Saturday, 27 April 2024, 17:14

gaulislam edisi 810/tahun ke-16 (11 Syawal 1444 H/ 1 Mei 2023)

Duh, nggak habis pikir, sih. Berita akhir-akhir ini kok banyak yang ngeri baca dan dengernya. Ngilu, muak, mual, sebal, kesal, marah, sedih, bingung, dan entah apa lagi jadi satu. Mau jadi rujak ya pasti nggak enak. Degradasi moral warga negara kita ini kok jadi tambah parah, ya. Ada aparat keamanan yang semena-mena di jalanan. Kalo kamu ngikutin berita di media sosial dan juga media massa, pasti tahu kan yang saya maksud? Itu loh, yang bapak-bapak berseragam loreng yang nendang motor ibu-ibu yang bonceng anaknya. Belum lagi ada banyak kasus remaja yang berurusan dengan lawan jenis. Ada yang pacaran lalu kebablasan sampe berzina. Begitu yang ceweknya hamil dan minta pertanggungan jawab, malah si cewek dibunuh sama tuh cowok yang jadi pacarnya sendiri. Idih, kehidupan macam apa ini?

Baik. Itu semua memang bejat. Namun, ada yang lebih nggak layak dilakukan, yakni oleh mereka yang menjadi pejabat atau keluarga pejabat. Gimana pun pasti jadi sorotan lebih ketimbang jika pelakunya adalah rakyat biasa, walau sama-sama perilakunya bejat. Masih inget kan kasus anak dirjen pajak yang nyiksa temannya sampe koma? Ada lagi lho anak polisi juga menganiaya temannya, bahkan menurut berita, disaksikan bapaknya tuh bocah. Aduh, kelakuan nir adab memang. Bejat. Dan, itu konon kabarnya menurut pemberitaan berawal dari urusan cewek. Hadeuuh… berasa gimana gitu. Kalo dipikir-pikir kebanyakan persoalan yang terjadi tadi kalo kata almarhum Kyai Haji Zainuddin MZ, itu urusan perut dan yang di bawah perut. Nggak bisa ngendaliin, akhirnya ya bablas. Ada yang lalu sadar, ada pula yang malah makin liar.

Sobat gaulislam, kita coba fokus sesuai judul pada edisi pekan ini, ya. Anak pejabat kok bejat? Betul. Sampe ada tuh netizen yang kirim cuplikan video film Warkop waktu rame-ramenya kasus Mario Dandy nyiksa David. Adegannya, Kasino lagi ngobrol sama Dono. Tepatnya nasihatin, “Ah.. udeh, nggak usah lo pikirin. Memang begitu anak orang kaya. Lagunya suka tengil. Kayak duit bapaknya halal aja.”

Sindiran ini ada benernya juga. Apalagi kalo melihat fakta yang diberitakan. Di zaman sekarang sebenarnya informasi lebih mudah nyebar, ya. Media sosial ikut melambungkan orang-orang yang haus pujian untuk pamer apa saja yang dia punya. Padahal, itu sebenarnya menjadi jalan juga bagi para netizen yang jeli dan penasaran. Mereka akan melototin setiap kejanggalan atau hal-hal berlebihan, apalagi kemudian yang disorot adalah pejabat, termasuk keluarganya. Itu sebabnya, beberapa pejabat (yang belum keciduk) pada akhirnya jadi ketar-ketir mau pamer harta di media sosial.

  Sekadar tahu aja, ya. Beberapa orang pejabat yang suka pamer harta di medsos akhirnya kena batunya. Siapa aja sih? Kalo kamu rajin ngikutin berita mestiinya udah tahu, ya. Info singkatnya yang dirangkum dari media massa seperti ini: Nama Rafael Alun Trisambodo pertama kali ramai diperbincangkan setelah anaknya, Mario Dandy Satriyo (20) viral melakukan penganiayaan terhadap seorang pelajar bernama Cristalino David Ozora (17).

Selain menjadi tersangka penganiayaan, Mario juga diketahui sering memamerkan harta kekayaan miliknya. Buntut dari kasus tersebut, akhirnya harta kekayaan Rafael Alun menjadi sorotan.

Berikutnya, yakni Pejabat Kasubbag Administrasi Kendaraan Biro Umum Kemensetneg, Esha Rahmansah Abrar, ramai dibicarakan setelah istrinya pamer harta di media sosial.

Selain itu, ada Direktur Penyelidikan KPK, Brigjen Pol Endar Priantoro, turut jadi sorotan lantaran sang istri diduga kerap memamerkan gaya hidup mewah di media sosial. Momen yang dibagikan antara lain liburan ke luar negeri dan bermain golf.

Lanjut kasus lainnya. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku akan memanggil Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Timur (Jaktim) Sudarman Harjasaputra. Pemanggilan dilakukan berkaitan dengan pemeriksaan harta kekayaannya.

Ini terjadi setelah istrinya, Vidya Piscarista, kerap pamer harta kekayaan di Instagram, lapor kanal News Liputan6.com. Tidak hanya pamer barang mewah, Vidya juga acap kali membagikan momen liburan ke Eropa di akun media sosial yang sudah hilang tersebut.

Lalu, Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono juga telah menjalani pemeriksaan terkait harta yang ia laporkan dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) diduga tidak sesuai dengan profilnya. Ia juga angkat suara terkait kabar putrinya, Atasya Yasmine, yang kerap memamerkan barang mewah di media sosial.

Nggak kalah seru, Kementerian Keuangan telah mencopot Kepala Kantor Bea Cukai Yogyakarta bernama Eko Darmanto buntut pamer harta di media sosial. Pemilik akun Twitter @ekodarmantobca ini kerap memamerkan banyak foto motor besar seperti Harley Davidson hingga mobil mewah dan klasik. Bahkan, ada beberapa unggahan yang menunjukkan sebuah pesawat pribadi.

Harta banyak, akhlak cekak

Sobat gaulislam, coba kita bahas persempit aja, ya. Soal anak pejabat. Betul. Supaya nyambung dengan kamu karena seusia lah. Nggak jauh beda. Nah, ngomong-ngomong soal anak pejabat kenapa banyak yang kelakuannya bejat, ya? Umumnya pula, pejabat itu identik dengan banyak harta alias orang kaya. Entah didapat dari mana, intinya banyak pejabat yang kaya raya. Kalo ditanya kenapa anak pejabat ada yang cekak akhlak atau berperilaku bejat, maka jawabannya juga bisa beragam. Betul. Tidak ada jawaban tunggal yang pasti sebagai penyebabnya. Sebab, bisa beragam penyebab dan itu bisa berbeda pula pada setiap orang. Termasuk anak pejabat. Oya, memang sih nggak semua pejabat juga arogan atau malah bejat akhlaknya. Ada yang baiknya juga. Cuma, kalah pamor sama yang bejat akhlaknya.

Pertama, pengaruh lingkungan sosial. Anak orang kaya dan pejabat sering tumbuh di lingkungan yang memberikan keistimewaan dan kekuasaan. Hal ini dapat membuat mereka merasa lebih superior dan kurang empati terhadap orang lain yang dianggap mereka lebih rendah. Ini bisa dipahami, ya. Apalagi kalo emang nggak dididik secara agama, bakalan makin parah.

Kedua, pola asuh dan pengaruh keluarga. Orang tua yang memberikan anak mereka segala sesuatu tanpa usaha yang berarti, atau yang terlalu fokus pada pencapaian prestasi dan kekayaan material, dapat membuat anak menjadi kurang peka terhadap perasaan dan kebutuhan orang lain. Beneran. Ini banyak kejadian seperti ini. Ngeri!

Ketiga, kepercayaan diri yang berlebihan. Orang kaya dan pejabat sering merasa bahwa mereka memiliki kekuasaan dan kekayaan yang cukup untuk melindungi mereka dari konsekuensi negatif atas tindakan mereka. Hal ini dapat membuat mereka merasa tidak perlu mempertimbangkan perasaan orang lain dan bertindak dengan cara yang arogan. Bukti sudah jelas banyak banyak. Entah di kasus Mario Dandy, juga di kasus Aditya Hasibuan. Juga, mungkin saja di kasus lainnya yang tak terekspos.

Belajar dari Umar bin Abdul Aziz dan putranya

Ini jarang diketahui, apalagi kalo kamu nggak pernah baca sejarah. Sebenarnya ada cukup banyak kisah menarik, tetapi saya coba menuliskan kisah yang bisa menjadi pelajaran berharga, khususnya bagi para pejabat dan anaknya. Begini kisah singkatnya.

Usai mengurus pemakaman jenazah khalifah sebelumnya, yang juga masih kerabatnya, yakni Sulaiman bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz menuju masjid bersama kaum muslimin. Kemudian beliau naik ke atas mimbar dan memberikan nasihat.

Beliau mengeraskan suara agar semua orang mendengarnya, “Wahai manusia, barang siapa yang taat kepada Allah, maka wajib untuk ditaati dan barang siapa yang memerintahkan maksiat maka tiada ketaatan kepadanya siapa pun dia. Wahai manusia, taatilah aku selagi aku menaati Allah dalam memerintah kalian. Namun, jika aku bermaksiat kepada Allah, maka tiada kewajiban sedikit pun bagi kalian untuk menaatiku.”

Selanjutnya beliau turun dari mimbar dan beranjak menuju rumahnya dan masuk ke dalam kamarnya. Beliau ingin sekali istirahat barang sejenak setelah menguras tenaganya karena banyaknya kesibukan setelah wafatnya khalifah sebelumnya.

Akan tetapi, belum lagi lurus punggungnya di tempat tidur, tiba-tiba datanglah putra beliau yang bernama Abdul Malik–ketika itu dia berumur 17 tahun–dia berkata, “Apa yang ingin Anda lakukan wahai Amirul Mukminin?”

“Wahai anakku, aku ingin memejamkan mata barang sejenak karena sudah tak ada lagi tenaga yang tersisa,” jawab Umar bin Abdul Aziz, sang ayahanda.

 “Apakah Anda akan tidur sebelum mengembalikan hak orang-orang yang dizalimi wahai Amirul Mukminin?” tanya Abdul Malik.

Umar bin Abdul Aziz berkata,  “Wahai anakku, aku telah begadang semalaman untuk mengurus pemakaman pamanmu Sulaiman, nanti jika telah datang waktu zuhur aku akan shalat bersama orang-orang dan akan aku kembalikan hak orang-orang yang dizalimi kepada pemiliknya, insya Allah.”

 “Siapa yang menjamin bahwa Anda masih hidup hingga datang waktu zuhur wahai Amirul Mukminin?” ujar Abdul Malik.

Kata-kata ini telah menggugah semangat Umar bin Abdul Aziz, hilanglah rasa kantuknya, kembalilah semua kekuatan dan tekad pada jasadnya yang telah lelah, beliau berkata, “Mendekatlah engkau, Nak!” lalu mendekatlah putra beliau kemudian beliau merangkul dan mencium keningnya sembari berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah mengeluarkan dari tulang sulbiku seorang anak yang dapat membantu melaksanakan agamaku.”

Kemudian beliau bangun dan memerintahkan untuk menyeru kepada manusia, “Barang siapa yang merasa dizalimi hendaklah segera melapor.”

Siapakah gerangan Abdul Malik itu? Orang-orang berkata tentang beliau ini, “Sesungguhnya dialah yang memberikan motivasi kepada ayahnya hingga menjadi seorang ahli ibadah dan dia pula yang membimbing ayahnya menempuh jalan zuhud.”

Umar bin Abdul Aziz memiliki 15 anak, tiga di antaranya adalah wanita. Mereka seluruhnya memiliki prestasi dalam hal takwa dan tingkat keshalihannya. Akan tetapi Abdul Malik bagaikan inti kalung di antara saudara-saudaranya, atau seperti bintang di tengah-tengah mereka. Beliau adalah seorang yang sopan, mahir, dan cerdas, umurnya masih muda tetapi akalnya begitu dewasa.

Beliau tumbuh dalam ketaatan kepada Allah Ta’ala sejak memasuki usia remaja. Beliau adalah orang yang paling mirip dengan Abdullah bin Umar di antara seluruh keturunan al-Khathab. Khususnya dalam hal ketakwaan, rasa takutnya bermaksiat dan taqarrubnya kepada Allah dengan ketaatan. (selengkapnya bisa membaca buku Mereka adalah Para Tabi’in, karya Dr. Abdurrahman Ra’at Basya).

Begitulah. Kita bisa mengambil pelajaran berharga dari kisah singkat ini. Pejabat lho itu. Kepala negara. Khalifah. Amirul Mukminin. Luar biasa adabnya. Bapaknya shalih, anaknya tak kalah shalih. Beda banget ya dengan kebanyakan di antara para pejabat di negeri ini atau di negeri-negeri lainnya, termasuk perilaku keluarganya, khususnya anak-anaknya. Beda kelas emang.

Semoga kita terhindar dari sifat sedemikian. Jangan merasa belagu bin sombong kalo jadi anak pejabat. Jabatan ada masanya, dan yang jelas lagi kita nggak tahu ajal kita kapan datangnya. Jangan sampai jabatan malah bikin kelakuan jadi bejat.

Ada baiknya merenungkan nasihat dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah yang mengatakan, “Sombong dan hasad adalah dua penyakit yang membinasakan orang-orang terdahulu hingga yang terakhir. Keduanya adalah dosa terbesar yang dengannya Allah dimaksiati pertama kalinya. Sungguh, iblis dahulu sombong dan hasad terhadap Adam.” (dalam Jami’ ar-Rasail, jilid 1, hlm. 233)

Semoga Allah Ta’ala menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang sabar, penyayang, dan peduli terhadap sesama. Bukan malah mem-bully kepada sesama. [O. Solihin | IG @osolihin]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *