
gaulislam edisi 924/tahun ke-18 (11 Muharram 1447 H/ 7 Juli 2025)
Eh, hidup kamu tuh buat apa, Bro en Sis? Mungkin ada yang jawab, “Yaaa… buat have fun lah, bikin konten, viral, cari cuan, pacaran dikit biar nggak stres…” atau kalo pertanyaan ini diajukan kepada para pejabat negara yang perilakunya ngawur, mungkin saja ada yang akan jawab, “Kekuasaan itu nikmat, jabatan itu bisa bikin kita nyaman, duit bejibun nggak berseri, dan apa aja yang kita mau pasti didapetin walau harus pake cara curang.”
Jreng…jreng… oke deh, kita nggak akan langsung ngegas. Karena jujur aja, jawaban kayak gitu udah jadi template hidup banyak orang yang tipis iman hari ini. Apalagi zaman sekarang, hidup tuh seolah udah kayak lomba lari estafet–yang penting cepat, viral, dan penuh gaya. Kamu ngerasa belum keren kalo belum: punya konten TikTok yang fyp; dapetin followers ribuan, punya circle yang estetik; ikut tren challenge aneh-aneh; dan bisa jadi malah pamer couple-goal meskipun pacarannya diem-diem–dan tentu diem-diem ngumpulin dosa.
Ragam kelakuan lainnya, ada yang rela nge-prank orang tua kandungnya sendiri demi konten lucu-lucuan, ada yang bikin challenge ‘berani buka aurat’ demi likes, ada pula yang adu pamer gaya hidup padahal hasil ngutang atau hasil nyakitin orang. Duh, gelap banget rasanya hidup kayak gitu. Tapi, kamu sadar nggak? Gimana kalo pas lagi gitu ajal datang? Ngeri, ah!
Ya, banyak dari kita hidup seolah-olah dunia ini panggung utama. Penuh cahaya, kamera, penonton, dan standing ovation. Padahal, ini ibaratnya cuma panggung gladi resik. Sebab, ‘panggung’ utama itu justru nanti, setelah kamu nggak bisa buka mata lagi. Setelah dunia nggak bisa kamu pegang. Setelah followers kamu udah nggak bisa nolong apa-apa.
Eh, tapi kenapa ya, hal yang paling pasti justru paling dilupain? Apa? Kematian. Iya, kayak kamu abis makan di warteg, minum es teh manis, terus lupa bayar. Bedanya, kalo di warteg mungkin kamu masih bisa balik buat bayar. Tapi kalo udah mati, nggak ada lagi kesempatan balikin waktu.
So, kalo kamu pernah ngerasa bahwa hidup kamu kosong meskipun rame di medsos, atau merasa capek ngejar validasi yang nggak pernah cukup, bisa juga sering mikir “Aku ngapain sih hidup begini?” Yakinlah, itu bukan kamu lagi aneh. Itu tanda hati kamu masih hidup. Allah Ta’ala masih kasih sinyal buat kamu sadar, bahwa hidup kamu bukan cuma buat eksis. Tapi buat punya makna. Buat nyiapin diri ketemu Allah Ta’ala. Sebab, hidup bukan soal seberapa sering kamu viral. Tapi seberapa siap kamu buat nanti di kehidupan final. Buat di akhirat.
Ngapain di dunia?
Sobat gaulislam, coba bayangin dunia ini kayak game open-world macam Minecraft atau Genshin Impact. Ya, kamu dikasih karakter (diri kamu sendiri), misi utama (ibadah dan taat sama Allah), ada side quest (bantu orang lain, cari ilmu, bangun keluarga), dan tentu aja ada batas waktunya–yang nggak dikasih tahu kapan kelarnya. Seru? Bisa jadi. Namun, dunia lebih menantang karena urusannya bukan kayak dapetin poin di permainan game, tapi ada pahala dan dosa yang ada balasannya. Waspada.
Sekarang, banyak yang main game dunianya asal-asalan. Bagi mereka, yang penting bisa naik level duniawi, meskipun pakai cheat: pacaran diem-diem, padahal dilarang (cheat: “yang penting saling support dalam dosa”). Parah!
Ada pula yang dapet nilai bagus karena nyontek (cheat: “yang penting IPK aman”). Jadi konten kreator tapi bohongin orang buat views (cheat: “yang penting engagement naik”). Belum lagi yang selingkuh sambil bilang, “Dia ngerti aku lebih dari pasangan halal aku.” (cheat: parah). Ada juga yang legend, jadi pejabat negara tapi ngakalin konstitusi (cheat: super ngawur).
Ngeri banget sih, dunia tuh kayak game yang banyak bug, tapi justru banyak yang sengaja mainin bug-nya. Kita tuh sering ngeliat ada anak sekolah pacaran terang-terangan di kantin, sambil pamer di IG, ada juga seleb flexing gaya hidup mewah hasil endorse judi online. Belum lagi yang ngerasa influencer malah ngajarin self-love tapi nge-bully orang yang beda pandangan. Udah marak juga politikus yang suap sana-sini demi jabatan, padahal sumpahnya bilang “demi rakyat.”
Oya, meski saya belum menemukan hasil survei khusus terkait tingkat perilaku buruk remaja, tapi kalo dilihat dari fakta berupa berita di media massa dan info di media sosial, atau di lingkungan kita sendiri, kayaknya kita perlu khawatir. Gimana nggak, pacaran udah biasa, buka aurat dianggap wajar, kehamilan di luar nikah masih ada, perzinaan bejibun, narkoba masih eksis, pemerkosaan, tawuran, pembunuhan, dan masih banyak lagi. Duh, kayak gini amat, ya?
Begitulah. Miris juga sih, yang muda nggak kalah rusaknya. Bukan karena kurang pintar, tapi karena kehilangan arah. Banyak orang lupa kalo dunia ini cuma check point, bukan garis finish. Mereka kayak orang yang sibuk dekorasi tenda di perkemahan, padahal besok pagi udah harus pindah. Kalo dipikir-pikir, masalahnya bukan cuma dunia yang rusak. Tapi gimana cara kita menempatkan dunia. Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dunia adalah penjara bagi orang beriman dan surga bagi orang kafir.” (HR Muslim, no. 2392)
Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarh Shahih Muslim menerangkan, “Orang mukmin terpenjara di dunia karena mesti menahan diri dari berbagai syahwat yang diharamkan dan dimakruhkan. Orang mukmin juga diperintah untuk melakukan ketaatan. Ketika ia mati, barulah ia rehat dari hal itu. Kemudian ia akan memperoleh apa yang telah Allah janjikan dengan kenikmatan dunia yang kekal, mendapati peristirahatan yang jauh dari sifat kurang. Adapun orang kafir, dunia yang ia peroleh sedikit atau pun banyak, ketika ia meninggal dunia, ia akan mendapatkan azab (siksa) yang kekal abadi.”
Artinya, kalo kamu beriman, dunia itu bukan tempat kamu berleha-leha. Tapi tempat kamu ngelatih diri, ngelawan nafsu, dan nyiapin bekal buat kehidupan abadi kamu nanti. Itu sebabnya, kalo kamu pengen main aman, pastikan kamu main sesuai aturan Allah Ta’ala, bukan pakai cheat-setan yang cuma kelihatan seru di awal, tapi fatal di akhir. Beneran! Iya, karena di dunia ini tempat kita menyemai amal shalih dan menunjukkan ketaatan kepada Allah Ta’ala. Dunia tempat berjuang. Istirahatnya nanti di surga. Insya Allah.
Ingat kematian, deh!
Sobat gaulislam, kematian itu pasti datangnya walau kita nggak tahu waktunya.Dia nggak pernah PHP.Dia nggak nunggu kamu siap.Dia nggak peduli kamu masih muda, masih single, atau baru aja beli skin baru di Mobile Legends.Kalo udah waktunya, ya cus. Game over. Tamat.
Tapi anehnya, justru kematian ini yang paling jarang diinget. Kita hafal tanggal lahir, hafal password akun, hafal jadwal konser, tapi lupa bahwa kematian pasti akan datang. Cuma memang waktunya dirahasiakan Allah Ta’ala dari pengetahuan manusia. Itu mestinya lebih bikin kita ketar-ketir, waspada nggak mau lakuin hal-hal buruk.
Kematian akan tetap datang, meski kamu berkilah nolak mati karena, “Aku masih muda, Bro. Masih banyak mimpi yang mau dikejar.” Oke. Tapi umur nggak nunggu kamu checklist goals dulu. Kematian nggak nunggu kamu nikah dulu, wisuda dulu, kaya dulu, viral dulu. Nggak. Dia dateng pas Allah Ta’ala nentuin waktu kamu dunia ini habis.
Coba lihat berita-berita di media massa atau informasi di medsos. Ada anak SD meninggal saat tidur siang. Remaja SMA tewas karena balap liar. Beauty Influencer yang populer di TikTok, Sana Yousaf, dia meninggal beberapa jam setelah mengunggah video perayaan ulang tahun ke-17. Dia ditembak seorang stalker di kediamannya di Islamabad, Pakistan (2/6/2025). Valeria Marquez tewas saat live streaming di TikTok. Wanita yang dikenal sebagai selebgram kecantikan ini ditembak seseorang yang berpura-pura mengantarkan hadiah mahal. Wanita asal Meksiko ini menghembuskan napas terakhir di usia 23 tahun. Ini sekadar contoh aja, masih banyak yang lainnya. Mungkin kamu lebih update daripada saya.
Jadi, intinya kondisi yang menyebabkan kematian banyak banget. Ada yang kecelakaan karena ugal-ugalan di jalan raya, tersebab penyalahgunaan narkoba, bunuh diri karena mental health rusak akibat gaya hidup toxic, bisa karena sakit, atau tewas dalam aksi kriminal. Banyak ragamnya. Artinya apa? Kematian itu udah deket banget sama kita. Tapi kenapa kamu tetap merasa bahwa hidup seolah umur kamu unlimited dan dosa kamu invisible?
Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Aku pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu seorang Anshar mendatangi beliau, ia memberi salam dan bertanya, “Wahai Rasulullah, mukmin manakah yang paling baik?” Beliau bersabda, “Yang paling baik akhlaknya.” “Lalu mukmin manakah yang paling cerdas?”, ia kembali bertanya. Beliau bersabda, “Yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik dalam mempersiapkan diri untuk alam berikutnya, itulah mereka yang paling cerdas.” (HR Ibnu Majah, no. 4259)
Kenapa kita disuruh inget mati? Bukan biar galau. Tapi biar sadar bahwa dunia ini cuma tempat numpang lewat. Sebab, yang kekal itu akhirat. Dan satu-satunya jalan menuju ke sana: mati.
Oya, kamu bisa lupa soal hari, mungkin juga bisa lupa tugas sekolah, malah ada yang lupa kalo disakitin pacarnya. Tapi jangan pernah lupa kalo kamu bakal mati. Why? Karena kalo kamu hidup tanpa inget mati, kamu bakal ngelakuin pacaran tanpa batas, bohong tanpa takut, posting konten dosa tanpa mikir, korupsi jor-joran (eh, ini sih buat bapak-bapak pejabat buruk akhlak, ya?). Ya, ngerasa bebas, padahal sebenernya lagi ngumpulin beban buat akhirat. Naudzubillahi min dzalik.
Ada yaumil hisab
Sobat gaulislam, di dunia kamu bisa ngeles. Bisa bilang, “Cuma bercanda kok”, atau “Nggak sengaja, Bro”, atau “Itu kan cuma konten.” Tapi di akhirat? Nggak ada ruang buat acting, apalagi editan. Semua keburukan kamu bakal di-expose, terang benderang, tanpa sensor. Tentu, kebaikan juga bakal dinilai dah diperlihatkan.
Allah Ta’ala berfirman, “Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (QS al-Zalzalah [99]: 7-8)
Ya, bahkan sekecil dosa yang kamu anggap receh aja bakal nongol di ‘layar besar’ akhirat. Apalagi dosa yang kamu banggakan dan dipajang di medsos?
Coba kamu pikirkan dan renungkan, jika semua maksiat yang kamu sembunyiin dari orang tua, kamu delete dari histori chat dengan niat nyembunyiin bukan karena sadar dan taubat, atau kamu arsipin di folder rahasia, dan kamu anggap udah “lupa”. Nggak jamin aman, Bro. Sebab, malaikat nyatet semuanya selama kamu belum bertaubat. Bahkan yang kamu pikir “cuma kepikiran doang tapi belum dikerjain” pun bisa masuk catatan kalo yang kamu pikirkan dan niatkan itu adalah sebuah dosa besar. Ngeri nggak, tuh? Jadi, segera sadar dan taubat, deh!
Kamu (dan kita semua) nggak bisa ngeles di sana. Kalo di dunia, kita bisa bikin banyak alibi: “Aku cuma ikut-ikutan, kok!” atau “Lingkungan aku yang toksik.” atau “Aku nggak ngerti itu dosa.” Atau “Aku belum siap hijrah, pelan-pelan aja dulu…”
Tapi nanti, semua alasan bakal mentok. Bibir dikunci. Tangan dan kaki yang ngomong. Allah Ta’ala berfirman, “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” (QS Yasin [36]: 65)
Kita bisa nutupin aib kita dari manusia. Tapi kita nggak bisa nutupin satu pun dari Allah Ta’ala. Coba tanya pada diri sendiri, “Aku siap nggak kalo hari ini Allah minta pertanggungjawaban?” Kalo jawabannya “belum”, ya udah. Ini waktunya balik arah.
Kamu masih dikasih napas. Masih bisa tobat. Masih bisa benerin semua keburukan sebelum nanti keburukan itu dibongkar di yaumil hisab. Ya, di dunia kamu bisa setting privasi. Tapi di akhirat, semua postingan kamu–yang kamu pikir udah dihapus–bakal muncul lagi. Full version. No skip. No sensor.”
Yuk, sadar diri. Kamu pernah nonton video orang kena prank terus kaget bukan main? Nah, bayangin nanti di akhirat, banyak orang bakal kena “prank” secara permanen. Mereka yang selama hidup ngerasa santai aja ngelakuin dosa, eh pas mati baru sadar, “Wah, ternyata aku nggak aman, ya?”
Tapi sayangnya, nggak ada tombol replay. Nggak bisa ngulang dari level awal. Nggak ada fitur “respawn”. Kalo udah dicabut nyawa, selesai, Bro. Tamat.
Mumpung masih hidup
Sobat gaulislam, kalo kamu masih bisa baca tulisan ini, itu bukan karena kamu jago ngatur waktu. Tapi karena Allah Ta’ala masih ngasih kamu kesempatan. Buat apa? Buat benerin yang salah, buat sadar sebelum hancur, buat balik sebelum diseret paksa. Ya, ngasih waktu untuk sadar dan bertaubat, dan ninggalin semua keburukan.
Kalo dosa kamu banyak? Jangan khawatir, rahmat-Nya lebih luas dari samudera atau apa pun. Kalo dikasih umur sampai hari ini, jangan kamu pake buat nunda-nunda untuk taubat. Segera bertaubat.
Allah Ta’ala berfirman, Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS az-Zumar [39]: 53)
Ayo, saatnya berubah, bukan cuma ngaku mau hijrah. Kamu udah tahu dosa itu bahaya. Kamu udah tahu mati itu pasti. Kamu udah tahu akhirat itu real. So, kamu mau ngapain sekarang?
Nunggu ditegur pake azab dulu baru sadar? Ah, jangan! Atau nunggu lihat orang sekitar kamu meninggal dulu biar kepikiran? Nggak banget, deh. Kalo kamu nunggu terus, jangan-jangan hidayah lewat duluan. Atau malah kematian duluan datang menjemput sebelum kamu sadar. Naudzubillah.
Yuk, latih hati buat inget mati. Bukan buat gloomy alias galau bin muram, tapi biar sadar arah. Bisa dimulai dari ngaji rutin, tadarus, denger kajian soal akhirat. Unfriend dosa pelan-pelan, lebih bagus putus sekalian. Kamu mungkin nggak bisa langsung 180 derajat karena berbagai sebab, tapi pelan-pelan buang yang kotor. Hapus konten maksiat, putus hubungan yang nggak halal; kurangi dan tentukan waktu untuk sama sekali bisa hilangkan kata-kata kasar dari obrolan dengan teman-temanmu. Ganti playlist toxic kamu jadi yang bisa nenangin hati.
Udah gitu, cari deh circle surgawi. Kamu temenan sama siapa, itu bentuk hidup kamu tahun-tahun berikutnya. Cari temen yang bukan cuma seru, tapi juga saling jaga. Kalo kamu nyasar, mereka narik balik. Doa tiap hari, “Ya Allah, jangan matiin aku dalam keadaan maksiat.” Ya, karena mati itu bisa datang kapan aja. Kamu nggak akan dikasih reminder sehari sebelumnya kayak Google Calendar. So, kamu nggak bisa ngatur kapan kamu mati. Tapi kamu bisa banget ngatur dalam kondisi apa kamu mati. Maka matilah dalam taat, bukan dalam maksiat. Dan sekali lagi, jangan sampe lupa mati, padahal itu pasti. [O. Solihin | Join WhatsApp Channel]