Saturday, 20 April 2024, 15:11

gaulislam edisi 566/tahun ke-11 (16 Dzulhijjah 1439 H/ 27 Agustus 2018)

 

Remaja zaman now kayaknya enak banget ya untuk urusan ngumpul-ngumpul bareng teman sebaya satu hobi. Bisa milih sarana untuk mengekspresikan diri sesuai hobi. Ada yang senang naek sepeda, komunitasnya ada. Seneng jalan-jalan alias touring pake sepeda motor, bejibun juga komunitasnya. Ada yang hobinya mancing, nyari teman di komunitas yang hobinya sama (asal jangan mancing kemarahan orang, ya).

Kamu yang tertarik dengan urusan seni, ada aja komunitasnya untuk bisa berbagi dan mendapat ilmu. Senengnya maen skateboard, udah nggak keitung komunitas di hobi itu. Parkour? Kalo kamu nyari, mestinya ketemu juga komunitasnya. Eh, ada juga yang senengnya anime cosplay, komunitasnya juga ada. Senang miara reptil? Pernah ada komunitas penyuka ular untuk berbagi tips dan sekaligus ngadain challenge or battle di antara anggota komunitas. Misalnya aja, tantangan tidur semalam di dalam kotak kayu bersama King Cobra. Hadeuuh…

Sobat gaulislam, bisa jadi jumlah komunitas sebanding dengan jumlah hobi yang digilai setiap orang. Bukan tak mungkin ada komunitas nudis dan LGBT di kalangan remaja, yang tentu saja anggotanya adalah para penggemar telanjang tubuh dan penyimpangan seksual. Parah. Udah pernah baca beritanya kalo ini sih. Memang di luar negeri. Tapi tak menutup kemungkinan ada komunitasnya di negeri kita. Ngeri!

Begitu pula bukan mustahil jika ada komunitas penggila bola, komunitas panjat tebing, komunitas pendaki gunung, komunitas penggila batu akik bisa jadi ada juga. Komunitas penggemar anime, komunitas pengguna produk hape merek tertentu dan masih banyak lagi. Pokoknya, seabreg-abreg. Capek juga ngetiknya karena saking banyaknya.

Mereka yang tergabung dalam berbagai komunitas memang tak melulu remaja, bisa jadi banyak juga ortunya. Misalnya, komunitas pemilik moge alias motor gelo, eh, motor gede. Komunitas pemilik kendaraan merek tertentu, komunitas penyuka lagu-lagu jadul. Banyak deh. Pake banget. Karena hobi dan keinginan setiap orang berbeda-beda dan sudah ada muaranya. Jika belum ada tempat gabung, mereka bisa bikin. Nah, persoalannya, apa yang harus jadi ukuran dalam mengikuti berbagai komunitas remaja saat ini? Tapi yang pasti sih, jangan asal ngikut, tentunya.

 

Komunitas sebagai identitas

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Setiap orang akan selalu berkumpul dengan orang yang juga punya hobi yang sama atau pandangan umum yang sama. Mereka yang senang fotografi, tentu saja akan mencari orang-orang yang juga senang dengan fotografi. Bila ingin mengumpulkan lebih banyak orang, maka dibuatlah komunitas. Walau jika sudah ada komunitas dengan anggota yang banyak, aturan main sering diberlakukan sesuai kesepakatan dan kebutuhan komunitas tersebut.

Ketika kita gabung di komunitas fotografi, apalagi lebih spesifik seperti komunitas penggguna merek kamera tertentu, akan menunjukkan identitas diri bahwa komunitas tersebut adalah bagian dari pengguna fanatik produk kamera tersebut. Akan ada labelisasi. Itu wajar karena memang akan menunjukkan identitas. Biasanya punya ciri khas dan punya tujuan serta target. Nggak sekadar ngumpul, ngupil, dan ngobrol nggak jelas.

Bagaimana dengan komunitas fans klub sepakbola? Sama saja. Mereka yang tergabung sebagai Jakmania atau Viking adalah komunitas pendukung klub tersebut. Identitas dibangun di situ: mulai dari mengenakan jersey, yel-yel, sampai kegiatan yang identik dengan ciri khas klub sepakbola tersebut. Nggak sembarangan lho. Emangnya kamu berani pake jersey Persib padahal kamu pendukung Persija? Gimana perasaan teman sesama Jakmania lainnya? Nggak digebukin juga udah untung. Sebab, identitas akan jadi nggak jelas. Mendukung Persija atau mendukung Persib. Nah!

Kamu yang penggemar anime, nggak mungkinlah nongkrong bareng penggemar sandiwara radio atau pembaca cerita silat macam serial Wiro Sableng-nya Bastian Tito atau karya-karya jadul SH Mintardja seperti Nagasasra Sabukinten, Api di Bukit Menoreh, Sepasang Ular Naga di Satu Sarang, Pelangi di Langit Singasari. Nggak akan nyambung.

Nggak kebayang kalo kemudian ketemu bareng. Kamu yang suka anime ngobrolin tokoh Sakata Gintoki, Jiraiya, Yukihira Shouma, Kazuya Shibuya, Zen Wisteria, Yuuki Asuna, Kaga Kouko, atau Oreki Houtarou. Nanti teman kamu yang ngefans dengan cerita silat klasik Nagasasra Sabukinten—gara-gara baca koleksi jadul milik kakeknya, malah yang diobrolin Mahesa Jenar, Arya Salaka, Rara Wilis, Ki Kebo Kanigara, Lawa Ijo, dan Jaka Soka. Mantap djiwa, kagak nyambungnya!

Sobat gaulislam, itu sekadar contohnya aja. Tapi intinya, ketika seseorang gabung di satu komunitas, biasanya akan melekat dengan identitas komunitas tersebut. Nggak bisa dipungkiri dan nggak bisa nolak kalo diidentikkan dengan komunitas tersebut. Risikonya memang begitu.

So, pikirkan sebelum memilih gabung di sebuah komunitas. Iya, kudu mempertimbangkan banyak hal. Nggak asal seneng en suka aja en dibilang keren. Nggak cukup itu. Pikirkan juga akibatnya, apa manfaatnya, dan apakah akan membawa barokah atau laknat? Widih, serem banget!

 

Komunitas bermanfaat dan barokah

Gabung di sebuah komunitas, selama mengerjakan hal-hal yang mubah, boleh saja. Apalagi komunitas yang kegiatannya bermanfaat bagi orang banyak dan mendekatkan diri kita kepada Allah Ta’ala, ini malah kudu dicari.

Beneran Bro en Sis. Jangan sia-siakan waktu dan umur hanya demi memenuhi dahaga hobi untuk memuaskan diri sendiri semata. Sementara manfaatnya bagi kemaslahatan umat nggak ada. Misalnya apa nih? Misalnya, kamu gabung di komunitas penggemar anime. Pikirkan baik-baik dan renungkan matang-matang. Apa ada manfaatnya? Apa yang bisa diberikan bagi kemaslahatan umat? Jika kamu tidak mendapat jawaban yang bisa memberikan kebaikan, buat apa gabung?

Oya, bagaimana kalo niat gabung di komunitas penggemar anime tapi ingin berusaha menyadarkan mereka jadi lebih baik? Jika itu memang memungkinkan, silakan saja. Misalnya, ngajak anggota komunitas yang muslim agar rajin shalat, ngajak ibadah lainnya, ngajak hanya menjadikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam sebagai teladan terbaik dalam hidup kita. Kira-kira bisa nggak ya? Kan aneh juga kalo dia menjadikan Rasulullah sebagai teladan, tapi dalam waktu yang bersamaan juga menyukai—bahkan jadi penggemar berat tokoh-tokoh anime. Level sebagai penggemarnya pun beragam. Mulai level Newbie, Anime Lovers, Otaku, Otamega, Nijikon, Hikikomori, Weeaboo, sampai yang lebih parah dan ekstrim, yakni Wapanesee. Kontradiktif banget, kan?

Kalo gitu, apakah gabung aja di komunitas rohis atau remaja peduli Islam biar jadi baik dan shalih or shalihah? Boleh juga. Bagus itu. Gabung di komunitas penulis yang menghasilkan karya bermanfaat dan maslahat bagi umat, juga silakan. Kamu yang senang desain grafis, gabung atau bikinlah komunitas pembuatan desain grafis dengan pesan-pesan islami. Itu bukan saja bermanfaat, tapi juga insya Allah barokah.

Lalu, kamu yang suka fotografi dan videografi, juga bisa dicari komunitasnya atau dibuatkan komunitasnya. Isi dengan kegiatan bermanfaat dengan hasil karya fotografi dan videografi yang padat dengan kemaslahatan bagi umat, Keren banget, kan? Manfaat dan barokah. Saat ini, sekadar kamu tahu aja, udah banyak channel Telegram, Page di Facebook, channel Youtube, Instagram, dan grup WhatsApp yang isinya berbagi hal bermanfaat dan barokah. Tinggal pilih, dan gabung deh.

 

Pikirkan masa depan kita

Sobat gaulislam, ingat juga lho. Kita hidup di dunia sementara alias nggak abadi. Nggak tahu umur kita dikasih jatah berapa tahun hidup di dunia. Itu sebabnya, perbanyak amal shalih dan kebaikan lainnya. Berikan hal yang bermanfaat dan membawa barokah bagi diri kita dan bagi sesama. Jika belum bisa berbuat baik, setidaknya tidak nyinyir kepada yang berbuat baik. Apalagi melakukan keburukan. Jangan.

Perlu kita renungkan nih terkait amalan kita. Jika Allah Ta’ala menerima amalan baik seorang hamba, maka Dia akan menunjuki pada amalan shalih selanjutnya. Hal ini diambil dari perkataan sebagian salaf, “Di antara balasan kebaikan adalah kebaikan selanjutnya dan di antara balasan kejelekan adalah kejelekan selanjutnya.” (Tafsir al-Quran al-‘Azhim)

Ibnu Rajab menjelaskan hal di atas dengan perkataan salaf lainnya, ”Balasan dari amalan kebaikan adalah amalan kebaikan selanjutnya. Barangsiapa melaksanakan kebaikan lalu dia melanjutkan dengan kebaikan lainnya, maka itu adalah tanda diterimanya amalan yang pertama. Begitu pula barangsiapa yang melaksanakan kebaikan lalu malah dilanjutkan dengan amalan kejelekan, maka ini adalah tanda tertolaknya atau tidak diterimanya amalan kebaikan yang telah dilakukan.” (Latho-if al-Ma’arif, dinukil dalam rumayshocom)

Nah, itu sebabnya, pilih atau buatlah komunitas yang bermanfaat dan barokah. Agar kegiatan yang kita lakukan bernilai pahala dan dicatat sebagai amal shalih. Ketika kita melakukan amal shalih dan diterima oleh Allah, insya Allah akan ditunjukkan atau dimudahkan Allah Ta’ala untuk mengerjakan amal shalih berikutnya. Asyik nggak? Iya, lah. Pake banget, malah.

Maka, jangan gabung dengan komunitas atau membuat komunitas yang nggak ada manfaatnya sama sekali. Jangan pula sekadar untuk kepuasan diri dan eksistensi aja, tapi ogah mengajak kebaikan dan memberikan manfaat kepada masyarakat. Bahaya banget kalo justru dosa dan maksiat yang dilakukan. Waspada!

Ada baiknya merenungkan kembali. Jangan sampe salah ambil dan salah langkah. Dalam hadis dari Jarir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang memelopori satu kebiasaan yang buruk dalam Islam, maka dia mendapatkan dosa keburukan itu, dan dosa setiap orang yang melakukan keburukan itu karena ulahnya, tanpa dikurangi sedikit pun dosa mereka.” (HR Muslim)

Kasusnya, sesuai hadits ini, bisa aja seseorang nggak mengajak lingkungan sekitarnya untuk melakukan maksiat yang sama. Orang ini juga tidak memotivasi orang lain untuk melakukan perbuatan dosa seperti yang dia lakukan. Namun orang ini melakukan maksiat itu di hadapan banyak orang, sehingga kemungkinan akan ada yang menirunya atau menyebarkannya. Tetap bahaya, kan? So, hati-hati, ya!

Itu sebabnya, demi masa depan kita dalam meraih kebahagiaan dunia dan akhirat, maka berkaryalah dengan keterampilan yang kita miliki (menulis, fotografi, desain grafis, videografi–bikin film islami, website, penyiaran radio, public speaking, dan sejenisnya) dalam komunitas remaja yang bertujuan menebar manfaat bagi kemaslahatan umat. Insya Allah akan menjadi ladang amal shalih kita. Semangat! [O. Solihin | IG @osolihin]