Monday, 9 December 2024, 04:37

gaulislam edisi 304/tahun ke-6 (12 Syawal 1434 H/ 19 Agustus 2013)

 

Bagi kamu yang ngikutin perkembangan berita sepekan terakhir ini, masih terasa suasana hari kemerdekaan Indonesia (17 Agustus), pastinya tahu juga dong peristiwa di Mesir? Mengetahui juga dong kejadian-kejadian seputar arus balik mudik lebaran? Mungkin juga ngeh hal-hal yang berkaitan dengan kasus penembakan polisi oleh orang tak dikenal? Ini baru peristiwa-peristiwa yang jadi trending topic (kalo mau pake istilah di twitter land). Peristiwa ‘sisipan’ juga sangat banyak: kriminalitas, narkoba, seks bebas, pacaran, pelacuran, korupsi dan sejenisnya. Ya, intinya semua peristiwa yang terjadi di negeri ini maupun negeri lain, lebih banyak berkaitan dengan kaum muslimin. Seringkali saya berpikir, kita ini banyak juga jumlahnya, tetapi bagai buih di lautan. Diombang-ambing ke sana ke mari nggak karuan.

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Mesir bergolak, mendidih dan berdarah. Kasihan banyak kaum muslimin yang jadi korban. Pada tanggal 14 Agustus 2013 aja, selama 7 jam, lebih dari 2000 orang rakyat Mesir meninggal dunia dibantai militernya sendiri di bawah komando Jenderal Abdel Fattah as-Sisi. Sampai buletin kesayangan kamu ini diterbitkan pada 19 Agustus 2013 (atau bertepatan dengan 12 Syawal 1434 H), Mesir masih berdarah. Kesal, marah, sebel, sedih dan perasaan lainnya campur aduk ngelihat saudara-saudara kita diperlakukan begitu. Okelah, kejadian di Mesir memang ‘judul utamanya’ soal kekuasaan dan politik dibalut intrik pengkhianatan. Tetapi, apakah militer Mesir harus memilih jalan kekerasan dan pembantaian untuk mencari jalan keluarnya? Toh, korbannya tetap rakyat dan kaum muslimin pula. Astaghfirullah.

Lain Mesir, lain pula Suriah, Palestina, Afghanistan, Irak, dan juga Rohingya. Di negeri-negeri ini, kaum muslimin juga menderita. Bedanya, di Suriah lebih dari 200 ribu kaum muslimin, justru dibantai oleh pemimpinnya sendiri yang berpaham syiah. Palestina? Jelas kaum muslimin di sana sudah dirampas haknya sejak Israel merebut tanahnya di tahun 1948 silam. Bagaimana dengan Afghanistan dan Irak? Menyedihkan karena sejak Amerika Serikat mengumumkan perang melawan terorisme di akhir tahun 2001, kedua negeri ini porak-poranda dan puluhan ribu rakyatnya, yang tentu saja banyak kaum muslimin terbunuh, jutaan lainnya menderita secara fisik dan mental. Satu lagi, Rohingya. Ya, kaum muslimin di negeri ini diperangi, dizalimi, dibunuh oleh penguasanya. Di Rohingya (Burma) ini kaum muslimin memang minoritas. Duh, bikin sedih total. Udah gitu, banyak kaum muslimin lainnya di belahan negeri lainnya justru cuek alias nggak mau tahu urusan mereka, sembari yang dipikirkan dan diurus semata diri mereka sendiri. Astaghfirullah.

Sobat muda muslim, ‘penggila’ gaulislam, saya menuliskan data—meski sekilas ini, bukan berarti nggak peduli dengan nasib saudara kita di sini, di negeri kita. Nggak. Cuma, memang kita kudu peka dan peduli dengan nasib seluruh kaum muslimin di seluruh dunia, karena mereka saudara kita. Tetap, saudara kita yang di sini juga dipikirkan dan dibantu. Itu sebabnya, supaya bisa ketangani semuanya, kita kerjasama satu sama lain. Jangan sampe deh, gara-gara kita hanya fokus yang dekat dengan kita aja, akhirnya kita nggak mau tahu dengan nasib saudara kita di negara lain. Begitu juga sebaliknya, hanya gara-gara keasyikan mikirin dan bantu saudara seakidah di negeri lain, eh malah kita mengabaikan saudara seakidah di negeri ini yang juga kesusahan. Nggak gitu juga kalee.. kita pikirkan dan bantu semuanya. So, mari bekerjasama dan eratkan ukhuwah di antara kita.

 

Saudara seakidah

Kita dan kaum muslimin di Mesir, Irak, Afghanistan, Rohingya, Suriah, Palestina dan di seluruh dunia memang dipisahkan oleh ruang dan waktu. Antara kita dengan kaum muslimin, saudara seakidah, terbentang lautan dan daratan yang luas sekali. Tapi, sebetulnya kita punya rasa, kita punya cinta, dan kita punya luka yang sama dengan mereka.

Bro en Sis rahimakumullah, saudara kita di Suriah, Irak, Palestina dan Afghanistan siap menggelorakan semangat jihad untuk melawan musuh-musuh Islam dan kaum muslimin yang telah menzalimi mereka. Khusus untuk Mesir, kita juga empati bahwa mereka dizalimi pemimpinnya sendiri. Itu sebabnya, kamu jangan cuek menyaksikan kejadian ini.

Coba, ketika saudara seakidah kita di sana meregang nyawa ditembus peluru musuh atau dari pemimpinnya yang zalim, kira-kira kita sedang ngapain: main basket? Nonton film dan konser musik? Atau tidur nyenyak? Atau malah sedang tawuran dengan teman sekolah lain? Ironi bukan?

Bagaimana pula ketika teman-teman kita menderita di pengungsian (khususnya di Rohingya) akibat diusir dari negeri mereka sendiri, kita sedang berbuat apa? Main gim? Pacaran? Seks bebas? Atau sedang asik melahap makanan ‘bule’ di resto kelas wahid dengan harga selangit dan mentingin gengsi supaya disebut anak gaul dan keren? Lalu dimana rasa peduli kita terhadap saudara sendiri?

Sobat gaulislam, saudara seakidah di Mesir, di Palestina, di Suriah, di Irak, di Afghanistan, di Rohingya dan belahan bumi lainnya sudah kenyang dengan segala penderitaan dan kekecewaan. Sekali lagi itu adalah saudara kita. Saudara yang seharusnya ‘bersatu’ dalam suka dan duka, dalam sedih dan gembira. Masihkah kita mengatakan, bahwa itu adalah orang lain? Tidak kawan, mereka adalah kita. Ya, kita. Bukan siapa-siapa dan bukan orang lain. Kaum muslim di Palestina, Suriah, Irak, Afganistan, Mesir, atau di negeri sendiri; Ambon, Papua, Aceh dan yang lainnya (termasuk tetangga kita), pokoknya seluruh kaum muslimin di penjuru dunia ini adalah saudara kita. Kita dipersatukan dan dipersaudarakan dengan Islam. Bukan dengan yang lain.

Nah, kalau pun sekarang kita nggak merasa bahwa itu saudara kita karena kita menganggap beda daerah, beda bahasa, dan beda negara. Itu adalah kesalahan besar. Ya, salah besar sobat! Ternyata ide nasionalisme telah membuat ‘dinding tebal’ di antara kita. Sehingga kita nggak bisa ‘menengok’ saudara kita yang tengah menderita.  Kita menjadi orang super cuek alias nggak mau peduli dengan urusan saudara kita sendiri. Tolong, sikap seperti itu jangan dipelihara, itu berbahaya bin gawat. Sekali lagi, kita bersaudara, bahkan seharusnya merasa sakit bila saudara kita disakiti dan merasa senang bila saudara kita berhasil. Sudahkah kita memiliki rasa itu?

Hadits ke-13 dari kumpulan Hadits Arba’in karya Imam Nawawi tertulis, “Dari Abu Hamzah (yaitu) Anas bin Malik r.a. pelayan Rasulullah saw., dari Nabi saw., beliau bersabda: “Tidaklah beriman seseorang di antara kalian, sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri.” (HR Bukhari-Muslim)

Dalam hadits yang lain, diriwayatkan dari Nu’man bin Basyir r.a berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal berkasih sayang dan saling mencintai adalah seperti satu tubuh. Apabila salah satu anggota badannya merasa kesakitan, maka seluruh anggota tubuh yang lain turut merasa sakit” (HR Bukhari-Muslim)

Dua hadits tadi cukup memberikan ‘sentuhan’ kepada kita, bahwa seorang muslim dengan muslim lainnya adalah ibarat satu tubuh. Kita bersaudara, sayang. Nggak mungkin dong, tangan kiri kita kejepit pintu mobil, eh, tangan kanan malah ‘nyukurin’. Kan aneh, ya nggak? Nah, begitu pun dengan saudara kita di negeri-negeri yang udah disebutin di atas, mereka lagi menderita, gokil dong kalo kita cuek bahkan nggak mau tahu banget. Itu namanya muslim ‘biadab’. Jangan sampe deh nurani kita begitu bebal. Kita manusia yang memiliki perasaan. Rasa cinta, rasa sayang, dan ‘berjuta’ rasa lainnya. Sebaiknya memang kita merenungkan kembali firman Allah Swt., sekaligus meneladani RasulNya, “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka (sesama muslim).” (QS al-Fath [48]: 29)

Kita harus peduli dengan nasib saudara kita di belahan bumi manapun termasuk tentunya di negeri kita sendiri.

 

Mengapa kaum muslimin tak berdaya?

Rasulullah saw. bersabda: “Akan datang suatu masa, dalam waktu dekat, ketika bangsa-bangsa (musuh-musuh Islam) bersatu-padu mengalahkan (memperebutkan) kalian. Mereka seperti gerombolan orang rakus yang berkerumun untuk berebut hidangan makanan yang ada di sekitar mereka”. Salah seorang shahabat bertanya: “Apakah karena kami (kaum Muslimin) ketika itu sedikit?” Rasulullah menjawab: “Tidak! Bahkan kalian waktu itu sangat banyak jumlahnya. Tetapi kalian bagaikan buih di atas lautan (yang terombang-ambing). (Ketika itu) Allah telah mencabut rasa takut kepadamu dari hati musuh-musuh kalian, dan Allah telah menancapkan di dalam hati kalian ‘wahn’”. Seorang sahabat Rasulullah bertanya: “Ya Rasulullah, apa yang dimaksud dengan ‘wahn’ itu?” Dijawab oleh Rasulullah saw.: “Cinta kepada dunia dan takut (benci) kepada mati.” (at-Tarikh al-Kabir, Imam Bukhari; Tartib Musnad Imam Ahmad XXIV/31-32; “Sunan Abu Daud”, hadis No. 4279)

Bro en Sis rahimakumullah, cinta kepada dunia dan takut mati adalah kondisi umum kaum muslimin. Selain itu, menjadikan Islam hanya sebagai ibadah ritual saja juga akan kian menjadikan kaum muslimin tak berdaya. Sebab, jika Islam dipahami sebagai ibadah ritual belaka, hanya untuk mengurus individu masing-masing saja, cukup merasa tenang jika diri tiap muslim itu melaksanakan ibadah ritual, maka pasti dijamin tak bakalan ada semangat untuk memahami Islam sebagai agama yang harus disebarkan kepada seluruh umat manusia. Tak akan tergerak pula untuk berusaha memperjuangkan Islam sampai titik darah yang penghabisan. Sebaliknya, jika dipahami bahwa Islam bukan hanya akidah ruhiyah, tapi sekaligus akidah siyasiyah, maka akan ada semangat dan keinginan untuk menyebarkan lagi akidah Islam ini ke seluruh penjuru dunia. Kaum muslimin akan memahami bahwa satu-satunya agama yang mampu menyelesaikan berbagai problem kehidupan adalah Islam. Tentu karena Islam mengatur kehidupan dunia dan juga akhirat dalam satu paket.

Tapi, jika hanya merasa bahwa Islam tuh akidah ruhiyah saja, jadinya kaum Muslimin merasa terpisah dari kehidupan dunia. Akibatnya, untuk urusan akhirat diserahkan aja deh ke ulama, kalau untuk berdoa bagiannya ustad aja. Jadi, seperti bagi-bagi tugas. Urusan akhirat ulama, dan urusan dunia ya pejabat negara dan masyarakat. Wah, itu akan makin melemahkan dan membuat makin tak berdaya umat ini. Kehilangan tajinya. Punya potensi yang besar, tapi tak digunakan dengan baik dan kalau pun digunakan tapi keliru. Islam ini hebat sebagai sebuah ideologi, tapi anehnya cuma dipahami sebatas akidah ruhiyah saja, dan prakteknya sekadar ibadah ritual.

Sobat gaulislam, sungguh kondisi ini akan membuat kewibawaan Islam tenggelam dalam arus kemaksiatan global, yang ironisnya juga dilakukan oleh banyak kaum muslimin. Coba kita lihat berbagai kasus pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, perzinahan, pelacuran, seks bebas, peredaran narkoba, korupsi, perjudian, suap-menyuap dan bentuk kemaksiatan lainnya senantiasa menghiasi kehidupan masyarakat kita saat ini. Sepertinya kaum Muslimin sudah tak takut lagi bahwa perbuatan dosa itu akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah Swt.

Selain itu, memudarnya keterikatan kepada al-Quran dan as-Sunnah–yang menjadi pedoman hidup seorang muslim, telah mengantarkan kaum Muslimin menjadi liar. Yang pada gilirannya mudah dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam karena tak punya pegangan hidup. Meskipun kaum muslimin mayoritas tapi lemah dan tak berdaya. Fakta membuktikan, di berbagai belahan dunia kaum muslimin berkutat dengan masalahnya masing-masing: pembantaian, kelaparan, kemiskinan, kebodohan, penjajahan, pembunuhan oleh pemimpinnya sendiri, termasuk di Indonesia (kasus kriminalitas, seks bebas, dan juga korupsi serta kemiskinan).

Kita jadi bertanya kepada seluruh kaum muslimin (termasuk diri kita sendiri di dalamnya), “apa kabar kaum muslimin?” Jawabannya sungguh memilukan. Deretan fakta yang sudah ditaburkan di atas tadi, menjadi jawaban getir dan mencemaskan. Ini harus dihentikan!

Dengan apa? Meski negeri-negeri muslim punya tentara banyak tapi belum tentu mau dimintai tolong untuk perang, meski punya mesin perang yang banyak tetapi belum tentu bisa diijinkan untuk dipake berperang, kita juga masih tekotak-kotak kekuatannya di lebih dari 50 negara kecil-kecil (dengan problem dalam negeri masing-masing yang tak kalah ruwetnya). Dengan apa kita selamatkan saudara seakidah kita di Irak, Afganistan, Mesir, Suriah, dan Rohingya?

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam, tak mudah menjawab perta­nyaan dari seruan untuk menyelamatkan kaum muslimin di seluruh dunia ini. Tapi, kita (mestinya) punya argumen begini: untuk menye­lamatkan mereka, dan negeri Islam lainnya tentu, ada beberapa langkah. Pertama, membuat opini umum, bahwa masalah tersebut adalah masalah kaum muslimin seluruh dunia. Kedua, menyeru kepada penguasa-penguasa kaum muslimin untuk menanggalkan sistem kapitalisme yang selama ini telah membuat sengsara milyaran umat manusia di muka bumi ini. Hilangkan sekat-sekat yang dibatasi oleh nasionalisme yang selama ini sudah terbukti mengebiri perasaan dan pemikiran kaum muslimin untuk peka dan peduli dengan nasib saudaranya di belahan negeri lain. Ketiga, kita bisa mendorong kaum muslimin di seluruh dunia, khususnya dunia Arab dan negara kuat lainnya, untuk meminta pemerintah setempat mengirimkan bala ten­taranya untuk menghentikan semua kekerasan dan kezaliman dari negeri-negeri tersebut. Firman Allah Swt.: (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kalian wajib memberikan pertolongan” (QS al-Anfâl [8]: 72)

Keempat, kita kampanyekan dan perju­angkan untuk tegaknya kembali Daulah Khilafah Islamiyah. Negara yang akan menerapkan Islam sebagai ideologi dan memberikan rasa aman kepada kaum muslimin, sekaligus menjadi andalan untuk melawan kekuatan negara-negara yang berseberangan secara ideologi.

Jadi, tunggu apa lagi? Kini saatnya ber­juang untuk menegakkan Islam sebagai ideo­logi negara. Sembari tentunya untuk jangka pendek secara teknis, kita berikan perhatian kita dengan kontribusi pemikiran terbaik, infak terbaik, bantuan fisik terbaik sebisa kita, dakwah terbaik, dan doa-doa yang senantiasa dipanjatkan untuk kebaikan seluruh kaum muslimin di berbagai belahan dunia. Yuk, mulai berbenah untuk itu semua, diawali dengan belajar agar paham mana yang benar dan mana yang salah, ngerti yang baik dan buruk serta mengetahui mana yang terpuji dan mana yang tercela. Semangat! [solihin | Twitter @osolihin]