Friday, 19 April 2024, 11:29

gaulislam edisi 559/tahun ke-11 (25 Syawal 1439 H/ 9 Juli 2018)

 

Soal politik di negeri kita lagi panas-panasnya. Belum lama digelar Pilkada serentak di 171 daerah pada 27 Juni 2018 lalu. Sudah terpilih pula kepala daerah yang ikut berkompetisi di ajang pilkada tersebut. Tentu saja, karena dalam sistem demokrasi yang menjadi pemenang adalah yang terbanyak mendapatkan ‘suara’ pemilih, maka orang yang dianggap sudah cukup umur punya hak untuk menentukan pilihan politiknya. Nah, remaja termasuk yang diikutkan dalam proses mendulang suara, yakni minimal usia 17 tahun yang tercatat di KTP.

Memang sih, yang baca gaulislam saat ini umumnya di rentang usia 13-18 tahun. Jadi, tema pembahasan ini masih nyambung kok. Kalo yang udah ikutan ngasih hak pilih mestinya ngerti, ya. Buat kamu yang masih unyu-unyu perlu juga tahu. Why? Iya, soalnya nanti bisa jadi kamu juga ikutan ngasih hak pilih. Jadi perlu tahu juga pada akhirnya. Iya, kan? Eh, tapi sebelum ngasih hak pilih, baca dulu sampe tuntas pembahasan buletin kesayangan kamu di edisi ini, ya!

Oya, kamu perlu tahu juga lho bahwa urusan politik sebenarnya bukan melulu kekuasaan yang digambarkan dari berlomba-lombanya beberapa orang untuk menjadi pemimpin daerah atau pemimpin negara (apalagi di 2019 negeri kita mau ngadain ‘hajatan politik’ dalam rangka nyari pemimpin negara, lagi). Nggak cuma itu, Bro en Sis.

Lalu apa? Begini, urusan politik itu amat luas. Memang, yang kamu atau para orangtua pahami saat ini bahwa politik itu identik dengan meraih kekuasaan. Nggak bisa disalahin seratus persen, karena memang faktanya demikian. Kita udah disuguhi bahwa politik itu adalah partai, kampanye, pemilu (pilkada), dan ujungnya ada yang disebut kepala daerah atau pemimpin negara. Seolah hanya dibatasi pada masalah itu saja. Bener nggak? Kalo kamu peka dalam merasakan, mestinya kamu menganggukkan kepala.

 

Apa itu politik?

Kamu tidak sepenuhnya salah dalam memahami politik selama ini. Mengapa? Karena menurut KBBI alias Kamus Besar Bahasa Indonesia, politik diartikan sbb:

po·li·tik n 1 (pengetahuan) mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan (spt tt sistem pemerintahan, dasar pemerintahan): bersekolah di akademi –; 2 segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dsb) mengenai pemerintahan negara atau thd negara lain: — dl dan luar negeri; kedua negara itu bekerja sama dl bidang — , ekonomi, dan kebudayaan; partai –; organisasi –; 3 cara bertindak (dl menghadapi atau menangani suatu masalah); kebijaksanaan. Catatan: yang ditulis “–“ diisi politik.

Nah, dengan penjelasan seperti ini, juga secara fakta bisa dengan mudah dilihat dalam kehidupan sehari-hari, maka politik lebih identik dengan meraih kekuasaan, paling nggak urusan negara, deh.

Itu sebabnya, kita bisa lihat sendiri saat ini, persaingan antar calon pemimpin berimbas juga kepada para pendukung masing-masing kubu. Akhir-akhir ini, kalo di media sosial sepertinya kamu udah hapal betul dengan istilah kecebong dan kampret, kaum bumi datar, bani taplak, bani serbet, golongan IQ 200 sekolam, dan segala sebutan yang bikin ubun-ubun ngebul dan kuping panas. Saya pribadi, walau belum pernah terlibat dalam dukung-mendukung pilihan politik, risih juga dengan sebutan-sebutan kayak gitu. Tapi, gimana lagi, sepertinya kedua kubu merasa puas dan bahagia sesuai hawa nafsunya. Hadeuuh, parah memang.

Kondisi seperti ini, bagi sebagian orang yang enggan terlibat dalam sebuah pemihakan, akan menilai bahwa itulah akibat pilihan politik yang tidak rasional atau kecintaan membabi-buta terhadap tokoh yang didukungnya. Bagi mereka yang bersemangat mendukung tokoh pilihannya, keberadaan fakta ini seperti kian menguatkan untuk terus saling menyerang. Bahaya juga sih. Kita seperti berebut pepesan kosong. Padahal, bisa jadi orang yang kita cinta dengan orang yang kita benci malah saling berpelukan. Kita yang di bawah malah doyan musuhan sesama pendukung. Ironi banget, kan? So, jangan cinta buta. Punya pilihan silakan, tapi bego jangan.

 

Politik menurut Islam

Sobat gaulislam, setelah tahu pengertian politik menurut KBBI dan realita yang bisa kita saksikan di negeri ini, kita perlu pembanding lho, yakni pengertian politik Islam.

Bagaimana pengertian politik menurut Islam? Dalam kitab Mafahim Siyasiyah dijelaskan bahwa politik adalah ri’ayatusy syu’unil ummah dakhiliyan wa kharijiyan bi hukmin mu’ayanin (pengaturan urusan ummat di dalam negeri dan luar negeri, dengan hukum tertentu). Kalo kita bicara Islam, maka pengaturan tersebut menggunakan aturan Islam. Kalo bicara kapitalisme, maka hukum yang digunakan adalah kapitalisme. Begitu pula dengan sosialisme dan komunisme.

Nah, adapun pengaturan urusan umat tidak melulu urusan pemerintahan seperti sangkaan banyak orang selama ini, melainkan termasuk di dalamnya aspek ekonomi (iqtishadi), pidana (uqubat), sosial (ijtima’i), pendidikan (tarbiyah) dan lain-lain.

Buktinya apa tuh? Islam, udah ngatur masalah ini sejak pertama kali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam mendirikan pemerintahan Islam di Madinah, lalu dilanjut generasi Khulafa ar-Rasyidin, Tabi’in, Tabiut Tabi’in, salafus shalih sampe terakhir di Turki. Sepanjang rentang waktu itu, masyarakat dan negara diatur oleh Islam. Sayangnya, sejak tanggal 3 Maret 1924, yakni saat Musthafa Kemal at-Taturk, pria jahat dan ambisius keturunan Yahudi menghancurkan pemerintahan Islam di Turki atas bantuan agen-agen Inggris, Islam nggak lagi diterapkan sebagai sebuah ideologi negara. Sampe sekarang, lho. Kamu perlu catat ini.

Akibatnya, pemuda dan pemudi Islam masa kini nggak nyetel dalam memahami Islam sebagai sebuah ideologi negara. Generasi Islam kontemporer cuma mengenal dan memahami Islam sebagai ibadah ritual belaka. Jadinya, nggak ngeh kalo Islam tuh sebuah ideologi. Akibatnya, ketika memahami istilah politik dalam pandangan Islam aja suka kerepotan. Kalo udah gitu, pastinya juga nggak bakalan sadar politik. Beneran.

Bukti lainnya, ketika para ulama mencoba mengenalkan politik atau sebagian ada yang terjun dalam politik praktis (maksudnya jadi pengurus parpol atau dicalonkan jadi pejabat negara atau berkampanye melawan kezaliman penguasa), langsung dinyinyirin karena dianggap udah bermain politik. Menurut kalangan ini, ulama harusnya ngurus umat aja, ibadah, dan sejenisnya. Mungkin mereka khawatir ulama jadi ikut-ikutan rusak. Atau, bisa juga khawatir kalo ulama ikut terjun ke politik praktis bisa merusak rencana para politisi busuk. Wallahu a’lam.

Nah, sesuai judul di gaulislam edisi kali ini, maka setelah tahu arti politik dalam Islam, remaja wajib tahu juga apa itu kesadaran politik.

 

Yuk, sadar politik

Begini. Suatu ketika Khalifah Umar bin Khaththab berpidato di hadapan kaum muslimin. Usai berpidato seorang pemuda berdiri sambil mengacungkan pedang, lalu berteriak, “Wahai Umar, apabila kami melihat engkau menyimpang, kami akan meluruskanmu dengan pedang ini.”

Wah, ada nggak sekarang remaja macam kita-kita ini yang begitu? Kayaknya sih, tak ada. Nggak percaya? Coba aja adain survei! Hehehe… bukannya nuduh nggak baik, tapi realita seperti itu sulit terbukti di zaman sekarang. Jangankan yang remaja macam kamu yang masih unyu-unyu, kakak-kakak yang mahasiswa aja pada diem bae meski berbagai kebijakan buruk diterapkan negara macam kenaikan BBM yang sejak awal tahun ini sampai sekarang udah tiga kali naik secara diam-diam di malam hari. Nggak ada tuh beritanya kalo mahasiswa pada demo terhadap kebijakan yang menyengsarakan rakyat tersebut. Betul, kan?

Kembali ke kisah Khalifah Umar bin Khattab tadi. Ya, beliau yang mendengar pernyataan dari pemuda tersebut kontan mengucapkan hamdalah. Ternyata masih ada manusia, tepatnya pemuda, yang berani mengungkapkan kebenaran.

Riwayat yang singkat ini bisa memberikan gambaran yang jelas kepada kita hebatnya suasana kehidupan berpolitik dalam Islam. Inilah aktivitas muhasabah lil hukam alias mengoreksi penguasa atau amar ma’ruf nahi munkar, wajib dilakukan kapan saja, di mana saja, dan kepada siapa saja. Pokoknya every where, every time, and everyone. Kamu bisa bayangkan sendiri, seorang khalifah, kepala negara Islam, dinasihati oleh remaja seusia kamu. Hebat bukan? Dengan begitu kehidupan akan senantiasa berjalan dengan normal dan ideal. Pahami ya? Keren tuh!

Dalam Islam, memang ini kewajiban bagi kaum muslimin yang sudah akil baligh. Untuk melaksanakan seluruh ajaran Islam. Termasuk itu tadi, amar ma’ruf nahi munkar. Begitu pun setiap muslim wajib untuk memiliki kesadaran politik. Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam, “Demi jiwaku yang berada di tangan-Nya, kalaulah kalian tidak memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah yang munkar, maka hampir-hampir Allah memberikan adzab-Nya, kemudian kalian berdoa dan tidak dikabulkan doanya.” (HR Tirmidzi dan Ahmad)

Muhammad Muhammad Ismail dalam kitab al-Fikru al-Islamiy menyebutkan bahwa kesadaran politik (wa’yu siyasi) haruslah terdiri dari dua unsur. Pertama, kesadaran itu haruslah bersifat universal atau mendunia (internasional). Bukan kesadaran yang bersifat lokal semata. Kedua, kesadaran politik yang dimiliki harus berdasarkan sudut pandang yang khas (zawiyatun khashshah).

Kesadaran politik yang kita miliki kudu bisa melanglang buana. Artinya, kita kudu ngeh dengan urusan or peritiwa yang berkembang di belahan dunia lain. Sewaktu kaum muslimin masih berada di Mekkah dan belum memiliki kekuasaan, Abu Bakar ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam membuat semacam ‘prediksi’ untuk peperangan antara Romawi dan Persia yang berada jauh dari Mekkah. Padahal, saat itu siapa pun yang memenangkan perang nggak bakal menguntungkan kaum muslimin yang tertindas di Mekkah.

Nah, ini membuktikan bahwa Abu Bakar radhiallahu ‘anhu memiliki kesadaran politik yang cukup tinggi. Tuh kan, Islam memang mampu mencerahkan pemikiran manusia. Jadi, kudu bangga dong menyandang predikat muslim? Siap!

Sobat gaulislam, sudut pandang yang kudu dimiliki juga harus berdasarkan Islam. Nggak boleh ideologi lain. Meski demikian tetap objektif dong. Maksudnya jeli dalam ‘membaca’ peristiwa yang terjadi. Ketelitian dan keakuratan memahami peristiwa politik, mutlak harus kamu miliki.

Seperti sekarang neh, saat seringnya muncul berita tentang kasus terorisme yang memojokkan Islam dan umatnya. Kamu jangan langsung ikutan terbawa arus berita, lalu takut disebut aktivis Islam. Itu salah. Sebab, yang namanya berita bisa saja dikamuflase. Bergantung siapa yang menguasai opini. Perlu kamu tahu, Amerika punya kepentingan tuh untuk menghancurkan Islam. Pasti. Ini realita.

Boleh jadi yang ditangkap adalah orang suruhan aja (yang kadang nggak tahu apa-apa). Atau kalo pun bener aktivis Islam, mereka biasanya kena jebak permainan intelijen seperti teknik ‘pancing dan jaring’. Kasihan memang.

Amerika dan para begundalnya selalu menuding para pejuang Islam dengan sebutan teroris. Maklum saja, karena Amerika nggak suka Islam kembali memimpin dunia ini. Nggak ada bedanya dengan Belanda di masa penjajahan dulu, yang kelabakan saat para pejuang negeri ini bergerak menyerang penjajah. Belanda mengatakan bahwa pejuang negeri ini pemberontak dan pengacau. Apa nggak salah tuh? Coba, siapa nyang kagak nyelekit dikatain begitu? Tul nggak?

Selain itu, sebutan teroris dan terorisme itu nggak adil karena sesuai keinginan pihak tertentu. Buktinya, di Papua yang udah jelas ada gerakan OPM (Organisasi Papua Merdeka) yang sering membunuhi aparat keamanan, tapi nggak pernah disebut teroris. Paling banter dikasih label KKSB alias Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata. Takut sama pihak donatur OPM yang dari negara asing? Bisa jadi. Tapi menyebutkan Islam dan kaum musliman sebagai terorisme dan teroris juga pemerintah sepertinya mengalah pada kepentingan asing yang menginginkan hal itu terjadi. Intinya, pemerintah kita nggak punya nyali untuk punya pendapat sendiri. Ngeri!

Oya, kalo sekarang sepertinya nggak ada mahasiswa yang demo menentang kenaikan harga BBM dan tarif dasar listrik, kita kudu menyikapi dengan kesadaran politik yang oke. Jangan sampe kita memandang sepintas aja. Yakinlah bahwa ini buah dari diterapkannya sistem kapitalisme. Bisa jadi para mahasiswa udah diancam supaya bungkam. Kalo bersuara protes akan dipermasalahkan. Nah, kalo nanti ada yang mau demo soal ini, minta negara supaya mengganti sistem kapitalisme dengan Islam.

Oke deh, jangan bengong aja. Sekarang berkemas untuk belajar. Perdalam ajaran Islam, dan tingkatkan terus kesadaran politik kamu. Belajar Islam kaaffah ya. Supaya apa? Supaya kamu ngertinya mantap.

Oya, target sadar politik selain paham Islam secara kaaffah, juga supaya nggak gampang dikibulin para politisi busuk yang biasanya mendadak baik sama umat Islam kalo lagi ada maunya atau mereka yang bermanuver melakukan bekerjasama dengan musuh seolah-olah mewakili umat Islam. Jangan sampe tertipu ya. Jadi, yuk memahami Islam bukan sebatas agama, tetapi juga sebagai ideologi. So, remaja sadar politik itu perlu banget! [O. Solihin | IG @osolihin]