Wednesday, 9 October 2024, 01:44

gaulislam edisi 651/tahun ke-13 (20 Sya’ban 1441 H/ 13 April 2020)

Saat tulisan ini dibuat, wabah Covid-19 masih belum reda. Banyak upaya sudah dilakukan manusia, namun wabah masih menjangkiti banyak orang. Pada kondisi seperti ini, kita memang kudu nyadar bahwa hanya Allah Ta’ala kita memohon pertolongan dan perlindungan. Beneran. Perbanyak dzikir, berdoa, bersedekah, dan juga istighfar. Jadilah hamba-hamba Allah Ta’ala yang dicintai oleh Allah.

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Kalo dengan sang inceran kita biasa nyari-nyari perhatian, bisa curi pandang kalo kebetulan si dia ada di kelas, kenapa dengan Allah tidak bisa? Kalo dengan si dia yang udah mencairkan dinding es yang selama ini kita bangun, kita bisa begitu getol menjaga penampilan agar ia tetap merasa betah melihat kita, kenapa dengan Allah tidak bisa? Ah, rasanya nggak adil deh kalo njomplang begitu.

Memang sih, Allah Mahatahu apa yang kita lakuin, nggak perlu mencuri perhatian-Nya pun Allah tahu apa maksud kita. Ini sekadar ungkapan aja kalo kita pun bisa membuat Allah bahagia dengan apa yang kita perbuat. Aktivitas mulia penuh pahala dan taat syariat-Nya, udah cukup menarik perhatian Allah kepada kita untuk lebih sayang dan cinta kepada kita.

Oya, mencintai Allah tuh jauh lebih besar manfaat dan pahalanya ketimbang mencintai makhluk-makhluk-Nya. Karena apa? Karena Allah adalah Pemilik Cinta, dan sekaligus Pemberi Cinta kepada kita-kita sebagai makhluk-Nya. Bahkan Allah Ta’ala sudah memberikan sinyal kuat kepada kita dalam sebuah hadis Qudsy.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: Aku sesuai persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada pada itu (kumpulan malaikat). Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat.” (HR Bukhari no. 6970 dan Muslim no. 2675)

Duh, betapa begitu besar cinta Allah kepada kita, hamba-Nya. Tidakkah ini membuat cinta kita lebih besar lagi kepada Allah Swt.? Hmm…rasanya kita perlu berlari untuk mendekat kepadaNya. Subhanallah.

Hadits yang barusan ditulis di tulisan ini mengajarkan kita untuk berhusnuzhon (berprasangka baik) pada Allah. Yaitu setiap hamba hendaklah berprasangka pada Allah bahwasanya Dia maha pengampun, begitu menyayangi hamba-Nya, maha menerima taubat, melipatgandakan ganjaran dan memberi pertolongan bagi orang beriman. Berhusnuzhon pada Allah di sini dibuktikan dengan seorang hamba punya rasa harap dan rajin memohon doa pada Allah. Beneran, lho!

Di antara nama Allah adalah Al Qoriib Al Mujiib (Maha Dekat lagi Maha Mengabulkan). Allah Ta’ala menyebutkan mengenai nabi-Nya, Sholih ‘alaihis salam, dalam firman-Nya (yang artinya), “Karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Rabbmu amat dekat lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)” (QS Hud [11]: 61)

Sifat Allah dekat sebagaimana sifat Allah lainnya. Sifat ini tidaklah sama dengan kedekatan makhluk dan tidak diketahui kaifiyah (cara) kedekatan Allah tersebut.

Kedekatan Allah pada hamba itu bertingkat-tingkat. Ada hamba yang Allah lebih dekat padanya lebih dari yang lain. Semoga kita termasuk di dalamnya, ya.

Agar dekat dengan Allah Ta’ala

Sobat gaulislam, kalo mau jujur, ternyata kita jarang banget mencuri perhatian Allah. Kalo benar kita cinta kepada-Nya, seharusnya memang kita sering mencuri perhatian-Nya agar Dia suka kepada kita. Sebagaimana halnya kalo kita sering CPCP alias curi pandang cari perhatian dengan orang yang kita incer abis-abisan. Harapannya, tentu ketika beradu pandang atau ketika dia melihat penampilan dari pesona yang kita miliki bisa jatuh hati. Ya, ibarat memasang ranjau deh. Ehm, ati-ati aja kena batunya.

Kalo dengan lawan jenis kita begitu merasa harus tampil sempurna supaya bisa dilirik. Sampe-sampe berdandan abis-abisan. Memang sih, dengan mencuri perhatian lawan jenis jika kita punya niat untuk menikah dengannya, bagus juga. Itu sebabnya nggak dilarang kok untuk berdandan, begitu pula nggak ada salahnya kalo kita memoles pesona yang kita miliki agar orang lain suka dengan kita.

Bahkan bila kita nggak ideal sekalipun dalam bentuk fisik, kita selalu memoles pesona lain yang bisa dibanggakan kepada orang lain (kepandaian, sopan-santun, kelembutan, kepedulian dan sejenisnya) supaya berhasil mencuri perhatian orang yang kita sukai.

Why? Karena kita merasa yakin bahwa acapkali rasa suka itu berawal dari hal yang sepela saja. Kemudian kita meyakin-yakinkan diri untuk nggak minder ketika kita nggak punya pesona yang ideal kayak orang lain. Misalnya tetep pede meski wajah kita pas-pasan, tubuh kita semampai alias semeter pun nggak sampai (bilang aja pendek!), kurus, item, dekil, penyakitan pula (komplikasi antara bisul dan kudisan), kepala gundul karena emang nggak tumbuh rambut, ada sedikit jenggot (tapi sering ketuker mengindentifikasi apakah itu jenggot atau malah akar gigi!), eh, miskin pula. Waduh, kok merana banget (hiperbolis kayak di sinetron!).

Memang sedih dan pasti merasa tersisih kalo kebetulan kita memiliki kondisi tubuh seperti yang dipaparin tadi. Tapi jangan khawatir, meski kita punya aset nasional yang dimiliki nggak seberapa bagus, yakin sajalah asal ada iman yang kuat dan ketakwaan yang mantap, kita tetap makhluk Allah yang paling mulia di antara manusia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam menegaskan, “Allah tidak melihat kepada bentukmu dan penampilanmu, tapi Allah melihat kepada amal dan hatimu” (HR Muslim)

Oya, dalam khutbah terakhirnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam mengulang pesan itu: ‘’Wahai sekalian manusia, ingatlah bahwa Tuhan kamu satu dan bapak kamu satu. Tidak ada kelebihan bagi orang Arab atas orang ‘Ajam (non-Arab) dan orang ‘Ajam atas orang Arab. Juga tidak ada kelebihan bagi orang berkulit merah atas orang hitam dan bagi orang hitam atas orang merah, kecuali karena takwa” (HR Ahmad dari Abu Nadlrah)

Itu sebabnya, Bilal bin Rabbah radhiallahu ‘anhu (mantan budak yang hitam kulitnya) lebih layak masuk surga ketimbang Abu Jahal dan Abu Lahab yang berkuasa dan punya banyak harta serta fisik yang gagah. Demikian pula Amr Ibnul Jamuh yang kakinya pincang, atau Abdullah bin Mas’ud yang kakinya kecil. Keduanya bagian dari sahabat terbaik Nabi. Mereka berdua lebih layak mendapat kecintaan Allah Ta’ala karena bertakwa kepada-Nya.

Bro en Sis, seharusnya kita yakin banget dengan Allah Ta’ala, bahwa Dia hanya satu-satunya yang akan memberikan segalanya untuk kita. Itu semua Dia lakukan karena cinta-Nya kepada kita sebagai makhluk-Nya. Itu sebabnya, hari gini masih nggak cinta sama Allah dengan sepenuh hati, rasanya basi deh. Udah kadaluarsa alias nggak zaman. Kita bisa berpikir lebih dalam lagi bahwa memang Allah Ta’ala layak untuk kita cintai di atas kecintaan kita kepada makhluk-makhluk-Nya dan kepada indahnya pernak-pernik dunia yang berhasil dimodifikasi oleh makhluk-Nya.

Oya, pernah nggak kamu pdkt alias pendekatan sama seseorang yang mampu melelehkan hatimu? Hmm… deg-degan juga kan? Khawatir pendekatan kita nggak sempurna dan gagal mencuri perhatiannya. Segala daya dan upaya kita jajal, sambil berharap ia berpaling kepada kita. Asyik juga, ya?

Nah, bagaimana jika kita pdkt juga kepada Allah Ta’ala? Rasa-rasanya pasti lebih seru. Bener, lho. Orang yang melakukan pdkt jelas karena ada yang diharapkan dari yang sedang didekati. Kita bisa mencoba deketan sama inceran, karena kita udah kadung jatuh hati tersebab pesonanya. Jadi, cinta juga memang memerlukan sebab, “kenapa jatuh cinta?”.

Sebaliknya, kalo sebab yang membuat kita cinta itu lenyap, maka kita nggak bakalan lagi jatuh cinta. Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah menuliskan sebuah kaidah sederhana dalam kitab cinta yang sangat populer, Raudhah al-Muhibbin wa Nuzhah al-Musytaqin, “Cinta akan lenyap dengan lenyapnya sebab…”

Sobat gaulislam, pertanyaannya sekarang, “Apakah ada sebab untuk mencintai Allah, sehingga kita perlu mencari perhatian-Nya?” Ehm, alasannya tentu ada dong, sayang. Wong kepada makhluk-Nya aja kita bisa jatuh hati dan cinta setengah mati hanya karena melihat pesona yang dimiliknya. Entah gaya bicaranya, entah itu wajahnya, bisa juga karena kepintarannya, termasuk perangainya, pun karena bentuk fisik yang membuatmu jatuh cinta. Bener nggak seh?

Nah, harus diakui bahwa Allah punya banyak pesona yang itu layak kita kagumi dan membuat kita lebih mencintai-Nya, dan punya alasan bagi kita untuk bisa mencuri perhatain-Nya. Alasan sederhananya, karena Allah adalah pencipta semesta alam dan seluruh isinya, termasuk kita. Hmm… sangat elok tentunya kalo kita mencintai-Nya.

Bukan apa-apa, kalo kita sering kagum dan jatuh cinta dengan seseorang yang cerdas, maka Allah lebih harus kita kagumi dan cintai karena Dia yang menganugerahkan kecerdasan kepada orang yang kita anggap cerdas. Begitu pun kalo kita mengagumi seseorang yang punya wajah yang menggetarkan nurani kita, maka seharusnya kita berpikir lebih jauh, bahwa Allah layak lebih kita cintai karena Dia telah menciptakan orang yang kita anggap punya wajah yang enak dipandang mata itu.

Agar Allah cinta kita

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Kita pasti ingin mendapatkan kecintaan Allah. Lalu bagaimanakah cara cara untuk mendapatkan kecintaan tersebut? Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyah rahimahullah menyebutkan beberapa hal untuk mendapatkan maksud tadi dalam kitab beliau Madarijus Salikin. Saya kutip pemaparannya yang ditulis di website rumaysho.com. Dimodifikasi sedikit isinya sesuai keperluan untuk buletin ini.

Pertama, membaca al-Quran dengan merenungi dan memahami maknanya. Hal ini bisa dilakukan sebagaimana seseorang memahami sebuah buku yaitu dia menghafal dan harus mendapat penjelasan terhadap isi buku tersebut. Ini semua dilakukan untuk memahami apa yang dimaksudkan oleh si penulis buku.

Kedua, mendekatkan diri kepada Allah dengan mengerjakan ibadah yang sunnah, setelah mengerjakan ibadah yang wajib. Maka, dengan cara inilah seseorang akan mencapai tingkat yang lebih mulia yaitu menjadi orang yang mendapatkan kecintaan Allah dan bukan hanya sekadar menjadi seorang pecinta.

Ketiga, terus-menerus mengingat Allah dalam setiap keadaan, baik dengan hati dan lisan atau dengan amalan dan keadaan dirinya. Ingatlah, kecintaan pada Allah akan diperoleh sekadar dengan keadaan dzikir kepada-Nya.

Keempat, lebih mendahulukan kecintaan pada Allah daripada kecintaan pada dirinya sendiri ketika dia dikuasai hawa nafsunya. Begitu pula dia selalu ingin meningkatkan kecintaan kepada-Nya, walaupun harus menempuh berbagai kesulitan.

Kelima, merenungi, memperhatikan dan mengenal kebesaran nama dan sifat Allah. Begitu pula hatinya selalu berusaha memikirkan nama dan sifat Allah tersebut berulang kali. Barangsiapa mengenal Allah dengan benar melalui nama, sifat dan perbuatan-Nya, maka dia pasti mencintai Allah. Itu sebabnya, mu’athilah,  fir’auniyah, jahmiyah (yang kesemuanya keliru dalam memahami nama dan sifat Allah), jalan mereka dalam mengenal Allah telah terputus (karena mereka menolak nama dan sifat Allah tersebut).

Keenam, memperhatikan kebaikan, nikmat dan karunia Allah yang telah Dia berikan kepada kita, baik nikmat lahir maupun batin. Inilah faktor yang mendorong untuk mencintai-Nya.

Ketujuh, inilah yang begitu istimewa, yaitu menghadirkan hati secara keseluruhan tatkala melakukan ketaatan kepada Allah dengan merenungkan makna yang terkandung di dalamnya.

Kedelapan, menyendiri dengan Allah di saat Allah turun ke langit dunia pada sepertiga malam yang terakhir untuk beribadah dan bermunajat kepada-Nya serta membaca kalam-Nya (al-Quran). Kemudian mengakhirinya dengan istighfar dan taubat kepada-Nya.

Kesembilan, duduk bersama orang-orang yang mencintai Allah dan bersama para shidiqin. Kemudian memetik perkataan mereka yang seperti buah yang begitu nikmat. Kemudian  dia pun tidaklah mengeluarkan kata-kata kecuali apabila jelas maslahatnya dan diketahui bahwa dengan perkataan tersebut akan menambah kemanfaatan baginya dan juga bagi orang lain.

Kesepuluh, menjauhi segala sebab yang dapat mengahalangi antara dirinya dan Allah Ta’ala.

Jika kesepuluh rincian ini ada semua pada kita (maksudnya kita mengamalkan semua itu), yakinlah bahwa Allah Ta’ala mencintai kita. Beneran!

Oya, sebagai remaja muslim yang rajin mengkaji Islam dan menjadi aktivis dakwah, tetap sabar dan cinta kepada Allah meski dalam kenyataan yang saat ini kita hadapi terasa sulit. Allah Ta’ala pasti mencintai kita. Inilah salah satu bentuk ujian untuk kita karena Dia sangat cinta kepada hamba-Nya yang sabar, taat, dan tetap beriman dalam kondisi susah maupun senang. Itu sebabnya, di tengah wabah Coronavirus saat ini, kesempatan kita untuk mendekatkan diri kepada Allah agar Allah mencintai kita. Oke? [O. Solihin | IG @osolihin]