Tuesday, 16 April 2024, 20:37

gaulislam edisi 487/tahun ke-10 (23 Jumadil Awal 1438 H/ 20 Februari 2017)

Tak mudah memang menempuhnya. Tetapi dengan berbekal keyakinan akan pertolongan dari Allah Ta’ala, kamu akan baik-baik saja melewatinya. Tak perlu khawatir soal pertolongan Allah Ta’ala. Justru yang perlu dikhawatirkan itu adalah keyakinan kamu dalam menyikapi kondisi ini. Apakah benar-benar yakin bisa move on dari kondisi yang kamu rasakan. Itu memang soal perasaan. Kamu sendiri yang seharusnya berusaha lebih keras dan lebih semangat lagi.

Why? Sebab yang terpenting memang dorongan dari dalam kamu sendiri. Gimana pun besarnya daya tarik dari luar berupa inspirasi dan solusi yang diberikan, tetapi kamunya ogah tergugah dan nggak mau ngikutin saran dari luar sana, maka kamu tetap akan seperti sekarang ini. Nggak berubah. Percayalah, kondisi lingkungan itu tak seratus persen bisa mengubah pikiran dan perasaan kamu. Kondisi lingkungan itu bisa jadi daya gedornya untuk mempengaruhi individu hanya sekitar lima puluh persen saja. Namun jika individunya sama sekali tak menghiraukan kondisi lingkungannya, ya nggak ada yang akan mempengaruhi individu tersebut.

Kok bisa? Bisa. Begini penjelasannya. Jika kamu berada di lingkungan buruk, itu artinya kamu akan terus menerus berada di lingkungan tersebut. Memang, besar kemungkinan kamu akan terpengaruh. Sebab, umumnya faktor lingkungan itu besar tekanannya. Namun ingat, meski faktor lingkungan bisa mempengaruhi banyak individu, tetapi tak semua individu bisa terpengaruh. Buktinya, banyak juga kan orang yang kesehariannya di tengah masyarakat yang individunya doyan judi, tetapi tak semua masyarakat di situ individunya doyan judi. Tentu saja, ada faktor yang membuatnya bisa bertahan sejauh ini di lingkungan buruk namun pengaruh buruknya nggak mempan menyerap ke dirinya karena dirinya punya prinsip dan cara menolaknya.

Begitu juga seseorang yang sudah dikondisikan untuk hidup di lingkungan yang baik. Lingkungan ini semestinya bisa lebih banyak mempengaruhi perilakunya dan diharapkan bisa kebawa jadi baik oleh lingkungan tersebut. Memang, faktanya banyak yang kemudian jadi baik karena terpengaruh kebaikan lingkungan tempat tinggalnya, namun tak semua orang bisa jadi baik. Terbukti ada juga yang tak mau berusaha menjadi baik. Individu tersebut tidak mau terpengaruh dengan kebaikan. Ia tetap dalam keburukan yang sudah melekat di dalam dirinya. Ini menjadi bukti bahwa lingkungan tak seratus persen bisa mengubah semua individu di dalamnya.

Contoh nyata lingkungan yang baik untuk pendidikan adalah pesantren. Seperangkat aturan dan orang-orang yang berkomitmen menjadi baik bagi dirinya dan mengajak orang lain menjadi baik ada di sana. Namun, belum tentu kebaikan yang diterapkan mempengaruhi semua individu yang ada. Sejauh ini sulit untuk bisa baik 100 persen (sudah bagus sih bila yang baik mencapai 70 atau 80 persen dari total jumlah santri). Sebab, ada saja yang nggak mau diatur dan ogah diarahkan menjadi baik. Awalnya malas, lama-lama jadi menolak kebaikan. Sayang banget ya? Padahal udah ada di lingkungan yang baik.

Soal mantan pacar

Sobat gaulislam, ngomong-ngomong soal mantan pacar, siapa tahu memang abis Valentine’s Day kemarin banyak yang putus pacaran. Baik dengan alasan masing-masing udah nggak cocok karena memilih selingkuh, atau memang punya alasan lain untuk bubar pacaran karena meyakini bahwa pacaran bukan budaya Islam. Pendek kata taubat.

Nah, buat kamu yang udah sadar menerima nasib sebagai mantan dan mencoba melupakannya dengan cara bertaubat nggak mau pacaran lagi, maka cara yang tepat adalah segera meniti jalan kebaikan. Tak semua orang bisa melakukannya, lho. Itu sebabnya, ketika sudah merasa kecenderungannya ingin melakukan kebaikan, maka bersegeralah melaksanakannya. Jika masih terganggu alias nggak stabil, buru-buru cari teman yang baik untuk menuntun kamu ke arah kebaikan dan mendukungmu dalam kebaikan. Itu bisa kamu cari di lingkungan yang baik tentunya. Sebab, lingkungan yang baik itu berpeluang lebih besar mempengaruhi bagi kamu yang udah ada niat untuk mendapatkan kebaikan. Semoga antara niat dan jalannya sudah ketemu. Memang tak serta-merta langsung jadi baik, itu semua butuh proses. Namun, kamu setidaknya sudah menemukan cara untuk meniti jalan kebaikan tersebut. Tul nggak sih?

Jadi, nggak usah pesimis dengan status mantan pacar. Sama halnya nggak usah minder dengan status mantan preman. Itu justru bagus ketimbang mantan ustaz. Tuh, beda banget kan? Iya. Kamu yang kini jadi mantan, nggak usah malu dan bersedih. Nggak usah pula berusaha keras untuk balik lagi ke mantan kamu lalu melanjutan kisah cinta saat pacaran. Nggak usah juga ngotot ingin cari pacar baru dan pamerin di depan mantan untuk manas-manasin sekaligus nunjukin eksistensi diri bahwa pesonamumu belum habis karena masih bisa pacaran, meski dengan orang lain alias bukan mantanmu. Please, jangan lakukan itu. Itu bukan meniti jalan kebaikan, tetapi kamu melanjutkan jalan keburukan. Jadilah orang-orang yang sungguh-sungguh bertaubat. Nggak mau balik lagi dalam keburukan. Malah akan menjauhinya sama sekali dan menyesal banget.

Rasul mulia shalallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda: “Bersegeralah menunaikan amal-amal kebajikan. Karena, saatnya nanti akan datang banyak fitnah, bagaikan penggalan malam yang gelap gulita. Betapa bakal terjadi seseorang yang di pagi hari dalam keadaan beriman, di sore harinya ia menjadi kafir. Dan seseorang yang di waktu sore masih beriman, keesokan harinya menjadi kafir. Ia menjual agamanya dengan komoditas dunia.” (Hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim)

Barengi dengan taubat

Sobat gaulislam, siapa pun orangnya, pasti ia pernah melakukan dosa, kecuali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentunya, karena memang beliau ma’shum (terbebas dari dosa dan kesalahan) dalam penyampaian risalah Allah ini. Itu sebabnya, saya waktu ngaji dulu, ustadz saya sering mengatakan bahwa, “Orang yang bertakwa bukanlah orang yang selalu benar dalam hidupnya. Tapi orang yang bertakwa adalah ketika berbuat dosa, kemudian menyadari dan segera memohon ampunan kepada Allah Ta’ala.”

Rupanya ungkapan ustadz saya itu melumerkan kengototan saya waktu itu, bahwa menurut saya orang yang bertakwa selalu benar dalam hidupnya. Ini juga semakin menumbuhkan keyakinan dalam diri saya bahwa meski kita tak boleh salah dalam hidup ini, bukan berarti akan lolos dari kesalahan. Karena yang terpenting adalah menyadari kesalahan tersebut dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi sambil mohon ampunan kepada Allah Ta’ala.

Imam Ibnu Katsir menukil sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Seorang hamba tidak dapat mencapai kedudukan muttaqin kecuali jika dia telah meninggalkan perkara-perkara mubah lantaran khawatir terjerumus ke dalam dosa” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Ada keterangan lain yang menyebutkan bahwa orang yang bertakwa adalah orang yang mampu menjaga dan membentengi diri. Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu mengatakan bahwa muttaqin adalah orang-orang yang berhati-hati dan menjauhi syirik serta taat kepada Allah. Sedangkan Hasan Bashri mengatakan bahwa bertakwa berarti takut dan menghindari apa yang diharamkan Allah dan menunaikan apa-apa yang diwajibkan oleh Allah. Menjaga benar-benar perintah dan menjauhi larangan. Sedangkan Ibnu Mu’tazz melukiskan sikap yang mesti ditempuh seorang muslim agar mencapai derajat muttaqin dengan kata-kata sebagai berikut: “Tinggalkan semua dosa kecil maupun besar. Itulah takwa. Dan berbuatlah seperti orang yang berjalan di tanah yang penuh duri, selalu waspada. Jangan meremehkan dosa kecil. Ingatlah, gunung yang besar pun tersusun dari batu-batu kecil”.

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Ampunan Allah jauh lebih besar dari murka-Nya. Lagi pula, memohon ampunan Allah (bertobat) sekaligus mencerminkan kualitas ketakwaan kita kepada Allah. Karena orang yang bertakwa salah satu cirinya adalah segera mohon ampunan kepada Allah jika dia sudah menyadari kesalahannya. Jadi, nggak usah malu untuk bertobat en nggak usah merasa ribet. Jalani aja sambil terus belajar supaya nggak kecebur ke dalam jurang yang sama. Karena dengan belajar kita jadi tahu dan yakin bisa menjalani hidup ini dengan tenang. Cobalah. Mulai sekarang, berhenti berbuat maksiat, bubarin pacaran, dan nggak usah lagi mengingat mantanmu, lupakan seutuhnya, dan mulai berani meniti jalan kebaikan untuk masa depan kehidupan kita di dunia dan di akhirat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan pujian buat kita yang takwa dan taat pada ajaran Islam. Apalagi sebelumnya kita ahli maksiat (seperti aktivis pacaran, misalnya). Betul nggak? Indah nian ungkapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lima belas abad yang lampau: “…ada kaum yang akan datang sesudah kalian (para sahabat radhiallahu ‘anhum). Mereka percaya kepada (sekadar) kitab yang dibendel, lalu percaya dan mengamalkan ajaran yang terkandung di dalamnya. Mereka lebih utama daripada kalian. Mereka lebih besar pahalanya daripada kalian.” (HR Ibnu Mardawih dalam Tafsir Ibnu Katsir)

Tuh, ini pujian untuk orang yang beriman dan mengamalkan ajaran Islam. Tentu saja, ajaran Islam akan memberikan kebaikan bagi siapapun. Yuk, makin semangat meniti jalan kebaikan ya. Lupakan segala maksiat yang udah pernah kita lakukan. Lupakan pacaran, lupakan mantan pacarmu, lupakan Valentine’s Day, dan semua maksiat lainnya. Lalu? Ya, bertobat sekarang juga, sambil terus menumpuk amal shalih untuk bekal kebaikan kita di akhirat kelak. Semangat! [O. Solihin | Twitter @osolihin]