Saturday, 27 April 2024, 18:10

gaulislam edisi 849/tahun ke-17 (17 Rajab 1445 H/ 29 Januari 2024)

Ada yang masih merasa minder jadi muslim? Wah, kebangetan deh kalo zaman kiwari masih beredar remaja yang nggak pede alias nggak percaya diri jadi seorang muslim. Karena apa? Karena dia nggak tahu kalo jadi Muslim itu keren. Jadi muslim itu oke banget. Nggak percaya? Silakan rasakan bedanya.

Sobat gaulislam, ngomongin soal kemusliman kita, rasa-rasanya emang seru neh. Kenapa? Karena identitas kemusliman kita bakalan jadi ukuran. Apakah kita akan minder atau justru tampil pede sebagai seorang muslim. Apalagi di tengah arus deras informasi dan perang opini yang kerap bikin kita ‘pusing-mual-mencret’ kalo dapet sebutan muslim radikal atau fundamentalis. Cuma orang yang rasa percaya dirinya tinggi dan keimanannya mantap aja yang bakalan tahan bantingan. Tul nggak?

Bener, lho. Secara umum aja nih, bahwa rasa percaya diri itu bakalan bikin kita enjoy dalam menikmati hidup. Bikin asyik ketika menaklukkan tantangan dan rintangan. Percaya diri pun diyakini bisa menempatkan kita sebagai orang yang bisa mengelola emosi. Betul, ketika kita memiliki rasa percaya diri, kita tahu apa yang kudu kita lakukan. Kita bisa ngukur diri. Itu sebabnya, orang yang percaya dengan kemampuan dirinya, biasanya bakalan rileks en tanpa beban dalam berbuat. Ini, tidak saja membawa hasil maksimal, tapi juga antistres. Nggak percaya? Silakan dicoba.

Oya, rasa percaya diri emang kudu ditumbuh-kembangkan dalam diri kita. Kita rawat, kita bersihkan, kita poles dengan apik, dan kita sirami agar terus bersemi. Yup, kita rawat dengan terus mengasah kemampuan yang kita miliki. Kita bersihkan segala yang kita anggap menghalangi semangat hidup kita. Kita pun kudu berani mengubah rasa malas yang bersemayam di hati kita menjadi energi positif yang akan menggerakkan turbin di hati untuk terus memproduksi ketekunan dan kekuatan untuk hidup. Jangan lupa, kita juga menyirami relung hati dan akal kita dengan asupan gizi tentang keyakinan akan masa depan. Terus disirami agar senantiasa tumbuh subur. Sehingga kita berani bilang, “Jangan pernah menatap masa depan dengan mata penuh ketakutan”. Bisa kan?

Insya Allah, semua itu akan membuat kita tak pernah merasa terbebani. Kita akan menatap masa depan dengan penuh semangat dan tentunya tak mudah goyah dengan berbagai godaan en rayuan. Mulai dari rayuan pulau kelapa ampe rayuan gombal sekali pun. Nggak mudah percaya ama rayuan yang bakal melunturkan idealisme dan rasa percaya diri kita. Yakin itu.

Islan emang keren!

Mungkin sebagian teman kita sutris banget pas ada yang ngata-ngatain bahwa umat Islam itu terbelakang en bodoh. Emang dalem banget en nyelekit pernyataan tersebut. Terus, karena kalah mental akhirnya doi nggak pede lagi jadi seorang muslim. Jangan sampe tuh ngendon juga di jiwamu!

Padahal, cobalah kita berpikir lebih jernih. Sikap minder itu muncul justru karena kita merasa rendah diri. Merasa kerdil di hadapan orang lain. Padahal sejatinya, belum tentu orang lain lebih baik dari kita. Belum tentu pula kita lebih jelek di hadapan mereka. Itu semua adalah sekadar nilai dan cara pandang aja. Meski emang kudu ada standar nilai dan standar cara pandang yang benar.

Tapi terlepas dari salah-benar standar hidupnya, rasa percaya diri itu bisa menuntun kita lebih bijak dan dewasa dalam bersikap. Coba aja pikirkan. Kalo ada pernyataan seperti tadi, kamu jangan terpancing dan terbawa opini untuk ikut-ikutan merasa terbelakang, hanya karena kita sebagai muslim. Lagian pernyataan itu kan nggak sepenuhnya benar. Masih perlu diujicoba dan dibuktikan argumentasinya di lapangan. Tul nggak sih?

Mungkin benar pernyataan tersebut kalo fakta yang ditunjukkinnya adalah kaum muslimin yang berada dalam kondisi miskin dan tingkat pendidikannya rendah. Tapi kan masih ada kalangan muslim yang kaya dan jenjang pendidikannya lebih tinggi. Nah, jadi nggak perlu minder kan?

Bahkan jika pernyataan itu memojokkan kita sekali pun, bukan berarti kita pantas untuk minder en bersedih. Sebaliknya, fakta itu kita jadikan sebagai bahan renungan untuk lebih memberikan perhatian yang banyak kepada Islam dan umatnya. Tentunya, agar di kemudian hari kita lebih terhormat. Betul ndak?

Jadi, nggak usah minder ya. Kita berjuang tanpa bosan, tanpa beban, dan tentunya tetap semangat. Buang jauh-jauh file minder van rendah diri dari daftar file di direktori otak kita. Kita cerahkan masa depan hidup kita dengan rasa percaya diri. Apalagi, kita adalah pejuang Islam, nggak pantes deh kalo kita malah nggak pede. Malu banget tuh sama jenggot yang jumlahnya cuma lima lembar itu. Hehehe… (apa hubungannya ya?)

Sobat gaulislam, kalo kita merasa minder dengan sebutan muslim, rasa-rasanya itu akibat kita nggak paham banget tentang Islam. Kalo cuma dikatain bahwa umat Islam itu terbelakang dan bodoh, terus miskin pula, bukan berarti rasa percaya diri kita jatuh ke titik nol atau bahkan minus. Sebaliknya, kita jadikan sebagai cambuk kecil (atau mungkin besar?) untuk memperbaiki diri dan umat ini. Nggak usah minder. Sikapi saja dengan tenang sambil mencari jalan keluar untuk mengatasinya. Nggak usah panik.

Oya, ada beberapa alasan yang sebenarnya bisa bikin kita pede dengan jadi muslim. Islam, agama kita, memiliki banyak kelebihan yang bisa dibanggakan. Dan tentunya bisa bikin pede, dong. Jadi bener ya, kalo kita kenal dengan agama kita sendiri, dan tahu apa aja kelebihannya, insya Allah bikin pede. Oke, sekarang saya kasih bocoran nih:

Pertama, Islam mengajarkan bahwa tuhan kita adalah Allah. Maha segalanya. Tuhan yang lain mah lewaaat deh. Firman Allah Ta’ala: “Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia”. (QS al-Ikhlas [112]: 1-4)

Insya Allah ini juga bisa bikin kita pede. Kepada siapa lagi coba kita akan menyembah kecuali kepada Allah? Betul?

Memang sih, dalam kehidupan saat ini, banyak orang yang nggak percaya sama adanya Tuhan. Salah satu gembongnya adalah Nietzsche. Dialah psikolog Jerman yang pernah menggegerkan dunia dengan pernyataannya, “Gott ist gestorben” alias “Tuhan sudah mati!”. Walah, nekat banget tuh orang ya? Jangan kaget dulu sobat, sebab para penulis biografi Neitzsche sepakat bahwa pemikirannya sangat berkaitan dengan psikologinya yang aneh dan kompleks. Berbahaya!

Nietzsche sendiri pernah ngomong gini, “Perlahan-lahan menjadi jelas bagiku apa yang terjadi pada setiap filsafat besar; ia adalah pengakuan pribadi dari filosofnya dan sejenis kenang-kenangan yang lahir tidak sengaja dan tidak sadar… Sebaliknya, pada diri filosof, tidak ada apa pun yang bersifat impersonal (tidak mengenai orang tertentu, red.); dan lebih dari itu, semua moralitasnya menjadi saksi yang tidak terbantahkan tentang siapa dia.”

Dengan nada yang sama, Nietzsche mengaku, “Saya betul-betul mengetahui ateisme bukan sebagai akibat pemikiran, apalagi sebagai peristiwa; bagiku, ateisme menjadi jelas karena naluri (Jalaluddin Rakhmat,Psikologi Agama, hlm. 144-145)

Bro en Sis rahimakumullah, tentu aja pernyataan psikolog yang lahir di Saxoni, Prusia (Jerman) pada 15 Oktober 1844 itu selain bikin geger semua orang, juga sebagai bukti kelemahan doi sebagai manusia biasa. Nietzshce emang nekat. Ini kian menunjukkan bahwa akal manusia serba terbatas untuk memahami sang pencipta. Itu sebabnya butuh bimbingan dan aturan yang bisa menghantarkannya kepada penyembahan yang jelas.

Nietzsche nggak sendirian, masih ada Sigmund Freud yang menawarkan theory of unbelief alias teori kekafiran. Freud menulis dalam The Future of an Illusion: “Gagasan-gagasan agama muncul dari kebutuhan yang sama seperti yang memunculkan pencapaian peradaban lainnya, yakni dari desakan untuk mempertahankan diri melawan kekuatan alam yang lebih perkasa dan menaklukkan… (kepercayaan agama hanyalah) ilusi, pemuasan dari keinginan manusia yang paling tua, dan paling penting… Seperti kita ketahui, kesan tak berdaya yang menakutkan pada masa kanak-kanak membangkitkan kebutuhan akan perlindungan—perlindungan melalui cinta yang diberikan oleh sang bapak… Jadi, peraturan Tuhan yang Mahakuasa dan Mahapengasih menentramkan ketakutan kita akan bahaya kehidupan”

Oke deh, dua orang psikolog ini cukup memberikan informasi kepada kita bahwa mereka antiagama alias menolak keberadaan pencipta alam semesta dan semua isinya ini. Nietzsche yang berteriak “Tuhan sudah mati!” dan Freud yang bilang, “Agama hanyalah ilusi”, jelas udah melecehkan keyakinan seseorang akan agamanya dan sekaligus kepada penciptanya.

Itu sebabnya, dalam kehidupan kapitalisme yang serba bebas seperti sekarang, kita khawatir banget ide kebebasan beragama dan kebebasan berpendapat (yang terangkum dalam HAM) menjadi senjata manusia untuk menyingkirkan agama dan ‘membunuh’ Tuhan. Ciloko kalo sampe kejadian!

Sayangnya, kenyataan di lapangan udah bisa menjadi bukti bahwa manusia udah menyingkirkan agama dan sangat boleh jadi melecehkan Allah. Pengen bukti? Meski banyak di antara mereka yang mengaku dengan tegas bahwa mereka bukan kaum ateis, tapi perbuatannya jelas-jelas melecehkan agama dan sang pencipta. Misalnya aja, mereka nggak taat dengan ajaran agama, agama sebatas status aja, isinya sih ogah diamalkan. Walah?

Itu kan artinya sama aja bahwa yang membuat aturan agama nggak dianggep. Duile, apa nggak salah tuh berbuat? Macam mana pula dikau? Itu sebabnya, meski mereka ogah disebut ateis, tapi kelakuannya mirip para ateis, karena agama cuma dijadikan sebagai status biar diakui kelompok tertentu. Gaswat!

Ini baru bicara ateisme lho, belum lagi kalo ngomongin ‘sesembahan’ orang kafir dan orang musyrik yang so pasti kalah abiz dengan pencipta yang kita yakini, AllahTa’ala. Ini juga membuktikan bahwa keyakinan akan adanya Allah yang diajarkan agama kita seharusnya juga membuat kita percaya diri.

Kedua, Islam juga punya al-Quran. Ini benar-benar the amazing book. Pedoman hidup kita dari masalah yang kecil ampe yang besar. Mulai soal bersuci sampe pemerintahan dan negara. Wuih, mana ada kitab lain yang bisa begitu? Wah bener-bener bikin pede dan membanggakan banget.

Sampe-sampe W.E. Hocking berkomentar, “Oleh karena itu, saya merasa benar dalam penegasan saya, bahwa al-Quran mengandung banyak prinsip yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya sendiri. Sesunguhnya dapat dikatakan, bahwa hingga pertengahan abad ke tiga­belas, Islam-lah pembawa segala apa yang tumbuh yang dapat dibanggakan oleh dunia Barat.” (The Spirit of World Politics, 1932, hlm. 461)

Sobat gaulislam, pernyataan Hocking benar adanya. Cuma, seringkali kaum muslimin ngak ngeh dan ngak tergerak untuk mengakui kebenaran al-Quran. Ada apa dengan kebanyakan kaum muslimin saat ini? Jangankan diyakini kebenarannya dan dijadikan pedoman hidup, bisa jadi banyak di antara kita yang membacanya pun jarang (atau malah nggak bisa?). Oke deh, ini masalah kita bersama. Tugas kita semua untuk menyelesaikannya. Nggak perlu saling tuding atas kesalahan ini, anggap saja ini sebagai renungan buat kita semua. So, mulai sekarang, kita mulai berbenah diri untuk mulai mencintai Islam, salah satunya lewat al-Quran. Semoga saja, ke depannya kita bisa menjadikannya sebagai pedoman hidup. Jadi, nggak ada alasan untuk minder. Sebaliknya, kita wajib pede dan bahkan bangga menjadi muslim, karena pedoman hidup kita adalah al-Quran.

Ketiga, kita punya nabi sekaligus rasul, yakni Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan Allah Ta’ala menegaskan dengan  sangat jelas dalam firman-Nya (yang artinya), “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS al-Ahzab [33]: 21)

Kehebatan pribadi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak saja diakui kita, pengikutnya, tapi juga oleh orang-orang kafir, khususnya para orientalis. Lamartine, seorang pemikir Barat menuliskan (dalam Historie de la Turquie, jilid 2, hlm. 276-277); “Bila kebenaran tujuan dan kecilnya alat serta hasil yang menakjubkan merupakan tiga ukuran kebesaran manusia, maka siapakah yang berani membandingkan Muhammad dengan orang besar dalam sejarah modern? Orang-orang yang paling masyhur menciptakan senjata, undang-undang dan eksperimen belaka. Yang mereka bangun tidak lebih dari kekuatan materiil yang sering ambruk di hadapan mereka sendiri. Sementara laki-laki ini (Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam) tidak hanya menggerakkan dinasti-dinasti, melainkan juga berjuta-juta manusia dalam sepertiga bagian dunia yang telah dikenal pada masa itu; dan lebih dari itu ia menggoncangkan rumah-rumah berhala, mengobarkan ide-ide agama, kepercayaan-kepercayaan, daseta jiwa manusia. Di atas dasar sebuah kitab (al-Quran) ia menciptakan kebangsaan spiritual yang mempersatukan manusia dari segala ras dan bahasa.”

Keempat, kita punya sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang masing-masing memiliki kelebihan dan keunikan tersendiri. Rasa-rasanya, ini juga patut kita banggakan dan seharusnya mampu mengatrol rasa percaya diri kita. Jangan salah lho, karena para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini bak bintang di langit yang kerlap-kerlip di malam hari. Ia akan ‘menemani’ kita dalam memilih dan memilah jalan yang hendak kita tempuh. Pantas banget kalo mereka layak kita jadikan sebagai panutan dalam kebaikan.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS at-Taubah [9]: 100)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bintang-bintang adalah kepercayaan bagi langit, jika bintang telah pergi maka datangilah langit yang telah dijanjikan, sedangkan aku adalah kepercayaan para sahabatku, maka jika aku telah wafat datangilah para sahabatku terhadap apa-apa yang mereka janjikan.”(HR Muslim)

Duh, dengan penjelasan seperti ini, kayaknya nggak bakalan lagi deh kita minder menyandang gelar muslim. Para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini akan menjadi teladan bagi kita untuk terus menyampaikan dan mendakwahkan Islam. Nggak berlebihan tentunya jika kita akan merasa bangga dan percaya diri menjadi seorang muslim. Kita bisa “napak tilas” perjuangan mereka dalam menyebarkan Islam. Malu atuh ya, kita cuma duduk sambil ongkang-ongkang kaki tanpa berbuat sedikit pun untuk perjuangan membela Islam ini.

Oke deh, paling nggak itu beberapa alasan kenapa kita kudu pede jadi remaja muslim. Yuk, kita sama-sama membangun rasa percaya diri dan mempertahankannya. Kita bisa mencoba mulai dari sekarang. Nggak perlu nunggu lama lagi. Apalagi, kita sebagai remaja muslim dan juga pengemban dakwah. Kalo sampe nggak pede? Aduh, malu atuh! [O. Solihin | IG @osolihin]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *