Wednesday, 9 October 2024, 00:58

gaulislam edisi 685/tahun ke-14 (22 Rabiul Akhir 1442 H/ 7 Desember 2020)

Sobat gaulislam, jumpa lagi di setiap hari Senin, ya. Edisi kali kita akan bahas tema yang ringan dan mungkin lucu. Kalo nggak lucu, ya anggap saja lucu supaya bisa terhibur. Kalo ternyata nggak lucu dan malah bikin stres, maafkan saya karena kadang nggak bisa membuat lelucon untuk hal-hal serius. Hehehe… jangan tegang gitu, ah. Biasa aja lagi. Tenang Bro en Sis, judulnya aja agak-agak aneh gitu: Setop Mager, Jangan Baper. Hmm… kamsudnya, eh, maksdunya apa, ya?

Begini. Istilah mager sebenarnya udah umum banget. Ya, mager itu akronim dari malas gerak. Kalo baper? Beneran nih kamu nggak tahu dan baru denger? Saya nggak percaya kalo kamu baru denger atau nggak tahu istiilah baper. Atau, jangan-jangan kamu kudet alias kurang update. Hehehe.. sori kalo tuduhannya bener.

Baik, meski istilah ini sangat familier di kalangan remaja, tetapi kalo emang kamu belum tahu, ya nggak dosa, sih. Namun, saya akan mencoba mengemas tema ini dengan agak luas dan mungkin nyangkut ke sana ke mari. Senggol sana senggol sini, akhirnya senggol-senggolan. Hahaha…

Mager alias malas gerak. Nah, ini biasanya untuk mengindikasikan orang yang duduk doang. Diem bae. Malah ada yang mengunci diri di kamar sambil rebahan, jadinya generasi rebahan dah. Mau makan ogah ambil sendiri karena mager, pengennya ada yang anterin ke kamar saking udah PW alias Posisi Wenak.

Mungkin kalo cuma males gerak untuk ambil makan sendiri, sedikit wajar walau aneh juga sih, kok urusan sendiri aja malas gerak. Nah, gimana kalo magernya dalam urusan belajar? Widih, ini yang nggak boleh sampe terjadi. Mau belajar, mager. Malas gerak. Malas ke sekolah atau bahkan di masa pandemi saat sekolah dan kuliah diliburin dan belajarnya diganti daring, orang makin mager di rumah. Ke sekolah malas gerak. Udah ada pandemi Covid-19, belajarnya daring alias dalam jaringan alias online. Makin mager dah. Termasuk males gerak untuk belajar online juga. Wah, udah kartu kuning mestinya ini mah. Kok, jadi malas dalam segala hal, sih?

Jangan malas belajar dan ngaji

Jangan sampe deh kalo belajar dan ngaji malas. Rugi banget, Bro. Beneran. Mestinya untuk urusan belajar dan ngaji jangan mager. Harus semangat. Gerak. Jangan diam aja. Ilmu itu kudu dicari, bukan ditunggu datang. Ada usaha dong untuk nambah pengetahuan. Jangan mager dan jadi generasi rebahan alias malas ngapa-ngapain. Aduh, parah bener itu!

Belajar itu tujuannya untuk menghilangkan kebodohan dalam diri sendiri. Rugi jadi orang bodoh, Bro en Sis. Emang mau kalo kamu ditipu orang gara-gara nggak bisa baca atau nggak ngeh fakta? Di jalan banyak rambu-rambu dan marka jalan. Kalo nggak ngerti bisa repot. Emang nggak capek dan malu setiap kali melihat rambu-rambu lalu lintas kamu selalu tanya sama orang? Padahal, bisa dipelajari sebelum melakukan perjalanan. So, akibat malas belajar jadinya susah di jalan. Malu bertanya sesat di jalan. Namun, kalo terus-terusan nanya ya malu-maluin namanya.

Siap-siap menderita kalo bodoh. Orang lain udah mahir baca al-Quran, kamu masih belum ngeh nama huruf hijaiyah. Atau ada yang masih terbata-bata baca al-Quran. Intinya, kalo nggak belajar bakalan rugi. Kebodohan itu membuat kita menderita, lho. Dan, itu bisa diantisipasi kalo kamu nggak mager untuk belajar. Memang capek sih belajar itu, harus mengeluarkan duit pula. Namun, hasilnya akan dirasakan di kemudian hari.

Jadi, jangan mager untuk belajar, ya. Apalagi belajar ilmu agama. Wajib ‘ain itu, alias fardhu ‘ain. Jangan sampe kamu nggak tahu bacaan shalat, nggak ngeh urutan gerakan shalat. Duh, udah segede gini masih belum hapal bacaan shalat? Prihatin kita. Namun, jangan patah semangat Bro en Sis. Masih ada waktu untuk belajar asal kamu nggak mager aja. Semangat mencari ilmu walau usia udah nggak anak-anak lagi. Mumpung masih ada waktu, belum datang ajal. Yuk, kuatkan semangat untuk belajar. Serius. Bye-bye mager!

Bagaimana jika kita mager nggak mau dakwah atau bantu orang yang kesusahan? Duh, itu namanya egois. Apalagi kalo udah punya ilmu namun mager untuk dakwah dan bantu orang yang kesusahan. Bro, kamu hidup nggak sendiri. Masih ada orang lain di sekitarmu. Bisa jadi mereka membutuhkan tenaga dan pikiranmu. Ilmu dan danamu. Jangan mager untuk dakwah dan sedekah. Nggak baik. Nanti ditanya lho ilmu yang didapat dipake untuk hal yang bermanfaat atau dibiarin nganggur gitu aja. Waspada, Bro en Sis.

Dakwah itu wajib. Ini udah berapa kali dibahas di buletin kesayangan kamu ini. Membantu orang yang kesusahan, kita terlibat dalam aktivitas sosial dan kemanusian itu banyak pahalanya. Jangan dianggap enteng, lho. Beneran. Jadi, kalo mager untuk dakwah dan bantu sesama, selain rugi, kamu akan diminta pertanggungan jawab oleh Allah Ta’ala kelak di yaumil hisab. Jangan sampe, deh!

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Kalo kita mager alias malas gerak untuk belajar dan ngaji, berarti kita melewatkan kesempatan mencari ilmu. Sayang banget. Usia dihabiskan hanya untuk mager atau sekadar nongkrong-nongkrong nggak jelas bareng teman satu geng. Nggak seru hidup kayak gitu. Padahal, orang yang beriman dan berilmu tinggi derajatnya.

Firman Allah Ta’ala (yang artinya), “…Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat dan Allah Maha mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (QS al-Mujadillah [58]: 11)

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu menafsirkan: “Allah mengangkat derajat orang yang berilmu di atas orang yang tidak berilmu beberapa derajat yang sangat tinggi”.

Oya, dalam hadits juga ada penjelasannya. Seperti riwayat dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “…bahwa telah disebutkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dua orang; yang pertama, ‘abid (seorang ahli ibadah). Kedua, ‘alim (seorang yang berilmu). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Keutamaan seorang ‘alim daripada seorang ‘abid, bagaikan keutamaan diriku jika dibandingkan dengan orang yang terendah di antara kamu”. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya, semua penduduk langit dan penduduk bumi, hingga semut yang berada di dalam lubangnya, juga ikan paus di lautan, selalu bershalawat (mendoakan) orang-orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.” (HR at-Tirmidzi, hadits hasan shahih)

Jangan malas mencari ilmu, ya. Pahalanya besar lho. Jadi memang harus gerak. Mencari ilmu. Jangan mager di rumah aja. Kamu perlu juga mengetahui keutamaan para pencari ilmu. Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya), “Barangsiapa yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu, Allah Ta’ala akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR Muslim no. 2699)

Makin terasa jika kamu jauh dari orangtua. Apalagi jika jalan yang ditempuh ke tempat mencari ilmu itu berat medannya. Namun, yakinlah bahwa hasilnya insya Allah akan sepadan dengan perjuanganmu. Tentu, jika kamu ikhlas mencari ilmu dan berusaha sungguh-sungguh untuk mendapatkannya. So, jangan mager alias malas gerak, ya!

Jangan baperan

Baper sering diartikan bawa perasaan alias melow alias gampang tersentuh. Istilah gaul baper merujuk pada seseorang yang memasukkan ke hati segala ucapan dan tindakan orang lain. Mungkin kamu pernah nemuin misalnya dalam judul-judul video di Youtube: “Adegan Ini Bikin Baper Para Jomblo”; “Lagu Baper Paling Viral”; “5 Nasihat Romantis, Nomor 3 Bikin Baper”; dan lain-lain dan lain sebagainya. Iya, kan? Ngaku!

Kenapa kok bisa baper, ya? Ya itu tadi, karena ukuran untuk dirinya dengan standar orang lain. Padahal, itu sulit banget. Misalnya, ada orang bisa pinter, tetapi kamu nggak bisa pinter kayak orang itu, jadinya baper. Biasa aja lagi. Tiap orang kan emang beda-beda karakter dan keahliannya. Nggak perlu disamain. Kalo emang pengen nyoba agar bisa seperti orang yang kamu iri terhadapnya, ya silakan. Namun, nggak usah baper kalo nggak kesampaian.

Misalnya lagi nih, kamu masih jomblo. Kamu jadi baper gara-gara ngelihat tayangan video di youtube tentang romantisnya orang yang nikah muda. Nggak perlu baper. Biasa aja. Emang kamu sanggup nikah muda? Nah, itu harusnya kamu ajukan sendiri pertanyaan itu ke kamu. Kalo kira-kira belum sanggup, ya jangan baper. Apalagi melampiaskan dengan pacaran. Yee… dia yang dingin kenapa kamu yang panas? Udah gitu ngelakuin dosa pula, yakni pacaran.

Duh, rugi bener ya. Awalnya mager alias malas gerak untuk belajar dan ngaji. Akhirnya, nggak punya ilmu. Begitu ada orang lain yang menampilkan kebahagiaan mereka, kamu jadi baper. Kalo punya ilmu sih, ngapain kudu baper. Iya, nggak?

Jadilah diri sendiri atau berupaya sungguh-sungguh agar bisa seperti dia yang kamu iri terhadapnya. Nah, itu solusi orang yang berilmu. Bukan mewek en galau nggak jelas. Apalagi menyalahkan orang lain dan menganggap mereka sedang pamer di atas penderitaanmu. Ah, kebanyakan drama, itu mah. Mestinya kan berpikir, ya. Kok gue gini-gini aja. Nggak jauh dari mager dan baper. Sementara orang lain udah lari entah ke mana. Mengejar cita-cita terbaik mereka. Eh, kamu masih tetap mager, rebahan, dan akhirnya baper saat melihat banyak orang udah melejit sementara diri kamu berjalan di tempat. Rugi!

 Setop baper! Kalo kamu nggak suka melihat keberhasilan (sukses atau kekayaan) orang lain, berarti ada yang salah dengan dirimu. Bro en Sis, Allah Ta’ala sudah menetapkan siapa saja dari hamba-Nya yang diberikan kelebihan dan hamba-Nya yang diberikan kekurangan. Keduanya adalah ujian. Nggak usah baper.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezeki.” (QS an-Nahl [16]: 71)

Di ayat lain, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya; Sesungguhnya Dia Maha mengetahui lagi Maha melihat akan hamba-hamba-Nya.” (QS al-Isra’[17]: 30)

Dari Imam al-Hasan al-Bashri rahimahullah, ia berkata, “Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu pernah menuliskan surat kepada Abu Musa al-Asy’ari yang isinya: Merasa cukuplah (qanaah-lah) dengan rezeki dunia yang telah Allah berikan padamu. Karena ar-Rahman (Allah Yang Maha Pengasih) mengaruniakan lebih sebagian hamba dari lainnya dalam hal rezeki. Bahkan yang dilapangkan rezeki sebenarnya sedang diuji pula sebagaimana yang kurang dalam hal rezeki. Yang diberi kelapangan rezeki diuji bagaimanakah ia bisa bersyukur dan bagaimanakah ia bisa menunaikan kewajiban dari rezeki yang telah diberikan padanya.” (HR Ibnu Abi Hatim. Dinukil dari Tafsir al-Quran al-‘Azhim, 4: 696)

Oke deh, pengennya sih panjang kali lebar alias jadi luas pembahasan ini. Namun, apa daya, memang perlu pembatasan juga biar nggak ngalor-ngidul terlalu jauh melebar. Jadi, intinya: setop mager, jangan baper! [O. Solihin | IG @osolihin]