Friday, 4 October 2024, 22:53

gaulislam edisi 850/tahun ke-17 (24 Rajab 1445 H/ 5 Februari 2024)

Hidup tanpa cinta rasanya memang garing banget. Pokoknya bete, deh. Sangat boleh jadi kehidupan ini dipenuhi oleh mereka-mereka yang berhati batu. Kejam, bengis, dan sejenisnya. Ibarat hidup di zaman Wild Wild WestKill or be killed. Sadis!

Cinta, bisa tumbuh dan berkembang dalam sebuah kehidupan. Coba kamu perhatiin, ortu kita sayang banget kan sama kita? Kalo nggak sayang mah, kayaknya waktu kita bayi udah dibuang kali, tuh. Tapi, alhamdulillah, ortu kita termasuk orang yang mampu memberikan cintanya kepada kita. Harapannya, agar kita bisa tumbuh dan berkembang, juga dengan memiliki rasa cinta.

Sobat gaulislam, cinta tumbuh di setiap makhluk yang bernyawa. Seperti sebuah lagu lawas berirama Melayu yang syairnya kayak begini, “Rasa cinta pasti ada, pada makhluk yang bernyawa…./perasaan insan sama, ingin cinta dan dicinta..”

Yup, emang nggak ada tema yang abadi untuk dibahas selain masalah cinta. Tengok aja mulai dari lagu, puisi, prosa, sampai film didomi­nasi perkara cinta. Wajar karena cinta adalah perasaan yang universal. Di mana-mana, di seluruh dunia, orang membutuhkan dan meng­inginkan cinta. Cinta ada pada orang tua yang cinta pada anak-anaknya, anak-anak yang cinta pada orang tuanya, adik dan kakak yang saling menyayangi seperti dalam film Children of Heaven, dan ehm, tentu saja cinta dirasakan oleh sepasang pria dan wanita.

Pendek kata dengan cinta kita bisa memberikan kesegaran dalam hidup seseorang. Kalo kamu ngasih uang dua ribu perak (apalagi kalo lebih) kepada mereka yang membutuhkan, itu artinya kamu telah menolong. Kalo bukan dengan rasa cinta, kayaknya nggak bakalan deh kamu tersentuh dengan penderitaannya. Itu sebabnya orang suka bilang bahwa cinta biasanya berbanding lurus dengan pengorbanan. Selalu seiring, deh.

Melalui cinta pula, kamu biasanya peduli dengan orang lain. Tegur sapa dengan sesama, boleh jadi adalah hal kecil untuk menum­buhkan semangat kebersamaan. Tentu­nya dalam ikatan cinta di antara kita sebagai manusia. Kita yakin kok, semua manusia itu butuh cinta dan dicintai. Itu sebabnya, peduli adalah salah satu cara untuk menumbuhkan rasa cinta. Masing-masing dari kita dalam pergaulan sehari-hari, ogah banget kalo cuma dianggap sebagai bilangan, tapi kita kepengen juga diperhitungkan. Betul nggak?

Tentang kepedulian dan cinta ini, kita bisa meneladani Abdullah bin Amir. Dengan harga sembilan puluh ribu dirham, beliau membeli rumah milik Khalid bin ‘Uqbah yang berada di dekat pasar. Pada malam harinya, Abdullah mendengar suara tangis keluarga Khalid. Ia pun bertanya, kepada salah satu pelayan rumahnya, “Mengapa mereka menangis?”

“Mereka menangis karena mereka harus meninggalkan rumah yang telah tuan beli siang tadi,” jawab si pelayan.

Mendengar penjelasan itu, Abdullah bin Amir berkata, “Pelayan, katakan kepada mereka bahwa uang harga rumah yang telah mereka terima beserta rumah itu menjadi milik mereka semua.”

MasyaAllah. Tabarakallah. Abdullah bin Amir bin Kuraiz tersebut, yang merupakan salah satu derma­wan kota Baghdad telah memberikan teladan kepada kita, betapa rasa rasa peduli dengan nasib sesama membuatnya rela mengeluarkan hartanya. Sikap yang amat jarang bisa kita temukan saat ini. Kepengen juga kayak beliau.

Memiliki cinta? Berbahagialah!

Bang Doel Soembang pernah nyanyi begini (Cung, pembaca yang masa remajanya tahun 90-an!), “Cinta itu anugerah, maka berbahagia­lah. Sebab kita sengsara, bila tak punya cinta”. Nggak mengada-ngada tentunya. Cinta memang penuh makna. Dan bisa memberikan kesenangan ke­pada yang mendapatkan­nya. Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkomentar ten­tang cinta, “Cinta itu bisa mensucikan akal, mengenyah­kan kekhawatiran, mendo­rong untuk berpakaian yang rapi, makan yang baik-baik, memelihara akhlak yang mulia, membang­kitkan se­mangat, mengenakan we­wangian, memperhatikan per­gaulan yang baik, menjaga adab dan kepribadian. Tapi cinta juga meru­pakan ujian bagi orang-orang yang shalih dan cobaan bagi ahli ibadah.”

Sobat gauislam, jangan salah bahwa cinta bisa berarti sangat luas. Nggak sebatas hubungan antara pria dan wanita saja. Cinta, bisa berarti hubungan antara anak dan ortu yang full kasih sayang. Bisa juga berarti saling mencintai dan menyayangi dengan teman, bisa juga saling menumbuhkan rasa cinta di antara saudara, dan lain sebagainya. Pokoknya luas deh, termasuk cinta kita kepada harta, jabatan, tempat tinggal, kendaaraan, dan yang utama cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahkan memberikan teladan bagus kepada kita bagaimana mencintai orang lain dengan tidak pandang bulu. Siapa pun ia, Rasulullah memberikan perhatian, kepedu­lian, dan tentu cintanya. Ada kisah menarik yang bisa kita simak. Diriwayatkan Abu Hurayrah (dalam Nailul Awthar, jilid 4, hlm. 90)“Ada seorang perempuan hitam yang pekerjaannya menyapu masjid. Pada suatu hari, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menemukan perempuan itu. Nabi menanya­kan ihwalnya. Para sahabat mengata­kan bahwa ia telah meninggal. Ketika Nabi menegur mereka kenapa tidak diberitahu, para sahabat mengatakan bahwa perempuan itu hanya orang kecil saja. Kata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam., “Tunjukkan aku kuburannya.” Di atas kuburan itu Nabi melaku­kan shalat untuknya.”

Sungguh mulia sekali Nabi kita. Ia memberikan teladan yang amat bagus bagi hidup kita. Dalam kesehariannya, Rasul sangat menghormati para sahabatnya. Ambil contoh, suatu hari Abdullah al-Banjaliy tidak kebagian tempat duduk saat menghadiri majlis Rasulullah. Mengetahui hal itu, Rasul lalu mencopot gamisnya dan mempersilakan sahabatnya itu untuk duduk. Tapi Abdullah al-Banjaliy tidak mendudukinya, malah mencium baju Rasulullah dengan air mata yang berli­nang, “Ya Rasulullah, semoga Allah memuliakanmu, sebagai­mana Anda telah memuliakan­ku,” komentar Abdullah.

Hmm… kira-kita kita begitu nggak sama teman kita? Kadang, di antara kita suka ada yang merasa sok sibuk mikirin ummat, sampe-sampe lupa untuk sekadar menyapa kepada teman kita, “Apa kabar?” Padahal, hal ‘sepele’ itu bisa menumbuhkan kecintaan juga, lho. Bener. Jangan dikira kagak ada efeknya. Penga­ruhnya besar. Sebab, kepedulian akan menumbuhkan rasa cinta, dan itu bisa menjadi jalan bagi seseorang untuk bisa menikmati hidup dengan tenang dalam sebuah kebersa­maan yang penuh kasih sayang. Nggak percaya? Cobalah kamu lakukan. Siapa tahu kepedulian kamu akan bisa membuat temanmu merasa bahagia. Ditanggung antimanyun deh. Suer.

Itu semua karena cinta, sodara-sodara. Sungguh, berbahagialah orang yang memiliki cinta dan memberikannya kepada orang lain. Bahkan bila perlu korbankan segala yang kita miliki dan cintai. Sekali lagi, berbahagialah mereka yang memiliki cinta.

Prioritas cinta kita…

Adakalanya kita sulit menentukan pilihan, bahkan sekadar membuat urutan prioritas sekali pun. Bener, kita kadang bingung kalo di­sodorkan berbagai pilihan yang kudu diambil salah satu. Apalagi semua pilihan itu memikat. Rasanya sayang kalo sampe nggak diambil. Tapi, dalam kondisi tertentu kita dituntut untuk bisa menentukan prioritas cinta kita. Untuk apa dan kepada siapa. Siap, kan?

Dari semua cinta yang kita miliki, pastikan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya menempati daftar utama dalam kehidupan kita. Yang lainnya; cinta harta, kendaraan, jabatan, status sosial, tempat tinggal, perusahaan, barang dagangan, bahkan cinta kita kepada keluarga, dan suami atau istri (bagi yang udah punya). harus rela untuk ‘dikesam­pingkan’. Allah Ta’ala berfirman:

قُلْ إِنْ كَانَ ءَابَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

“Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, sau­dara-saudara, isteri-isteri, kaum keluarga­mu, harta kekayaan yang kamu usahakan, pernia­gaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan kepu­tusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (at-Taubah [9]: 24)

Untuk masalah ini, Rasulullah pantas dan layak menjadi teladan kita. Maka, jangan heran jika Aisyah radhiallahu ‘anha. bercerita tentang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah didesak oleh Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma. Apa yang diceritakan Ummul Mukminin?

Beliau menceritakan sepotong kisah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (Tafsir Ibnu Katsir, jilid I, hlm. 1441): “Pada suatu malam, ketika dia tidur bersamaku dan kulitnya sudah bersentuhan dengan kulitku, dia berkata, “Ya, Aisyah, izinkan aku beribadah kepada Rabbku.” Aku berkata, “Aku sesungguhnya senang merapat denganmu, tetapi aku senang melihatmu beribadah kepada Rabbmu.”Dia bangkit mengambil gharaba air, lalu berwudhu. Ketika berdiri shalat, kudengar dia terisak-isak menangis. Kemudian dia duduk membaca al-Quran, juga sambil menangis se­hingga air matanya membasahi janggutnya, ketika dia berbaring, air matanya mengalir le­wat pipinya mambasahi bumi di bawahnya. Pada waktu fajar, Bilal datang dan masih melihat Nabi saw. menangis,”Mengapa Anda menangis, padahal Allah ampuni dosa-dosamu yang telah lalu dan yang kemudian?” tanya Bilal. “Bukankah aku belum menjadi hamba yang bersyukur. Aku menangis karena malam tadi turun ayat Ali Imran 190-191. Celakalah orang yang membaca ayat ini dan tidak memikirkannya.”

Memang, adakalanya kita sulit banget menentukan pilihan utama di antara sekian pilihan yang semuanya bagus bagi kita. Tapi, di sinilah jiwa berkorban kita diuji. Apakah kita lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya, atau memilih mencintai yang lain?

Sobat gaulislam, para sahabat Rasu­lullah juga memberikan teladan bagus buat kita. Khalid bin Walid radhiallahu ‘anhu salah satunya, beliau sampe berkomentar begini, “Malam yang dingin saat memimpin pasukan dalam sebuah ekspedisi un­tuk menghancurkan musuh-musuh Allah, lebih aku sukai ketimbang mendapatkan seorang bayi laki-laki yang baru lahir.” MasyaAllah, bukan­kah itu pelajaran yang amat berharga bagi kita tentang prioritas cinta?

Di Gaza, Palestina, saudara kita, para pejuang di sana, lebih memilih berha­dapan dengan tentara Zionis Israel, ketimbang ‘serah bongkokan’ alias mengalah kepada para penjajah. Banyak para pejuang yang sudah gugur, begitu pun dari warga sipil (teruma wanita dan anak-anak). Sudah puluhan ribu orang. Namun, semangat para pejuang dan warga Gaza sangat hebat. Nyali baja muslimin Gaza nggak kaleng-kaleng. Jika kamu ngikutin perkembangannya, ini udah lebih dari 120 hari sejak Operasi Badai Al Aqsha digelar pada 7 Oktober 2023, yang bikin Zionis Israel ngeper. Sampai sekarang pun, tentara penjajah tak mampu menaklukkan Gaza.

Sobat gaulislam, jika kita harus memilih cinta, pilihlah yang utama, yakni cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Boleh kok kita mencintai yang lainnya, asal jangan melupakan Allah dan Rasul-Nya. Yuk, mulai sekarang kita belajar untuk mencintai Allah Ta’ala, Rasul-Nya, dan Islam dengan sepenuh hati kita. Insya Allah kita bisa, kok. Yakin deh. [O. Solihin | IG @osolihin]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *