Saturday, 27 April 2024, 14:49

gaulislam edisi 834/tahun ke-17 (1 Rabiul Akhir 1445 H/ 16 Oktober 2023)

Soal dukungan seseorang kepada seseorang, atau dukungan seseorang kepada kelompok, bisa juga dukungan negara kepada negara dan lain sebagianya adalah hal lumrah terjadi sejak dulu. Sebab, setiap orang atau komunitas atau bahkan negara punya preferensi (atau selera) terhadap apa yang didukungnya. Itu sebabnya, dalam kehidupan sehari-hari kita bisa memilih siapa yang akan menjadi teman kita, dengan siapa kita nyaman bergaul, ada alasan mengapa kita mendukung seseorang. Nah, dukungan atau pilihan biasanya tergantung pengalaman dan pengetahuan serta cara pandang yang dimiliki setiap orang.

Ada banyak contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya nih soal dukungan kepada klub sepakbola. Bahwa di antara teman kamu ada yang memilih Persija untuk didukung, yang itu berbeda dengan pilihan kamu, yakni Persib. Boleh juga klub internasional di berbagai liga di berbagai negara. Pasti ada pendukungnya, dan di antara pendukungnya itu pun, ada yang militan ada pula yang senang-senang aja. Sekadar ikut-ikutan daripada nggak punya yang didukung. Tergantung pengalaman dan pengetahuan mereka terhadap apa yang didukungnya.

Kamu juga pasti bisa saksikan selama ini di dunia politik, bahwa selalu saja ada orang yang menjadi pendukung partai, pendukung kepala daerah, termasuk pendukung kepala negara. Mereka akan saling berhadapan karena beda pilihan politik. Awalnya hanya dukungan, babak berikutnya saling serang lawan politik. Coba kamu amati deh, dukungan mereka bahkan sejak pilkada atau pilpres, disambung juga berantemnya meski pemilu udah kelar. Nah, sekarang menjelang pemilu nih, pasti makin rame, siapa mendukung siapa. Kita lihat aja nanti.

Bagaimana dengan dukungan kita sebagai muslim kepada saudara muslim lainnya? Langsung aja contohnya tentang Palestina dan Israel yang lagi memanas sejak pekan kemarin sampai sekarang. Siapa yang mendukung Palestina dan siapa yang mendukung Israel, sudah jelas banget terlihat sekarang ini. Kamu bisa saksikan di pemberitaan media massa dan juga informasi yang berseliweran di media sosial.

Nah, dari dukungan terhadap urusan kaum muslimin di Palestina ini juga akan membedakan siapa yang sebenarnya muslim sejati, mana yang sekadar muslim abangan, bahkan siapa yang munafik dan kafir. Itu berbeda level dan akan tersaring status dan kualitasnya dari apa yang didukungnya, kepada siapa dukungan itu dia berikan. Bahkan yang menganggap dirinya netral pun sebenarnya itu salah satu bentuk pilihan dari orang yang galau. Sebab, jenis dukungan atau pilihan dukungan yang terkait agama itu bernilai tinggi. Harus jelas keberpihakannya dan pilihannya akan menentukan siapa dirinya. Beda kalo sekadar pilihan terhadap barang, terhadap seseorang, terhadap makanan, dan beragam pilihan urusan dunia lainnya. Itu berbeda level.

Oke, biar nggak gagal paham, dan kamu juga berpikir benar dalam hal siapa mendukung siapa, kamu harus menuntaskan tulisan di buletin gaulislam di edisi pekan ini.

 

Pilihan dalam agama

Setiap orang akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipikirkan, diucapkan, dan dilakukannya. Sehingga kita diwanti-wanti agar memiliki ilmu atas apa yang kita pikirkan, ucapkan, dan lakukan. Nggak asal ikut-ikutan. Nggak boleh. Harus ada alasan mengapa memilih dan mengapa mendukung atau melakukan apa pun.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS al-Isra [17]: 36)

Berdasarkan ayat ini, sebagai muslim kita nggak boleh berpikir, berucap, dan berbuat kalo nggak punya ilmunya. Maksudnya? Gini, kamu harus tahu terlebih dahulu atau punya ilmunya, baru menentukan apa yang menjadi pendapat yang akan diucapkan dan dilakukan dalam perbuatan. Sebab, kalo salah berarti apa yang menjadi pendapat kita, ucapan kita, dan perbuatan kita akan salah semua. Bahaya. Jadi kudu ati-ati.

Ada kaidah al-ashlu fî al-af’âl at-taqayyudu bi al-hukmi asy-syar’iy (artinya: hukum asal perbuatan adalah terikat dengan hukum syariat). Itu sebabnya, kalo untuk melakukan sesuatu kudu tahu dulu hukumnya. Boleh atau nggak. Halal atau haram. Nggak bisa langsung mengerjakan. Semua akan diminta pertanggungan jawabnya. Nggak sembarangan. Contoh, kalo kamu melihat banyak temanmu yang pacaran, ya jangan langsung ikutan. Nggak boleh. Namun, yang harus kamu lakukan adalah bertanya kepada yang memiliki informasi dan ilmu terkait masalah tersebut. Ada ulama, ada mubaligh, ada ustaz. Syaratnya, mereka jujur terhadap ilmunya. Artinya, berpendapat sesuai tuntunan syariat.

Sekadar kamu tahu, pacaran itu terkategori haram dilakukan bagi seorang muslim, karena mendekati zina dan itu udah ada dalilnya yang bisa dipahami dari ayat 32 surah al-Isra. Nah, karena udah tahu hukumnya bahwa pacaran itu haram dalam syariat Islam, maka kamu nggak boleh melakukannya. Kalo tetap melakukan? Jelas berdosa, dan akan diminta pertanggungan jawabnya kelak di akhirat. Di dunia pun, ada sanksinya. Waspadalah!

Bagaimana dalam kasus kaum muslimin di Palestina? Jelas, mestinya ini menjadi pilihan kita sebagai muslim. Mendukung perjuangan kaum muslimin di Palestina untuk mengusir penjajah Israel. Sebab, kita bersaudara dengan muslim Palestina. Silakan baca ulang edisi pekan kemarin di buletin ini, ya. Jadi, dukungan kita adalah bukti kecintaan kita yang diikat akidah Islam dan ukhuwah islamiyah. Ini pilihan tepat dalam urusan agama. Islam menyatukan kita. Itu sebabnya, menolong kaum muslimin berarti juga menolong agama kita, Islam. Menolong kaum muslimin Palestina, setidaknya dengan doa karena kondisi kita yang jauh dari segi jarak, adalah bagian kepedulian kita sesama muslim. Apalagi di sana tengah berjuang menegakkan kemuliaan agama dan kaum muslimin dari penjajahan Yahudi Israel yang menjadi musuh Islam dan kaum muslimin.

Kedudukan kita akan dikokohkan oleh Allah Ta’ala jika kita menolong agama Islam. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS Muhammad [47]: 7)

Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah berkata, “Allah akan memberikan ganjaran kebaikan bagi orang yang menolong agama Islam, walaupun hanya dengan sebaris kalimat.” (dalam I’lamul Muwaqi’in, jilid 6, hlm. 131)

Berarti kalo ada seorang muslim yang malah mendukung Israel dan nyinyirin perjuangan muslim Palestina bisa dikategorikan munafik? Alasan mereka, katanya karena yang dilakukan Hamas itu merugikan rakyat Palestina. Bisa jadi itu tanda munafik.

Ibnu Mazin rahimahullah menjelaskan, “Seorang mukmin pasti akan mencari uzur (dari kesalahan) saudaranya, sedangkan seorang munafik akan mencari-cari ketergelinciran saudaranya.” (dalam Adabul ‘Isyrah, hlm. 14)

Jangan juga menjadi perusak agama karena nggak mau mengatakan kebenaran, dalam hal ini, kebenaran Islam dan perjuangan kaum muslimin. Ibnul Wazir rahimahullah berkata, “Kebanyakan manusia tidak bisa bersabar untuk tidak ikut membahas perkara yang tidak bermanfaat baginya. Mereka juga tidak mampu mengatakan yang benar dalam perkara yang mereka ikuti. Inilah yang akan merusak agama dan dunia seseorang. Semoga Allah merahmati orang yang berbicara dengan ilmu dan orang yang diam dengan kelembutan.” (dalam al-‘Awaashim wal Qawaashim fi Dzabbi an Sunnati Abil Qasim, jilid 5, hlm. 7)

Jadi, pilihan untuk mendukung dalam kebenaran dan kebaikan agama, adalah pilihan yang tepat. Itu akan menunjukkan siapa kita. Berpihak kepada siapa. Jelas, ya.

 

Totalitas demi agama

Sobat gaulislam, sebagai muslim mestinya kita udah paham betul bahwa hidup kita hanya untuk Allah Ta’ala. Memuliakan agama kita, Menegakkan kalimah tauhid di muka bumi ini. Itu sebabnya, perjuangan untuk itu perlu totalitas. Totalitas demi agama kita.

Gimana supaya bisa totalitas demi agama? Kita harus punya ilmu agama. Tentu, harus cinta agama juga. Sebab, kalo udah cinta terhadap agama, maka akan berupaya untuk menggali kebaikan-kebaikan dari agama kita. Berusaha mengenalnya dan menjadi keyakinan. Maka, mencari ilmu agama menjadi kewajiban bagi seorang muslim. Sebab, dengan ilmunya dia akan mudah untuk mengarungi kehidupan dunia sebagai bekal demi kebaikan di kehidupan akhirat.

Hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR Muslim, no. 2699)

Saat membahas hadits ini, Imam Ibnu Rajab al-Hambali rahimahullah berkata (dalam Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam, jilid 2, hlm. 297-298), “Seharusnya setiap penuntut ilmu berusaha untuk meraih manfaat dari ilmu diin (agama). Karena ilmu itu akan mengantarkan pada Allah dan mempelajari ilmu adalah jalan yang paling singkat menghadap-Nya.”

Selanjutnya beliau sampaikan, “Siapa yang menempuh jalan dalam menuntut ilmu dan tidak berhenti dalam mencari ilmu, maka ia akan dihantarkan pada Allah dan dimudahkan masuk surga. Menuntut ilmulah jalan paling ringkas untuk masuk surga. Menuntut ilmu juga adalah jalan yang paling mudah untuk masuk surga. Ilmu ini akan menuntun pada berbagai jalan di dunia dan di akhirat untuk bisa masuk dalam surga.”

Kemudian beliau katakan lagi, “Ingatlah, tidak ada jalan untuk mengenal Allah, untuk menggapai ridha-Nya, untuk makin dekat dengan-Nya, melainkan melalui ilmu bermanfaat yang dengan sebab ilmu itu para rasul diutus oleh Allah, dam sebab Allah menurunkan kitab. Ilmu itulah penuntun dan pemberi petunjuk ketika seseorang berada dalam gelap kebodohan, syubhat (pemikiran sesat) dan keragu-raguan.”

Itu sebabnya, al-Quran disebut cahaya karena dapat menerangi jalan di saat gelap. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al-Kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.” (QS al-Maidah [5]: 15-16)

Jadi, kalo udah punya ilmu agama yang benar, dukungan yang kita berikan juga pasti kepada kebaikan. Sesama muslim itu bersaudara, maka akan saling mendukung, saling menolong, saling membela. Kalo ada muslim yang malah menolong musuh agama, dua kemungkinannya, dia bodoh alias nggak punya ilmu sehingga kebawa sama orang sesat, dan kemungkinan kedua dia masuk kategori munafik. Ih, nggak banget, deh!

Seorang muslim itu akan total dalam beribadah sebagai bagian dari menjalankan syariat agama, sementara orang munfik dia enggan beribadah. Berzikir pun mereka malas, apalagi melakukan kewajiban ibadah.

Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah (dalam al-Wabilus Shayib, hlm. 161) berkata, “Banyak berzikir mengingat Allah adalah pengaman dari kemunafikan. Orang munafik itu sedikit berzikir.”

“Mereka tidak berzikir mengingat Allah kecuali sedikit.” (QS an-Nisaa [4]: 142)

Maka, seorang muslim itu pasti akan totalitas dalam agamanya. Shalatnya, sedekahnya, amal shalih lainnya dan juga pembelaan terhadap sesama muslim. Nah, itu yang harus kita tunjukkan. Semangat! [O. Solihin | IG @osolihin]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *