Ya, jangan sampe hijrahmu abal-abal alias bermutu rendah karena nggak total mau berubah. Niat yang nggak kuat berdampak pada hijrah yang jadinya abal-abal. Misal nih, ya. Pengen bener jadi muslim, tapi masih belum kuat menjalani prinsip jadi muslim sejati. Awalnya masih nunda-nunda shalat berjamaah di masjid, tetapi ketika menyatakan diri pengen hijrah, masih ada tuh males-malesnya. Itu godaan, Bro. Kamu kudu kuatkan niat dan fokus pada niatmu. Paksakan diri untuk bergerak. Sakit memang, tapi itu hanya di awal saja. Setelahnya akan terbiasa setiap kamu berhasil melawan godaan itu. Insya Allah.

Seneng sih, ketika dakwah rohis jadi banyak pengaruhnya di teman-teman sekolah. Bangga dan bahagia bisa melihat teman yang tadinya pacaran melulu tapi setelah menerima dakwah temen-temen rohis, banyak teman yang hijrah dan ninggalin pacaran setotal-totalnya. Keren banget tuh hijrahnya. Salut.

Tapi kalo nemu kejadian yang nggak ideal dalam proses hijrah, kita juga sedih banget. Gimana nggak, ada teman yang hijrah tapi masih belum bisa move on dari kondisi sebelumnya. Pacaran yang bebas banget dia tinggalkan, tapi pas jadi ikut kegiatan rohis, dia juga malah tetap pacaran walau kini menamakan aktivitasnya sebagai pacaran islami. Waduh. Itu sih niat hijrahnya belum kuat dan hijrahnya masih tergolong abal-abal. Hmm.. kenapa bisa begitu ya?

Coba kira-kira kenapa alasannya? Ya, ada yang bilang karena hati masih terpaut ke masa lalu dan betah dalam kondisi yang membuatnya nyaman dengan masa lalu tersebut. Faktor teman bisa menjadi besar pengaruhnya. Beneran, lho. Kalo emang mau betulan hijrah niggalin maksiat maka tinggalkan juga tempat dan teman yang biasa kamu ngumpul di dalamnya. Khawatir kalo masih awal-awal hijrah, belum kuat nahan godaan dari teman dan tempat yang biasa dipake maksiat. Bisa-bisa malah balik lagi. Aduh, rugi bingitz itu.

Sobat gaulislam, kalo kamu dulunya ikut gabung di komunitas yang miskin manfaat (bahkan mendekati maksiat), lalu ada hidayah dari Allah Ta’ala melalui teman atau informasi yang membuatmu memutuskan untuk hijrah, bersyukurlah. Mohon kekuatan agar bisa meninggalkan komunitas tersebut dan diberi kemudahan untuk tetap taat di komunitas barumu bersama teman-teman hijrah lainnya. Memang nggak mudah, tapi harus dipaksakan untuk terbiasa.

Tetapi kalo hijrahmu abal-abal, maka kamu bisa jadi malah menjalani kehidupan barumu dengan anak-anak rohis, tapi juga tetap menjalani hari-harimu bersama komunitas penggemar anime dengan beragam kegiatan miskin manfaat lainnya. Aduh, jangan sampe gitu ya. Sebab, soal ajal itu kan kita nggak tahu datangnya, dan memang nggak dikasih tahu kapan datang ajal kita. Mending kalo pas meninggal kita lagi ngaji bareng teman-teman rohis. Alhamdulillah. Tetapi nggak kebayang gimana jadinya kalo pas ajal datang kamu lagi ngikuti event pake cosplay-nya Naruto. Jenazahmu digotong dalam balutan busana Naruto. Naudzubillah min dzalik.

 

Total berhijrah

Itu sebabnya, mulai sekarang kita belajar untuk berani meninggalkan secara total keburukan yang pernah kita lakukan. Harus berani dan punya semangat untuk meninggalkan keburukan. Kebaikan harus segera disambut dan dilaksanakan. Bahkan berlomba-lomba dalam membuat kebaikan. Yuk, total tinggalkan keburukan, jangan setengah-setengah lakukan kebaikan.

Firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan.” (QS al-Baqarah [2]: 148)

Suatu ketika ada seseorang yang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam seraya bertanya, “Wahai Rasulullah, sedekah apakah yang paling besar pahalanya?” Lalu, beliau menjawab, “Bersedekah selama kamu masih sehat, bakhil (suka harta), takut miskin, dan masih berkeinginan untuk kaya. Dan janganlah kamu menunda-nunda, sehingga apabila nyawa sudah sampai di tenggorokan maka kamu baru berkata, “Untuk fulan sekian dan untuk fulan sekian’, padahal harta itu sudah menjadi hak si fulan (ahli warisnya).” (HR Bukhari dan Muslim)

Sobat gaulislam, Rasul mulia shalallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda, “Bersegeralah menunaikan amal-amal kebajikan. Karena, saatnya nanti akan datang banyak fitnah, bagaikan penggalan malam yang gelap gulita. Betapa bakal terjadi seseorang yang di pagi hari dalam keadaan beriman, di sore harinya ia menjadi kafir. Dan seseorang yang di waktu sore masih beriman, keesokan harinya menjadi kafir. Ia menjual agamanya dengan komoditas dunia.” (HR Bukhari dan Muslim)

Yuk, jangan ditunda-tunda lagi untuk berbuat baik (dan tentu saja sekaligus segera meninggalkan keburukan). Kita tiap hari menikmati hidup dan kehidupan yang Allah Ta’ala berikan. Aneh banget kalo sampe kita nggak bersyukur dan nggak mau berubah untuk jadi lebih baik. Jangan sampe deh, hijrahmu setengah-setengah. Itu bisa menyulitkan hidupmu, Bro en Sis! [O. Solihin | IG @osolihin]