Sunday, 28 April 2024, 02:55

gaulislam edisi 809/tahun ke-16 (4 Syawal 1444 H/ 24 April 2023)

Gawai alias gadget alias perkakas alias peranti elektronik atau mekanik dengan fungsi praktis. Nah, salah satunya adalah smartphone yang kamu punya. Laptop juga bisa masuk kategori ini. Tapi kalo laptop banyak di antara kamu yang belum punya. Namun kalo hape, terutama yang smartphone, hampir semua di antara kamu punya. Iya kan? Meski bukan yang mahal harganya, yang penting itu kategori smartphone. Nah, meski banyak di antara remaja yang punya smartphone alias telepon cerdas, tetapi penggunanya belum tentu cerdas. Banyak yang malah tumpul pikirannya, lemah akal budinya. Lho, kok  bisa? Ya, bisa aja sih. Itu karena nggak belajar.

Di edisi pekan ini buletin kesayangan kamu akan bahas soal interaksi remaja dengan gawai. Seperti apa interaksinya? Ternyata banyak yang malah bikin lalai. Apa sebabnya? Sebab yang paling sering adalah karena keasyikan menggunakan gawai, akhirnya lupa diri, lupa waktu, lupa makan, dan malah lupa kewajiban. Kalo kamu cerdas, nggak bakalan lalai. Sebab, orang yang cerdas tahu apa yang seharusnya dilakukan, dan mana yang nggak boleh dilakukan. Ada aturan dan ada batasan. Kalo yang nggak cerdas, meski memiliki telepon cerdas, malah akan membuatnya terlena dan tumpul pikirannya karena nggak digunakan untuk berpikir. Ini perlu kamu catet, ya.

Sobat gaulislam, kalo mau dijabarin, ada beberapa ciri seseorang bisa dikatakan cerdas dalam menggunakan smartphone dan berinteraksi di media sosial. Oya, kecerdasan dalam menggunakan smartphone dan media sosial tidak hanya terkait dengan kemampuan teknis untuk menggunakan perangkat tersebut, tetapi juga terkait dengan kemampuan untuk memahami dan menggunakan platform tersebut secara efektif dan positif.

Berikut adalah beberapa ciri-ciri orang yang cerdas dalam menggunakan smartphone dan media sosial.

Pertama, memiliki kemampuan untuk memilah dan menyaring informasi yang berguna dan valid dari informasi yang tidak berguna dan tidak valid. Orang yang cerdas dalam menggunakan media sosial mampu menghindari hoaks, berita palsu, dan informasi yang tidak relevan. Itu sebabnya, jaga jempolmu dari perbuatan buruk untuk menuliskan makian atau share informasi sesat. Bahaya. Kalo malah sebaliknya yang kamu lakukan, berarti kamu nggak termasuk orang yang cerdas.

Kedua, mampu menggunakan platform media sosial dengan etika yang baik dan sopan. Mereka tidak hanya memahami bagaimana menggunakan platform tersebut, tetapi juga memahami bagaimana mempergunakan platform tersebut dengan benar dan memberikan kontribusi yang baik untuk lingkungan media sosial. Gimana, apa kamu sudah melakukan hal kedua ini? Kalo belum, ayo biasakan agar kamu jadi orang yang cerdas.

Ketiga, mampu mengelola waktu dengan baik. Orang yang cerdas dalam menggunakan smartphone dan media sosial tidak hanya tahu kapan harus menggunakan atau mengabaikan perangkat tersebut, tetapi juga mampu mengatur waktu penggunaannya agar sesuai dengan kebutuhan dan tidak mengganggu aktivitas yang lebih penting. Itu artinya, kalo kamu asyik betah berlama-lama bermesraan dengan gadget-mu sampai lupa waktu dan lupa kewajiban, kamu belum cerdas.

Keempat, mampu membangun hubungan sosial yang sehat dan positif melalui media sosial. Mereka tidak hanya mengumpulkan follower atau teman sebanyak-banyaknya, tetapi juga mampu membangun relasi yang bermutu dan produktif. Kalo ternyata malah bikin adu domba, menggalang perpecahan, atau menghancurkan pertemanan, itu namanya orang bodoh alias nggak cerdas.

Kelima, mampu menciptakan konten yang bernilai dan positif. Orang yang cerdas dalam menggunakan media sosial mampu menciptakan konten yang tidak hanya menghibur tetapi juga bermanfaat bagi orang lain. Sayang banget kalo punya smartphone, tetapi nggak bikin kamu smart. Bikinlah konten bermanfaat dengan cara yang kreatif. Apalagi sebagai muslim, kita punya kewajiban menampilkan kebaikan dan berusaha untuk menyebarkan kebaikan melalui konten yang bisa kita buat untuk disebarkan melalui media sosial. Jadi sarana dakwah. Itu baru sip!

Nah, kira-kira, kamu udah masuk kategori ini atau belum?

Jangan sampai kecanduan

Bener. Jangan sampe kecanduan, deh. Itu bikin rugi kamu. Pertanyaannya, mengapa bisa kecanduan gadget, dalam hal ini smartphone, ya?

Saya coba berselancar di internet untuk mencari tahu penyebabnya sesuai pengalaman saya ketika mempelajari psikologi komunikasi saat kuliah, dan menghubungkan dengan apa yang pernah saya tulis di buku saya yang berjudul “Sosmed Addict”. Buku itu saya tulis dan diterbitkan tahun 2015, udah 7 tahun lebih sih, tetapi insya Allah masih relevan di masa kini.

Jadi, kecanduan gadget atau smartphone pada remaja bisa disebabkan oleh berbagai faktor medis dan psikologis. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kecenderungan remaja untuk menggunakan gadget atau smartphone secara berlebihan alias kecanduan adalah karena faktor sosial, faktor psikologis, dan faktor biologis.

Oke, dijabarin satu-satu, nih. Kalo dilihat dari faktor sosial, ini karena remaja cenderung menghabiskan waktu mereka dengan teman sebaya dan mengikuti tren yang sedang populer. Penggunaan gadget atau smartphone yang berlebihan sering kali merupakan hasil dari desakan sosial untuk tetap terhubung dengan teman-teman mereka dan tidak ketinggalan informasi terbaru.

Jadi, sebagai makhluk sosial manusia memang senang berinteraksi dengan manusia lainnya. Itu sebabnya, manusia disebut sebagai makhluk sosial karena memiliki sifat-sifat yang memungkinkan mereka untuk hidup dan berinteraksi dengan orang lain dalam kelompok atau masyarakat. Sifat-sifat ini meliputi kebutuhan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain, membangun relasi sosial dan emosional, berbagi pengetahuan dan pengalaman, serta membentuk norma dan nilai yang mengatur tindakan dan perilaku dalam masyarakat.

Manusia juga memiliki kemampuan untuk membentuk hubungan yang kompleks dan abstrak seperti kepercayaan, moralitas, dan norma sosial, serta memiliki kemampuan untuk belajar dari pengalaman dan mengembangkan budaya yang unik. Itu sebabnya, manusia membutuhkan interaksi sosial untuk dapat bertahan hidup dan berkembang dalam masyarakat.

Hanya saja, meski kita pasti senang kalo berinteraksi dengan orang lain, apalagi yang minat atau hobinya sama, tetapi kita tetap perlu menjaga batasan dan aturan agar tidak kebablasan.

Faktor kedua yang bikin kecanduan, yakni faktor psikologis. Beberapa remaja mungkin menggunakan gadget atau smartphone sebagai pelarian dari masalah psikologis yang mereka alami, seperti kecemasan, depresi, atau masalah interpersonal. Wah, kalo penyebabnya faktor ini, berarti remaja yang punya karakter seperti itu nggak boleh lama-lama berinteraksi dengan smartphone. Sebab, akan menjadi tempat pelarian dari masalah tersebut dan akhirnya asyik, lalu kecanduan.

Faktor berikutnya, yakni faktor biologis. Nah, gadget atau smartphone mengeluarkan efek dopamin yang dapat menimbulkan perasaan ketergantungan atau kecanduan pada remaja. Kebanyakan remaja menganggap penggunaan gadget atau smartphone sebagai bentuk hiburan dan mengalami kesulitan untuk membatasi penggunaannya. Kalo nggak dibatasi dan nggak ada aturan yang jelas, bisa bablas itu.

Intinya, tinjauan medis dan psikologis tentang kecanduan gadget atau smartphone pada remaja menunjukkan bahwa hal ini dapat menyebabkan beberapa efek negatif, seperti gangguan tidur, kecemasan, depresi, dan masalah kognitif. Selain itu, penggunaan gadget atau smartphone yang berlebihan dapat menyebabkan pengurangan interaksi sosial secara langsung dengan orang lain, yang dapat mempengaruhi perkembangan sosial dan emosional remaja. Catet, tuh!

Oya, hati-hati juga bagi kamu yang udah mulai kecanduan “like” di media sosial. Sehingga akhirnya ngejar itu. Bahkan kalo nggak ada yang nge-like kamu like sendiri postinganmu. Hadeuuh.

Sekadar tahu aja, bahwa penggunaan tombol “like” pada platform media sosial memiliki kajian psikologis yang cukup dalam. Tombol “like” memberikan penghargaan sosial dan kepuasan instan kepada pengguna ketika postingan atau konten mereka mendapatkan pengakuan dari orang lain.

Tombol “like” di Facebook diusulkan oleh mantan insinyur Facebook bernama Justin Rosenstein. Justin Rosenstein adalah seorang programer dan wirausahawan teknologi yang pernah bekerja di Google dan Facebook. Ia adalah salah satu anggota tim pengembangan Facebook yang bertanggung jawab untuk memperbaiki sistem komentar di platform tersebut. Pada tahun 2007, ia mengusulkan kepada Mark Zuckerberg, pendiri Facebook, untuk menambahkan fitur tombol “like” agar pengguna bisa dengan mudah menunjukkan bahwa mereka menyukai konten yang diposting oleh pengguna lain. Zuckerberg dan tim pengembangan Facebook akhirnya menerima usulan Rosenstein dan tombol “like” diperkenalkan pada tahun 2009.

Produktif berkarya

Sobat gaulislam, kalo kamu punya smartphone, mestinya kamu juga kudu cerdas. Sebab, di tangan orang yang cerdas, smartphone jadi bermanfaat. Nah, tadi di awal tulisan ini udah disebutin bahwa kalo kamu cerdas, maka bisa bikin konten menarik dan bermanfaat untuk disebarkan lagi ke masyarakat. Bagian dari aktivitas dakwah Islam. Keren banget, tuh!

Rugi banget kalo ternyata kamu punya smartphone, malah kamu jadi mager lalu rebahan sambil stalking media sosial plus berkhayal pengen begini pengen begitu tapi nggak berusaha keras. Aneh banget, kan?

Kalo kamu belum bisa berkarya untuk kemaslahatan umat, belum bisa atau masih ragu bikin konten yang bermanfaat yang diproduksi dari smarthphone kamu, maka minimal banget kamu kudu nunjukkin akhlak yang baik ketika berinteraksi dengan teman-temanmu di media sosial. Agar mereka tahu bahwa dalam Islam diajarkan demikian, dan setiap muslim wajib memiliki akhlak mulia.

Muhammad bin Sirin rahimahullah berkata, “Dahulu mereka (para shahabat Nabi) menilai bahwa akhlak mulia membantu tegaknya agama.” (dalam Hilyatul Auliya’, jilid 2, hlm. 274)

Bagi yang sudah lumayan bagus akhlaknya dan punya ilmu lebih, atau setidaknya memiliki ilmu yang pernah dipelajari di rumah, di sekolah, di pesantren, atau di mana pun, maka cerahkanlah wawasan orang-orang di sekitarmu. Bisa melalui grup WhatsApp atau Telegram, bisa share di Instagram, Tiktok, atau Twitter, juga Youtube. Tulislah atau buatlah video yang membahas hal-hal baik. Jangan malah yang buruk. Jangankan yang buruk, membahas perkara yang tidak bermanfaat aja nggak boleh. Tapi faktanya, ternyata masih banyak kok yang melakukannya. Jadinya rugi, kan. Rugi bukan cuma ke diri sendiri, tetapi juga merusak agama.

Ibnul Wazir rahimahullah berkata, “Kebanyakan manusia tidak bisa bersabar untuk tidak ikut membahas perkara yang tidak bermanfaat baginya. Mereka juga tidak mampu mengatakan yang benar dalam perkara yang mereka ikuti. Inilah yang akan merusak agama dan dunia seseorang. Semoga Allah merahmati orang yang berbicara dengan ilmu dan orang yang diam dengan kelembutan.” (dalam Al ‘Awaashim wal Qawaashim fi Dzabbi an Sunnati Abil Qasim, jilid 5, hlm. 7)

Ada tanggung jawab besar juga bagi kita yang udah belajar dan memiliki ilmu agar bisa mengamalkan ilmu kita, bahkan kalo bisa menyebarkan lebih bagus lagi. Patut bersyukur karena ilmu yang kita pelajari jadi ada manfaatnya. Itu artinya, kita ada peluang untuk produktif berkarya dan berdakwah.

Al-Imam Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah berkata, “Di antara tanda ilmu yang bermanfaat adalah membimbing pemiliknya untuk lari meninggalkan dunia. Adapun (bahaya) terbesar dari perkara dunia adalah kepemimpinan, ketenaran, dan pujian. Sungguh, orang yang memiliki ilmu yang bermanfaat tidak akan mengaku-aku memiliki ilmu, tidak membanggakannya kepada siapa pun, dan tidak akan menganggap orang lain bodoh, kecuali terhadap orang yang menyelisihi sunnah (ajaran) Nabi dan menentang orang-orang yang berpegang teguh dengannya.” (dalam Majmu Rasail al-Hafidz ibn Rajab, jilid 3, hlm. 13)

Oya, bagi kamu yang belum bisa berkarya produktif, tetap tunjukkan adab islami dalam kehidupanmu, termasuk ketika kamu berinteraksi di media sosial dengan gawaimu. Jangan sampai lalai. Setidaknya kalo belum bisa berdakwah, jangan menjadi penghalang dakwah.

Ada nasihat bagus dari Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah berkata, “Jika engkau tidak termasuk pembela Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang turun di medan perang, maka jadilah engkau termasuk para penjaga tenda pasukan, jika engkau tidak mau melakukannya maka jadilah salah seorang penonton yang mengharapkan kemenangan bagi kaum muslimin, dan jangan sampai engkau menjadi yang keempat (penggembos) sehingga engkau akan binasa.” (dalam Bada-i’ul Fawaid, hlm. 1204)

Yuk, manfaatkan gawai untuk kebaikan dan dakwah serta menunjukkan kemuliaan Islam, Jangan sampe gawaimu bikin kamu lalai dan jauh dari syariat Islam, apalagi sampai membuat akidahmu rusak gara-gara kamu menggunakan smartphone untuk mencari informasi yang justru menyesatkanmu dan bahkan menyebarkan keburukan dan kejahatan. Nauzubillahi min dzalik. [O. Solihin | IG @osolihin]